JATAH KABINET DAN OPOSISI
Saya tidak melihat korelasi langsung antara pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT dengan jatah kursi. Sepertinya tidak ada hal-hal yang patut diduga bahwa pertemuan tersebut berkaitan dengan posisi di dalam kabinet. Pertemuan keduanya adalah sebagai seorang sahabat yang telah bersahabat sejak lama, setidaknya itu poin penting yang disampaikan oleh presiden Jokowi saat bertemu dengan Prabowo.
Mantan Cawapres Sandiaga Uno juga sudah menyatakan diri sebagai pihak oposisi konstruktif yang siap membantu dan mengkritik pemerintah yang akan datang.
Demokrasi memang membutuhkan check and balance. Meski negara kita tidak mengenal secara langsung dengan istilah oposisi, tetapi patut diperlukan adanya keseimbangan untuk mencegah kesewenangan. Saya tentu mendukung adanya keseimbangan ini dalam arti pihak oposisi.
INDONESIA RUMAH KITA
Kontestasi dan konstelasi sudah hampir selesai, nyaris semua prosesi sudah dilalui. Kita akan melihat bagaimana presiden dan wakil presiden terpilih akan dilantik dan memimpin selama lima tahun ke depan. Sudah saatnya kita kembali bersama, bahu-membahu membangun Indonesia menuju negara yang maju, sejahtera, adil, dan makmur.
Entah siapa yang senang atau tak senang, biarlah itu berjalan seiring berjalannya waktu. Saya tidak mau menambah perdebatan itu dengan membiarkan saudara-saudara kita menyelesaikan perdebatan di atas.
Saya lebih tergugah membaca catatan dari seorang pembawa acara fenomenal yakni Mbak Nana (Najwa Shihab) saat acara beliau beberapa waktu silam :
Gerbong Jokowi-Prabowo: Siapa Hendak Turut (Catatan Najwa)
Polarisasi bukan sekadar urusan para elit, akar rumput pun sudah ikut-ikutan terbelit.
Tokoh-tokoh politik bisa saja saling bertemu, tapi politik belah bambu kadung menciptakan abu.
Rekonsiliasi tak bisa dijalin lewat seremoni, mesti dibangun lewat praktik politik sehari-hari.
Hentikan cemooh dan beragam bentuk penghinaan, kritiklah untuk urusan genting yang diperlukan.
Suasana damai dibutuhkan demi persatuan, berpelukan bukan untuk bagi-bagi kekuasaan.