Mohon tunggu...
Uncle Yop
Uncle Yop Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

sof.is.me

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lebaran: Pas Bersama Berbeda, Pas Berbeda Bersama

20 April 2023   20:18 Diperbarui: 20 April 2023   20:32 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran tahun ini, akan dilaksanakan berbeda lagi. Muhammadiyah sudah mengumumkan jauh-jauh hari, bahwa akan berlebaran pada Jum'at 21 April 2023, sedangkan  hasil sidang isbat hari ini (20 April 2022), menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriyah jatuh pada Sabtu 22 April 2023. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers usai sidang isbat di Kantor Kementrian Agama. Keputusan ini merujuk pada kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). 

Kriteria MABIMS menggunakan metode imkanurrukyat yang mensyaratkan tinggi Bulan minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal. Perbedaan lebaran ini terakhir terjadi pada tahun 2011, yang artinya bahwa sejak 2012 lebaran selalu dilaksanakan bersama oleh Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah.

Sebagaimana perbedaan lebaran pada tahun-tahun sebelumnya, perbedaan kali ini juga menimbulkan perdebatan di masyarakat. Yang mayoritas narasinya justru dibangun oleh pendapat bukan ahli, bukan pula ulama, atau pendapat ahli yang dinarasikan ulang oleh orang-orang bukan ahli. Yang membuat narasi perdebatannya menjadi tidak tampak, yang tampak hanyalah klaim 'buta' kebenaran masing-masing.
 
Sejatinya, ijtihad kedua kelompok dilatarbelakangi oleh narasi akademik yang kompleks. Apa yang kemudian muncul dipermukaan, hanyalah kesimpulan dengan bahasa sederhana agar bisa difahami bahkan oleh orang paling awam sekalipun. 

Maka, biarkanlah perdebatan dan diskusi terkait metode penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal menjadi ranah dialektika para ilmuan muslim dengan kajian yang komprehensif. Sebagai masyarakat, kita tidak usah turut berdebat terkait mana metode yang benar atau salah. Fa-s-alu ahla al-dzikri in kuntum la ta'lamun. Ikut saja kata ulama, pemimpin, atau tokoh masyarakat setempat untuk menentukan kapan harus berlebaran. Jika tidak puas, belajarlah, sampai menjadi ulama atau pakar agar bisa nimbrung dan berkontribusi dalam perdebatan.

Kembali lagi ke fenomena perbedaan lebaran tahun ini, sebagaimana saya singgung di awal, bahwa sejak tahun 2012, Qadarullah, lebaran selalu dilaksanakan serentak oleh dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan NU. Di saat yang sama juga, pada tahun 2012 beberapa waktu sebelum pilkada DKI Jakarta, bibit-bibit perselisihan politik mulai muncul di permukaan. Konflik horizontal telah tampak memecah belah masyarakat kita. Narasi-narasi offensif marak kita temukan di media sosial oleh dua kelompok berseberangan ini, yang kemudian hari jamak disebut sebagai kelompok cebong dan kampret.  

Saya membayangkan, apa jadinya jika dalam kurun waktu memanasnya perbedaan politik di masyarakat saat itu, perbedaan lebaran juga terjadi. Sepertinya polarisasi di masyarakat akan semakin tajam, bahkan mungkin agak sulit ditahan. 

Maka, patut sekali untuk mensyukuri, bahwa Allah menakdirkan untuk kita berlebaran bersama selama periode konflik politik dan polarisasi di masyarakat sedang tajam-tajamnya. Dua belas kali sudah kita diberi rahmat untuk merayakan bersama lebaran. Semoga, perbedaan lebaran tahun ini adalah pertanda dari langit, bahwa masyarakat Indonesia telah siap dan terbuka terhadap segala bentuk perbedaan. Atau dalam kalimat yang lebih ringkas; Pas Bersama Berbeda, Pas Berbeda Bersama.

Apalagi, tahun depan adalah tahun politik yang memungkinkan untuk memanaskan kembali perseteruan dan konflik yang ada. Bahkan perdebatan tentang isu politik identitas masih saja menjadi narasi politik utama semua kelompok yang ada. Karena, isu perbedaan sekecil apapun, akan menjadi sumber utama oknum-oknum politik nasional maupun global, untuk menglorifikasi sedemikian rupa. Tujuannya adalah untuk memecah belah umat, yang menurut saya, sebenarnya telah menguat posisi tawarnya terutama dalam satu dekade terakhir. Di kontestasi nasional maupun global.

Maka, cukuplah pendidikan politik langit selama lebih dari satu dekade terakhir, menjadikan ummat muslim di Indonesia menjadi lebih dewasa dalam berpolitik dan bernarasi di dunia digital di era modern ini. Dan satu dekade terakhir membuktikan, bahwa ummat muslim di Indonesia masih mampu bersatu untuk li i'lai kalimatillah di negeri Indonesia tercinta. Pun juga dalam menanggapi perbedaan hari raya kali ini, mari kita sama-sama menjaga persatuan di tengah perbedaan ini. Mari kita bersepakat untuk berbeda.

'Ied Mubarak 1444 Hijriah. Mohon Maaf Lahir Batin. Wa Kullu Aam wa Antum Bi Khairin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun