Bakwan panas menjadi saksi pertemuan Megawati-Prabowo Selasa kemarin, selain nasi goreng, bakmi dan beberapa tokoh politik dan pejabat tentunya. Setelah pecah kongsi pada pemilu 2014 dan terlibat persaingan politik cukup panas hingga pemilu 2019 kemarin, pertemuan keduanya di Teuku Umar kediaman Megawati tampak akrab.Â
Suasana kekeluargaan begitu terlihat, terutama saat prabowo memuji nasi goreng yang dihidangkan Megawati. Ya, nasi goreng. Bukan bakmi. Atau bakwan yang panas tadi.Â
Padahal, bakwan yang diunggah fotonya di beberapa media daring, menurut saya lebih menarik dan tidak biasa. Tidak dihidangkan dalam piring bulat dan ditumpuk seperti di warung-warung pinggir jalan yang saya temui sehari-hari, bakwan bu Mega di sajikan satu satu dalam kertas roti kukus.Â
Kemudian dihidangkan di atas piring lonjong putih bergambar daun tipis. Kontras warna putih dan coklat membuatnya semakin menggiurkan. Mungkin di rumah bu Mega, namanya berubah jadi wankus atau bakwan kukus. Bisa dipanggil kus, atau wan saja. Suka-suka lah.
Beberapa sumber mengatakan, bakwan berasal dari Tiongkok. Ini dikaitkan dengan awalan Bak yang artinya daging babi yang biasa digunakan dalam masakan-masakan mandarin. Seperti, bakso, bakmi dan bakpao. Beda dengan ketiga makanan tersebut yang relatif sama penyebutannya di semua daerah, bakwan punya julukan yang berbeda-beda.Â
Di kampung saya ia disebut pia-pia. Di Jawa Barat bala-bala. Di madiun heci. Di malang weci. Mungkin masih banyak lagi namanya di lain daerah. Ini membuktikan, bahwa bakwan adalah salah satu makanan yang paling adaptif dan pandai menyamarkan identitasnya.
Selain itu, bakwan adalah makanan yang murah meriah. Ia salah satu pilihan ibu-ibu di akhir bulan. Hanya butuh tepung dan sejumput sayuran, maka jadilah!. tak perlu ribet, cuma agak boros minyak goreng. Ia bisa dimasak dengan cetakan setengah bulat atau juga digoreng langsung. Dengan bentuk tak beraturan. Bu Mega memilih yang kedua, membiarkan bakwan membentuk dirinya apa adanya. Alasannya mungkin sebagai lambang pola hubungannya dengan Prabowo yang acak bagai tekstur bakwan. Atau sebagai pertanda, bahwa bu Mega lebih suka hubungannya dengan Prabowo berjalan alamiah, se alami pembentukan diri bakwan dalam panasnya minyak di wajan.Â
Namun, satu yang sepertinya perlu kita sepakati bersama, hadirnya bakwan dalam pertemuan tersebut bukan karena akhir bulan. Ia hadir, tak terekspos berlebih, misterius, tapi menyatukan.Â
Saya tidak tahu, dalam pertemuan itu, apa misi bakwan ini sesungguhnya. Apa yang ia rancang. Dan informasi apa saja yang sudah ia himpun, baik sebagai bala-bala, pia-pia, heci, weci atau lainnya. Terserahlah. Biar bakmi dan nasgor saja yang menjawabnya. Betul wan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H