Â
 Beberapa hari ini terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dimana sekarang rupiah sudah menyentuh nilai Rp.15.200 per dolar AS. meskipun hari ini nilai tukar rupiah sdikin bergerak naik di angka Rp. 15.180,65 per dolar AS(https://kursdollar.net/).Namun hal tersebut sangat memprihatinkan. Tetapi menurut Ibu Sri Mulyani, nilai tukar tersebut masih termasuk wajar dan aman. Padahal dalam kenyataanya negara sangat dirugikan dengan kenaikan dolar tersebut.
Menurut Pengamat Ekonomi Sumsel dari Unsri, Yan Sulistiyo mengatakan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar ini akan mengoreksi semua harga yang mendukung kehidupan masyarakat.(palembang.tribunnews.com). Kenaikan harga dolar ini akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak yang nantinya akan berimbas pada semua lini masyarakat, termasuk harga  bahan pokok dan listrik.
Namun hal tersebut tidak lantas berpengaruh langsung terhadap harga kebutuhan pokok (sembako) di pasar tradisional. Seperti pengamatan penulis, di pasar induk Semuli Raya. Kenaikan dolar terhadap rupiah tidak terlalu berpengaruh terhadap harga kebutuhan pokok seperti cabai,bawang merah dan bawang putih juga beras. Rata-rata tidak ada kenaikan. Malah seperti tomat dan bawang putih mengalami penurunan harga antara Rp.2.000-Rp.3.000/kg.
Menurut Pak Muslih(49 tahun) selaku pejual sembako, bahwa kenaikan dolar tidak berpengaruh apa-apa terhadap harga-harga sembako. Malah cenderung terjadi penurunan harga.Â
Menurutnya, harga sembako dan sayuran serta komoditas palawija lebih terpengaruh oleh cuaca dan distribusi dari produsen atau petani sampai pasar daripada terhadap dolar.Â
Sebagai contoh jika musim hujan dan banjir, maka harga-harga  naik karena terjadi ketelatan pengiriman barang serta terjadinya gagal panen sehingga terjadi kelangkaan barang. Sebagai contoh bawang merah brebes sekarang cenderung stabil saat musim kemarau seperti ini.Â
Namun berbeda jika musim hujan yang berkepanjangan, biasanya tanaman bawang terjadi pembusukan atau terjadi banjir sehinga gagal panen, hal tersebut yang menyebabkan kenaikan harga.
Berbeda lagi menurut Vika(26 tahun) selaku penjual alat-alat elektronik. Menurutnya harga-harga alat elektronik sangat tergantung terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar, itu dikarenakan  alat elektronik merupakan barang-barang impor. Dimana barang-barang  tersebut sangat terpengaruh terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar.Â
Tak berbeda menurut Maskan(55 tahun) bahwa harga elektronik merangak naik. Sebagai contoh harga mesin cuci yang bulan lalu harga Rp.2.750,000,- per unit. Namun bulan ini tiap minggu belanja, melalui sales terjadi kenaikan harga antara Rp. 50.000 -Rp. 75.000 per unit. Juga untuk beberapa jenis alat elektronik seperti freezer dan televisi layar datar juga mengalami kenaikan harga yang signifikan.
 Memang kenaikan harga tidak lantas langsung naik tinggi. Namun menurut Pak Supri(41 tahun) yang juga penjual alat-alat  elektronik. Harga jual sekarang terkadang tak sesuai untuk bisa buat belanja lagi. Karena harga jual terkadang lebih rendah dibanding saat belanja kembali.Â
Disamping harga yang merangkak naik, ketidakpastian nilai tukar menyebabkan harga pun tidak bisa diprediksi. Hal tersebut diperparah lesunya minat beli konsumen. Â
Pembeli pun enggan membeli barang elektronik baru. Hal tersebut disebabkan musim kemarau panjang sehingga masa paceklik pun datang sehingga turut serta menurunkan minat beli konsumen. Sebagai akibatnya memperparah terjadinya  kelesuan pasar.
Saat ini  meskipun dolar terjadi kenaikan, namun harga-harga komoditas ekspor seperti karet atau pun kopi tak mengalami kenaikan harga yang signifikan.Â
Bahkan cenderung stabil. Padahal menurut Pak Romi(44 tahun)sebagai penyadap getah karet, Â biasanya harga karet mengalami kenaikan jika nilai tukar dolar naik. N
amun saat ditemui penulis di Pasar Semuli Raya. Beliau cerita jika harga karet tidak ada perubahahan harga. Sebagai contoh jika minggu ini naik Rp. 200 per kilo, minggu depan sudah turun lagi. Untuk harga karet mingguan hanya berkisar harga Rp.6.000 -- Rp.6.200,-/kg ditangan tengkulak, dan untuk harga karet setengah bulanan hanya berkisar harga Rp. 7.000 -- Rp.7.100,-/kg.Â
Sangat berbeda dengan krisis yang terjadi beberapa tahun yang lalu dimana harga karet bisa mencapai harga Rp.20.000/kg. Hal tersebut sangat menguntungkan bagi petani karet.
Kembali lagi penulis mencoba menelusuri beberapa pedagang di Pasar Semuli Jaya. yang memiliki jarak sekitar 7 km dari pasar induk sebagai bahan perbandingan, lagi-lagi penulis menemukan kesamaan kesaksian para pedagang. Menurut Bu Yatinem(50tahun) penjual sayuran dan sembako, mengatakan harga-harga  tidak ada kenaikan malah cenderung mengalami  penurunan.Â
Namun berbeda bagi penjual ayam potong. Menurut Pak Joko(42 tahun),kenaikan dolar terhadap rupiah sangat berpengaruh signifikan terhadap harga ayam potong, menurutnya kenaikan harga ayam potong umumnya terjadi  saat  menjelang puasa atau lebaran serta  hari-hari besar keagamaan.Â
Namun saat dolar naik seperti ini, juga berpengaruh terhadap harga ayam potong. ditingkat pengecer seperti mereka dolar naik atau turun tidak berbeda,keduanya akan membuat harga ayam potong di pasaran terjadi fluktuasi.
Untuk pedagang sayur seperti kangkung dan bayam sama sekali tidak terpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar.Menurut Bu Alif(25tahun), malah sekarang harganya turun dari harga Rp.2.500/ikat, sekarang harganya hanya Rp.700 -- Rp.1.000 /ikat.Â
Penurunan harga sayuran sekarang ini disebabkan musim kemarau panjang sehingga  tanaman palawija dan padi tidak bisa tumbuh baik, sehingga banyak petani yang memilih menanam sayuran dimana perawatan yang lebih mudah dan jangka panen yang singkat sehingga banyak yang memanfaatkan lahan kering atau sawah yang tidak bisa ditanami. Sehingga mereka beramai-ramai menanam sayuran.Â
Hal tersebut berakibat melimpahnya sayuran di pasar. Sehingga harga sayuran jatuh. Hal itu sebagai bukti harga sayuran tak terpengaruh sama sekali terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Namun untuk pegawai atau pekerja tenaga kerja indonesia di luar negri sangat terpengaruh terhadap nilai tukar dolar terhadap rupiah. Sebab pada umumnya nilai tukar mata uang asing sangat terpengaruh terhadap nilai tukar dolar AS.Â
Oleh karena itu pendapatan TKI akan cenderung naik saat dikonversi terhadap rupiah. Hal itu disebabkan upah di negara tempat mereka bekerja tetap namun saat ditukar  kedalam rupiah  terjadi selisih yang tinggi.Â
Hal tersebut membuat upah tenaga kerja terhadap rupiah terjadi kenaikan disebabkan selisih nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah.
Intinya, dari pengamatan penulis, masyarakat kecil tidak terlalu terpengaruh terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Mereka umumnya tidak peduli apakah dolar naik atau rupiah  melemah. Karena bagi mereka perubahan nilai tukar dolar adalah urusan pemerintah.Â
Itulah kurangnya informasi masyarakat kecil sehingga menyebabkan ketidakperdulian terhadap perubahan ekonomi makro negara yang sesungguhnya sangat berpengaruh terhadap sektor-sektor lain dari tingkat nasional hingga mayarakat kecil.
Penulis
Mubasir Arwani
Mahasiswa semester 5 Prodi  Ekonom Islam
Fakultas Syariah
 Institut Agama Islam Agus Salim Metro
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H