Beberapa waktu belakangan ini aku merasa resah ketika datang ke bioskop. Gimana enggak resah, setiap kali melewati pintu masuk bioskop udah disambut dengan poster -- poster film horor yang terpampang di dinding bioskop.
Emangnya ada masalah dengan film horor? Tentu Ada.
Sebelumnya aku merasa enjoy -- enjoy aja sama film horor di bioskop. Mungkin para penikmat film sudah sadar akan hal ini. Iya, aku tau sejak dulu orang Indonesia itu suka hal -- hal berbau mistis, termasuk film. Tapi ya nggak setiap waktu rilis film horror dong.
Ketimpangan Genre Film di Indonesia
Setiap masuk bioskop pasti disuguhkan paling tidak 2 poster film horror dengan tulisan sedang tayang. Bukannya film horror itu jelek tapi aku merasa belakangan ini film horor terlalu mendominasi di layar bioskop.
Saat aku menulis ini saja, bioskop di kotaku (Mopic Cinemas) sedang menayangkan 4 film dengan 1 film percintaan, 1 film drama, dan pastinya tidak lupa 2 film horor. Jadwal penayangannya pun jomplang, bak langit dan bumi. Film horor punya jadwal penayangan lebih banyak daripada film lain.
Bayangkan jika kamu adalah orang yang gak suka atau pilih -- pilih jika nonton film horor. Disuatu waktu kamu ke bioskop, kemudian yang ada cuma 4 film dengan 2 film bergenre horor dan 2 lainnya dengan genre non horor. Apesnya kamu tidak suka juga dengan 2 film yang non horor itu. Ayolah, pasti badmood kan. Itulah yang kurasakan terkadang ketika ke bioskop.
Industri Kreatif Tapi Tidak Kreatif
Meledaknya film Pengabdi Setan aku rasa yang ngebuat banyak film horor Indonesia semakin melesat kepopulerannya. Tetapi aku menyayangkan sama ekosistem industri film horor ini. Ada pola -- pola tertentu yang terlihat saat ini yakni judul film yang pake istilah -- istilah yang ada di agama atau iblis seperti khanzab, kafir, Jin Qorin, Hidayah, Tumbal Kanjeng Iblis, Para Betina Pengikut Iblis, Sebelum Iblis Menjemput, dll. Â Pada premis ceritanya pun terkadang mirip -- mirip yakni penyembah setan (setannya bukan setan lokal lagi) atau memberi tumbal.
Sependek yang aku tahu film ini kan termasuk ke dalam industri kreatif, tapi jika nemuin kemiripan yang sebanyak ini artinya nggak kreatif dong. Iya sih, ada yang namanya ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) tapi ya nggak semirip itu juga kali. Namanya industri kreatif hadirkan cerita yang beda, biar penonton merasa penasaran dan gak terjebak di premis yang itu -- itu aja.
Film Horor Indonesia Kebanyakan Punya Rating Jelek
Membuat film horor itu aku rasa gampang -- gampang susah. Sekarang gak bisa cuma ngasih penonton jumpscare dan suara yang tiba -- tiba tinggi. Kalau cuma ngasih 2 hal itu udah basi. Bagaimana pembuat film membawakan cerita yang runtut, padat, dan jelas itu yang menurutku penting.
Kita lihat saja kebanyakan film horor Indonesia tahun ini, jika dilihat dari imdb skor jelek menghiasi mereka. Aku ambil beberapa contoh seperti Alena: Anak Ratu Iblis punya skor 3.2/10, Hidayah 5.6/10, Para Betina Pengikut Iblis 4.2/10. Hanya ada beberapa saja yang memiliki skor 6-7.
Jadi ya sebagai penonton yang pilih -- pilih film horor aku merasa dilemma, diajak temen cewek buat nonton film horor, mau mengiyakan tapi filmnya jelek tapi kalo ditolak juga sayang.
Meskipun Jelek Tapi Bercuan
Jika merujuk pada data cinepoint pada periode Januari -- Juni 2023 film horor mendominasi 10 film dengan penonton terbanyak. Sewu Dino menempati posisi pertama dengan jumlah 4,8 juta penonton, disusul Waktu Magrib dengan 2,4 juta penonton, dan 4 film horor lainya. Artinya apa? Artinya film horor itu bercuan.
Sudah menjadi hukum ekonomi, jika ada ada permintaan akan penawaran. Mungkin itu yang dilihat oleh studio film melihat masyarakat Indonesia saat ini. Ngapain susah -- susah buat film dengan genre lain yang kemungkinan gak laku dan makan biaya besar. Mending buat yang pasti -- pasti aja, bikin film horor pakai premis dan judul yang biasanya orang suka, terus pakai biaya yang kecil biar cuannya lebih besar. Urusan kualitas film itu belakangan yang penting cuan dulu.
Jika ini berlanjut aku merasa kasihan sama industri kreatif ini, bisa -- bisa tidak ada perkembangan. Pembuat film jadi terlalu fokus buat film horor asal -- asalan yang penting cuan. Genre lain jadi terlupakan karenanya.
Aku harap para penonton udah mulai sadar sama kondisi ini, setidaknya mereka sadar kalo dibodoh -- bodohi sama studio film. Sadar kalo banyak film horor di Indonesia saat ini terlalu monoton dan jelek kualitasnya.
Dan untuk studio film, aku harap mereka tersadar bahwa harus mulai move on sama resep film horor yang saat ini mereka pakai dan mulai ningkatin kualitasnya, tak lupa pula untuk memproduksi film genre lain. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H