Mohon tunggu...
Muchamad agusslamet
Muchamad agusslamet Mohon Tunggu... Guru - guru

kulineran makan dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Remaja dan Sekolah

5 Desember 2023   08:31 Diperbarui: 5 Desember 2023   08:35 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti biasa, mendekati bulan syawal alias menyambut idul fitri, saya pribadi di akhir ramadhan bergegas pulang untuk mudik dikampung halaman. Uforia mudik sangatlah kental bagi pelaku diaspora di kota.

Tulisan ini saya tidak ingin membahas mudik ataupun idul fitri, meainkan disela-sela saya menikmati liburan ke kampung halaman, ada fenomena yang sebenarnya cukup memprihatinan. Saya cukup kaget ketika anak-anak yang dulunya masih kecil seusia SD kelas satu, dua sekarang tumbuh menjadi remaja yang secara fisik sangatlah besar. Tidak hanya fisik remaja desa yang sudah mulai tumbuh besar namun aa satu hal yang sangat perlu medapat perhatian besar, tidak lain tidak bukan adalah banyak dari mereka yang tidak sekolah, alias putus sekolah. Bila sudah tamat SMP ataupun SMP mungkin saya tidak begitu mempedulikan, saya anggap mereka tamat lah, namun jika masiih usia SMP ederajt tidak mau sekolah lagi, dengan alasan ingin bekerja mencari uang itu sangatlah menyedihkan, atau suatu kemunduran generasi bangsa.

Awalnya ketika saya dikampung, seperti biasa saya tiap malam cukup berkumpul dengan teman-teman di depan masjid, karena posisi sangat strategis untuk bersenda gurau, dan selain itu posisinya tidak terlalu dekat dengan jalan dan masih banyak halaman, sehingga tidak memicu cemoohan warga. Disela-sela saya berbincang-bincang, silih berganti anak berdatangan, ada yang sekedar lewat, ada yang sengaja gabung dan masih banyak lagi.

Tidak sampe disitu tentunya disini anak-anak ditangannya sudah ada pegangan satu-satu berupa rokok. Spontanitas saya tanya tanya kesalah satu teman, sebut saja matori, “sedinane yo ngeniki wes podo ngerokok ?” yang artinya tiap hari sudah pada merokok ya ?, lantas teman saya menjawab “wes podo ngerokok kabeh” artinya sudah merokok semua. Melihat pemandangan yang sedimikian rupa, nampaknya sangat memprihatinkan, entah siapa yang mengajari, relitanya rokok sudah akrab di kehidupan remaja di desaku.

Selanjutnya ada anak kembar tidak upin dan ipin, melainkan bidin dan ripin sebutan panggilan mereka sehari-hari yang datang kemasjid, dengan muka cengengesan dan mampir sejenak untk duduk dan ikut ngobrol, tenunya dia datang pake moto yang suka diblayer-blayer” . setelah duduk ditanya, dari mna/, ia menjawab dari rumah. Lanjut percakapan ngalor ngidul yang mana disela-sela perckapan itu ada yang menarik terkait pertanyaan sekolah, yang pada intinya ditanya kenapa gak sekolah lagi, lantas si kembar menjawab dengan enteng, ngapain sekolah, toh aku tak sekolah sudah bisa mendapatkan uang, bahkan sudah bisa membeli motor tersendiri.

Dari statement itulah yang membuat aku tercengan. Bagroound dari keluarga bidin dan ripin sendiri bisa dibilah sangatlah rumit, ibunya pergi jadi TKW di arab saudi yang tidak pulang-pulang, ditambah ayah sendiri entah kemana serta yang ada Cuma simbah dan kakak-kakaknya yang sudah pada sibuk sendiri. Bisa dibilang untuk sehari-hari makan cukup, karena mengandalkan kiriman dari sang ibu yang jadi TKW, namun yang perlu digaris bawahi untuk mendidik anak tidak hanya sebatas uang, namun perlu ada perhatian yang intensif dari orang tua sendiri. Kontrol dalam setiap kegiatan haruslah ada, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, anak harus mendapat perhatian dan kasih sayang. Pola pikir anak yang tumbuh remaja perlu mendapat pendampingan khusus dari keluarga. Kita tahu sekolah bukan bengkel resmi mencetak karakter nak, melainkan keluargalah yang berperan mencetak kepribadian anak.

Cukup lengkap ketika orang tua sudah kurang mampu mengontrol anak, maka saya yakin perhatian serta kasih sayang sangatlah kurang. Bagaimana tidak, pola pikir anak yang masih belum tahu dan perlu pendampingan dan diingatkan terus-menerus secara intensif harus terus terus-menerus dan konsisten. Setiap pagi anak hars dibangunkan untuk sholat subuh, setelah itu siap-siap prepare berangkat dari mulai sarapan pagi, mandi, ganti baju serta pemberian uang saku, itu harus selalu diingatkan dan didampingi. Setelah pulang sekolah dan bermain ketika sore anak dicari untuk pulang karena sudah mau magrib, serta mandi sore, lantas siap-siap berangkat mengaji dimasjid, stelah itu pula anak pulang dipantau untuk belajar pelajaran sekolah serta pembatasan tidur malam yang terlalu larut agar tidak bangun kesiangan.

Pendampingan seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh orang tua. Apa jadinya untuk anak usia bidin dan ripin apa bila kerang mendapat perhatian dari orang tua. Saya yakin pososi sismbah yang sudah tua menjadi kndala tersendiri untuk akses pengawasan, tidak hanya itu, pastilah simbah mempunyai kesibukan yang lain. Sangat tidak heran jika orang tua belum mampu mendampingi, sedangan anak puts sekolah, it fenomena yang sangat wajar.

Pola pikir anak yang tumbuh remaja pasti sangat dipengeruhi lingkungan, oke lah kalau anak mau bergaul dengan yang sering ngaji dan kemasjid, kalau bertemu dengan teman yang suka begadang larut malam, merokok, bahkan sesekali mabuk-mabukan, anak menjadi negatif. Dengan gaya hidup yang maladaptif juga membuat anak malas berpikir pelajaran yang rumit, dengan bahasa lain menggunakan otot, tidak menggunakan otak. Itulah pola pikir praktis anak menuju remaja yang tentunya hanya butuh uang dngan kerja apapun tanpa butuh pengetahuan.

Sebenarnya jika terjadi putus sekolah seperti tidak ada yang salah, semua element salah. Itu pilihan bijak jika salaing salah-menyalahkan. Karena kita tahu memdidik anak sangatlah sangat komprehensif. Dengan keadaan bidin dan ripin yang sudah beranjak dewasa, sedangkan otak sudah mulai jarang digunakan, serta kebutuhan yang sangat mulai mendesak, maka opsi keluar sekolah dan memutuskan untuk bekerja apapun yang penting dapat uang maka tulh opsi yang sangat menjanjikan.

Motor juga butuh bensin dan perawatan, makan, uang jajan sehari-hari, hal-hal seperti itulah yang harusnya dia penuhi. Maka opsi bekerja di kapal sangatlah mendukung untuk mengkais secerca recehan. Kita tahu untuk bekerja menjadi nelayan kapal laut tidak perlu cerdas dan mempunyai ijasah tertinggi, karena nelayan kapal laut yang dibutuhkan hanyalah kekuatan otot, keberanin serta kekuatan fisik untuk menerjang lautan. Jika kesemua itu lolos, maka sangat bisa untuk menjadi anggota nelayan kapal yang berlayar sekitar tiga bulan sekali. Tidak hanya itu, pundi-pundi recehan yang didapatpun sangatlah banyak, dengan pergi tiga bulan sudah mampu membeli motor second. Logika paling mudah, bekerja tanpa banyak fmikir, namun uang yang didapat begitu banyak. Alhamdulillah begitu nikamat tuhan yang sangat berlimpah.

Bila sudah mendapatkan uang, ngapain sekolah lagi. Bener tidak pembaca ?, bahkan bidin ripin disela-sela perbincangannya berkata, “sekolah jauh-jauh bahkan tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga cari kerja”. Sangat benar, karena hibub membutuhkan uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, uang didapat dengan bekerja, jangankan yang S1, yang profesorpun juga untuk bekerja. Logika yang brilian untuk bidin dan ripin.

Bila sudah pintar mencari uang, maka otak malas untuk berfiir, itulah yang terjadi. Penegasan sekali lagi, pola pikir yang penting mendapat uang merupakan konsep praktis untuk memenuhi kebutuhan. Benar adanya, namun disini kellanjutan ceritanya, tidak hanya sebatas anak ditinggal jadi TKW, putus sekolah, kerja cari uang. Melainkan ketika ada satu kejadian sebut saja perkelahian, bidin dan ripin salah satu yang getol dan semangat untuk ikut andil bagian. Hal yang semestinya bisa diselesaikan dengan kepala dingin, malah pengennya diselesaikan dengan otot, dan dia merupakan orang yang sulit dikendalikan  pada saat itu.

Terjawab sudah ketika ada satu permasalahan bagaimana anak yang putus sekolah dengan yang tidak, dalam menanggapi suatu masalah. Sudah hal yang wajar ketia dia tumbuh remaja, orang mengetahui dia tidak ada yang diatkuti, bahkan deangan sesepuh kiai yang sangat dihormati didesa kamipun juga tidak takut. Memang tidak perlu takut kepada sesama manusia, namun ada sedikit penghormatan kepada orang yang lebih tua. Semua tahu, bila ingin hidup lebih berakhlak, maka sekolahlah. Sekolah bukan masalah mencari uang, melainkan untuk menata pengetahuan baik akal maupun hati. Jika tidak mau sekolah, tidak mau belajar dengan alam, maka mau jadi apa. Tidak sekolah, itu bukan hal salah, pengetahuan tidak hanya sebatas dalam bangku sekolah, begitun dengan bekerja, juga tidak ada yang salah, itu adalah hal yang sangat baik. Namun hidup tentunya perlu wawasan siraman ilmu untuk akal dan hati agar menjadi jika yang berbudi pekerti. Mau sampai kapan menjadi buruh di negeri sendiri. Setiap hari kita mengkonsumsi produk oarang lain bahkan bangsa asing, tidak buatan sendiri. Dijepang sudah buat kamera 20meapixel, kita sendiri masih membuat kamera dari kardus.

Inilah yang harus menjadi PR kita semua, jangan berasusmsi sekolah untuk kerja semata, namun sekolah atau belajar untuk perubahan akal perubahan hati yang lebih baik. Tidak perlu banyak uang, yang penting dalam keseharian kita cukup dan nyaman. Itulah semestinya yang kita bangun. Kalau remajanya cerdas, masyarakatnya cerdas, maka indonesia secara keseluruhan jadi negra maju, tidak negara buruh, tapi negara yang berdiri sendiri. Semua tahu, alat penangkap ikan jepang sudah modern dan canggih, kita sendiri masih menggunakan otot alias manual. Jika sabar sedikit untuk bertahan belaja, setidaknya yang bekerja pastilah mampu menggunakan akal, siapa tahu dengan ripin dan bidin lanjut sekolaahnya sampai profesor mampu menciptakan allat penangkap ikan dengan bantuan suara (misal). Maka indonesia mempunyai satu terobosan baru yang lebih mutakhir.

Penutup ini saja coretkan dari ungkpan “kamu jika tidak mampu menahan pedihnya belajar dimasa muda, maka kamu akan menuai susah dan pedihnya kebodohan dimasa tua”  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun