Terhadap naskah-naskah yang ada, saya hanya melakukan pemolesan bahasa serba sedikit alias seperlunya jika bahasa yang digunakan para penulis berpotensi mengganggu komunikasi; sementara substansi isinya tetap utuh. Tata tulis, tanda baca, kata penghubung, dan sejenisnya perlu saya perhatikan dalam penyuntingan. Paragraf yang terlalu panjang juga saya pecah menjadi dua atau tiga paragraf, guna menghindari kejenuhan pembaca. Singkatnya, tugas saya dalam penyuntingan ini hanya membantu agar pesan naskah bakal sampai pada pembaca.
Jadi begitulah, tahun baru 2016 adalah momentum emas yang membuat saya berpindah perhatian dari buku satu ke buku lain—akibat begitu kuat daya berontaknya untuk minta segera “dilahirkan”. Hingga hari ketiga, Minggu 3 Januari 2016, saya telah tersedot ke dalam permainan akrobat ini—tentu, dalam waktu tugas avokasi menulis saya. Saya menata artikel unduhan, menyuntingnya, mendokumentasikan sumbernya, mencarikan foto-foto untuk menambah refleksi, dan mengontak para penulis artikel. Hari-hari ke depan saya yakin, saya masih akan bergerak di dalam kumparan ini, hingga akhirnya semua bahan itu terajut dan menemukan takdirnya sebagai buku.
Proses kreatif, memang, sering tidak bisa ditebak ke mana juntrungnya. Tak jarang proses kreatif secara absurd mempermainkan orang yang melakoninya. Selama menggarap sebuah gagasan, terlebih karya panjang semisal buku, kita mungkin “diserang” gagasan-gagasan lain. Menulis, bagaimanapun juga, adalah proses dialog diri dan pergulatan bathin; dan di sanalah tumbuh gagasan-gagasan baru yang mungkin memperkaya gagasan yang sedang dikerjakan atau malah “menyerang” kita. Mana yang lebih kuat, itulah yang menguasai kita. Dan akrobat semacam ini telah membuat saya tersandera untuk menuntaskannya. Dalam hal ini saya terpaksa tunduk pada takdir proses kreatif saya.
Maka, mau tak mau saya harus menyelesaikan tanggungjawab saya, sebab sebenarnya sebagai penulis saya juga memikul tanggungjawab itu. Di sini taggungjawab saya ialah meladeni tantangan pemberontakan gagasan baru, dan kemudian saya akan segera kembali untuk melunasi utang saya, yakni menuntaskan buku saya yang tertunda. Itulah mengapa “pengorbanan” saya untuk mewujudkan gagasan baru—berupa buku yang Anda pegang ini—saya harapkan cukup sepadan dengan kemanfaatannya bagi Anda sebagai pembaca.
Mudah-mudahan Anda menemukan hikmah dan inspirasi yang berlimpah, dan dari sanalah Anda juga akan menebarkan virus hikmah dan inspirasi kepada ribuan pembaca Anda. Selamat membaca dan menulis untuk melunasi tanggungjawab Anda dalam ikut mencerdaskan anak bangsa. Insyaallah kelak kita akan bersua di dalam jiwa-jiwa mereka dan buku-buku mereka.*
                                            Â
Driyorejo, 11 Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H