Mohon tunggu...
Uncle Yop
Uncle Yop Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

sof.is.me

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Minum Teh, Nanti Miskin!

19 Juni 2022   19:23 Diperbarui: 19 Juni 2022   19:42 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah seruan dari pemerintah Pakistan bagi warganya untuk mengurangi minum teh. "Secangkir dua cangkir sajalah" kata si menteri. Anjuran ini muncul akibat dari krisis yang terjadi di Pakistan beberapa bulan terakhir. Nilai tukar rupee terhadap dollar bahkan menyentuh angka terendah sepanjang sejarah.

Pakistan adalah negara pengimpor teh terbesar di dunia. Rata-rata masyarakatnya minum tidak kurang tiga cangkir teh setiap hari. Ketergantungan masyarakatnya pada teh begitu tinggi. Tak hanya itu, pasar dan toko juga diminta agar tutup lebih cepat, untuk penghematan listrik negara.  

Strategi ini secara teori tepat, meskipun tidak populer. Saat krisis, kebutuhan 'tersier dan sekunder' harus yang pertama kali dieliminasi. Penghematan menjadi kunci ketahanan masyarakat di masa paceklik ekonomi. Tak hanya di Pakistan, paska 100 hari lebih perang Rusia vs Ukraina, dunia mulai merasakan dampak krisis yang nyata. Eropa mengalami krisis energi, Mesir krisis gandum dan bahan pangan, bahkan di Amerika Serikat terjadi inflasi yang cukup tinggi.

Di Indonesia? Sejak rame-rame harga minyak goreng yang melejit dan menghilang, lalu isu pertalite yang akan naik, membuat harga-harga bahan pangan lain juga ikut naik. Pergantian menteri beberapa hari lalu belum menampakkan adanya perubahan. Malah menterinya kaget. Masyarakatpun, yang sudah terkaget-kaget oleh minyak goreng, tambah kaget karena kagetnya sang menteri. Bahkan mungkin, si kaget sendiri, ikutan kaget juga.

Teringat kisah nabi Yusuf yang di masanya terjadi krisis. Yang dimulai saat sang Raja bermimpi tujuh sapi gemuk dan tujuh sapi kurus. Yang ditafsirkan akan terjadi masa makmur tujuh tahun dan paceklik tujuh tahun. Singkat cerita, Nabi yusuf diangkat menjadi amir, lalu membuat kebijakan krisis yang taktis. Krisis teratasi, bahkan tidak sampai terjadi. Bahan pangan di masa paceklik aman, tak kekurangan satu apapun.

Fenomena global saat ini, sejak pandemi tahun 2019 lalu, ditambah perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, membuat krisis tak bisa dihindari. Setiap negara sudah menyiapkan strateginya masing-masing. Pun harusnya setiap keluarga dan indifidu. Berhemat adalah kata kunci, cukup dengan yang sedikit. Agar bahan cadangan terjaga bagi kelangsungan hidup masyarakat kita.

Bersosial, kata para filsuf dan ilmuan sosial, adalah esensial bagi manusia. Ia butuh bersosial untuk membantunya menghindari ancaman keamanan dari luar dan untuk saling berbagi peran mencukupi makanan agar tetap hidup dan bermanfaat di dunia. Jadi, menghemat adalah esensial. Ia kunci keberlangsungan kehidupan masyarakat kita kedepan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun