Kehidupan Amrita (Taapsee Pannu) mendadak "ambyar" manakala sang suami Vikram (Pavail Gulati) mendaratkan tamparan pipi di hadapan para teman dan koleganya.Â
Tamparan itu, mengubah Amrita dari sosok istri yang ceria, taat dan berbakti kepada suami, menjadi pribadi yang pendiam, dingin dan memendam perlawanan.
Cuplikan cerita dari film "Thappad" yang diproduksi tahun 2020 itu cukup membuka mata publik di India. Bagaimana tidak, corak kehidupan patriarki di India memang cukup dominan.Â
Wanita, dianggap sebagai makhluk kelas dua yang kerap mendapatkan perlakuan tidak sepantasnya, baik secara verbal maupun non verbal. Lebih parah, aksi itu juga tak lepas dari peran film India.
Sebagaimana yang saya ulas dalam tulisan sebelumnya, problem misoginis di India yang dibawa mealui film cukup berdampak besar bagi kehidupan sosial di negara itu.Â
Al-Jazeera bahkan pernah melakukan penelitian jika sebagian besar film India memang mengandung unsur misoginis baik dari adegan, dialog hingga pada lirik lagu soundtrack film.
Menggoda wanita, melakukan pelecehan seksual terhadap kaum hawa seolah menjadi tindak yang lazim dilakukan, karena masyarakat meniru para pahlawan mereka di film.
Kenapa film menjadi hal yang cukup penting untuk menganalisa perilaku sosial di India?
Sedikitnya penulis memiliki beberapa jawabannya. Pertama, masyarakat India adalah pecinta film dalam negeri yang sanggup meruntuhkan dominasi Hollywood. Artinya, kedatangan mereka ke bioskop atau tempat lain untuk menonton film lebih besar.
Kedua, film bagi masyarakat India sudah menyatu dengan kehidupan. Hal inilah yang setidaknya dilihat sebagai sarana oleh beberapa kelompok untuk mengambil keuntungan baik secara finansial, politis hingga yang sifatnya ideologis.
Bahkan , dalam beberapa ulasan sebelumnya penulis sempat membeber bagaimana film digunakan untuk kepentingan penyebaran ideologi kiri, kampanye politik hingga meningkatkan sektor pariwisata.