4. Kembali Menikmati Hal-Hal Sederhana Â
  Ingat saat kita bisa menikmati waktu luang dengan membaca buku atau jalan-jalan tanpa tergesa-gesa mengecek ponsel? Banyak orang yang kembali menikmati aktivitas sederhana ini dan menemukan kebahagiaan di dalamnya.
Baca juga: Dialog Antargenerasi: Bagaimana Menghubungkan Pandangan Hidup yang Berbeda
 Gaya Hidup ‘Kuno’ di Tengah Era Digital
Di Indonesia, gaya hidup ini ternyata tidak hanya diadopsi oleh mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah terpencil. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, banyak komunitas yang mulai menganut prinsip hidup minimalis, termasuk dengan mengurangi atau bahkan meninggalkan penggunaan smartphone.
Sebagian orang mulai beralih ke ponsel yang lebih sederhana—hanya bisa digunakan untuk telepon dan SMS. Tanpa kamera, tanpa internet, dan tanpa aplikasi media sosial. Ada juga yang memilih untuk mengatur waktu ‘puasa digital’, di mana mereka sengaja mematikan smartphone pada jam-jam tertentu, misalnya saat makan malam atau sebelum tidur.
Bukan cuma itu, kegiatan offline seperti berkebun, membaca buku fisik, atau sekadar berjalan kaki di taman tanpa gangguan teknologi, kini semakin banyak digemari. Orang-orang menemukan kembali kebahagiaan dalam hal-hal sederhana yang selama ini terlupakan karena sibuk dengan layar.
 Apakah Tren Ini Bertahan Lama?
Memang, tidak semua orang siap untuk melepaskan smartphone mereka. Bagi banyak dari kita, smartphone adalah alat penting untuk bekerja dan berkomunikasi. Tapi, tren hidup tanpa smartphone ini memberikan kita pelajaran penting: bahwa kita sebenarnya punya pilihan untuk hidup lebih sederhana dan lebih terhubung dengan dunia nyata.
Bagi mereka yang sudah mencoba hidup tanpa smartphone, banyak yang merasa kualitas hidup mereka meningkat. Mereka jadi lebih tenang, lebih fokus, dan lebih menikmati hidup tanpa harus selalu mengecek layar.
Baca juga: Filter atau Blokir? Strategi Menghindari Pengawasan Keluarga di Media SosialÂ