Mohon tunggu...
Muhammad Syahrul Mubarok
Muhammad Syahrul Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tidak ada Kata Kata pada hari ini, sesungguhnya yang ada hanyalah kisah nyata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Patogenesis Virus dan Epidemiologi Penyakit Viral

30 November 2022   00:59 Diperbarui: 30 November 2022   01:11 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

1. Latar Belakang

Patogenesis   virus   adalah   proses   yang   terjadi   ketika   virus   menginfeksi   inang. Patogenesis penyakit adalah suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang menyebabkan manifestasi penyakit pada penjamu. Sebuah virus bersifat patogenik terhadap pejamu tertentu jika   dapat   menginfeksi   dan   menyebabkan   tanda-tanda   penyakit   pada   penjamu   tersebut.

Sebuah   strain   virus   tertentu  lebih   virulen   dibanding  strain   lainnya  jika  ia   secara  umum menyebabkan penyakit yang lebih berat pada penjamu yang peka. Virulensi virus pada hewan yang tidak mengalami luka sebaiknya tidak dikacaukan dengan patogenisitas untuk sel yang dapat dikultur, virus sangat sitosidal secara in vitro, mungkin tidak berbahaya secara in vivo dan sebaliknya, virus non sitosidal mungkin menyebabkan penyakit berat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit. Pengertian Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang berarti pada atau tentang, Demos yang berarti penduduk dan kata terakhir adalah Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. 

Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinan masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta determinasinya (faktor-faktor yang mempengaruhinya).

Pengetahuan dasar mengenai patogenesis virus dan epidemiologi penyakit viral penting diketahui untuk keperluan studi mendalam mengenai proses patogenesis virus yang terjadi yang juga menyangkut dengan proses epidemiologi penyakit viral itu sendiri serta untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kewaspadaan terhadap penyakit yang timbul akibat dari patogenitas suatu virus.

2.  Patogenesis virus

Patogenesis merupakan mekanisme invasi bermultiplikasi di jaringan induk semang menyebabkan eskalasi penyakit. Patogenesis virus adalah istilah yang umumnya menggambarkan proses dimana infeksi virus menyebabkan penyakit. Namun, virus dapat berkisar dari virus RNA (misalnya, flavivirus seperti virus dengue) hingga virus DNA besar (misalnya, virus herpes dan poxvirus), yang semuanya berinteraksi dengan inang dengan cara unik untuk mendorong proses penyakit yang disebabkan oleh virus (Heise, 2014). Patogenesis virus dapat menyebabkan munculnya penyakit klinis maupun subklinis. 

Namun, patogenesis setiap virus dan penyakit yang terkait memiliki aspek beragam. Ada beberapa tahapan umum dalam siklus hidup virus/proses penyakit yang dibagi antara semua virus patogen, dan pertimbangan proses umum ini dapat digunakan untuk mengilustrasikan beberapa konsep kunci dalam patogenesis virus. Misalnya, karena virus adalah patogen intraseluler obligat yang tidak mampu bereproduksi di luar sel inang yang permisif, virus harus berhasil masuk ke sel target untuk menyebabkan penyakit (Heise, 2014).  Patogenesis penyakit sangat terkait dengan sifat virus, sifat host, penyebaran virus dalam tubuh host, ekskresi virus, dan lingkungan.

2.1. Sifat virus patogen dan virulensi

Patogen adalah virus yang menyebabkan penyakit dan kerusakan pada inang. Pada abad-19 saat era teori germ, banyak mikroba patogen utama yang dienkapsulasi menunjukkan bahwa ada perbedaan mendasar antara mikroba patogen dan non-patogen. Namun, diketahui bahwa mikroba dapat dilemahkan sifat patogenitasnya di laboratorium, tetapi virulensi dapat dipulihkan dengan cara masuk ke inang, menunjukkan bahwa mikroba yang sama dapat ada di keadaan patogen dan non-patogen (Pirofski, et al. 2012).

Dalam beberapa kasus, respons patologis yang ditimbulkan oleh virus meningkatkan efisiensi penyebaran atau perbanyakannya dan karenanya jelas memiliki keuntungan selektif untuk patogen. penyebaran langsung virus dari inang yang terinfeksi difasilitasi (Alberts, 2002).

Virulensi ditentukan oleh kemampuan mikroorganisme untuk menyebabkan penyakit pada inang. Virulen adalah virus yang ganas dan dalam jumlah kecil sudah mampu menginfeksi dan menyebabkan penyakit. Avirulen adalah virus yang tidak dapat menyebabkan penyakit. Contoh virulen adalah ketika, saliva individu yang terinfeksi membawa virus yang bersifat virulen dan dapat menimbulkan penyakit pada individu lain yang berkontak langsung individu tersebut. 

Virus memiliki sejumlah mekanisme virulensi berbeda yang membantu menghindari pertahanan inang, memasuki sel inang, dan menonaktifkan atau melisiskan sel inang. Kekebalan mukosa dapat melindungi oleh sejumlah komponen dalam tubuh. Mekanisme virulensi terus berkembang dan ditransfer di antara mikroorganisme yang berbeda melalui proses yang dikenal sebagai transfer gen lateral atau horizontal (Carl, 2016). Virulensi virus sangat tergantung dari genetik dan strain virus,  Jumlah virus yang menginfeksi (dosis), rute inokulasi, serta umur dan genetik inang.

Meskipun patogenisitas dan virulensi hanya dapat bermanifestasi pada inang yang rentan, patogenisitas adalah variabel terputus-putus, yaitu ada atau tidaknya patogenisitas, sedangkan virulensi adalah variabel kontinu, yaitu ditentukan oleh jumlah kerusakan atau penyakit yang terjadi. Virulensi adalah istilah relatif karena virulensi selalu diukur relatif terhadap virus lain (misalnya, strain yang dilemahkan, atau virus yang berbeda). Patogenisitas dan virulensi merupakan variabel mikroba yang hanya dapat diekspresikan dalam inang yang rentan dan bergantung pada variabel inang (Pirofski, et al. 2012).

2.2 Sifat Host

Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahn yang membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan kematian pada sel yang diinfeksinya. 

Sebagai agen pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel tersebut secara permanen. Perubahan yang diakibatkannya tidak membahayakan bagi sel atau bahkan bersifat menguntungkan. Dalam beberapa kasus, virus dapat bertindak sebagai agen penyakit atau sebagai agen pewaris sifat tergantung dari sel-sel inangnya dan kondisi lingkungan. Menurut (Ismah, 2018), Host yang dapat terinfeksi virus tergantung dari:

a. Resistensi: kemampuan dari host untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, hewan mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya. 

b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non-ilmiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri. 

c. Infektifnes (infectiousness): potensi host yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh hewan dapat berpindah kepada hewan lain maupun manusia dan sekitarnya.

Agar virus dapat menginfeksi dan menyebarkan infeksi kepada host tergantung dari:

a. Infektivitas: kesanggupan dari virus untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dari host untuk mampu tinggal dan berkembangbiak (multiply) dalam jaringan host. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu mikroorganisma untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap hostnya. Dosis infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal virus yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. 

b. Patogenesis: kesanggupan virus untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada host yang diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah host yang terinfeksi. 

c. Virulensi: kesanggupan virus tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi virus menunjukkan beratnya (severity) penyakit. 

d. Toksisitas: kesanggupan virus untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis. 

e. Invasitas: kemampuan virus untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan. 

f. Antigenisitas: kesanggupan virus untuk merangsang reaksi imunologis dalam host. Beberapa virus mempunyai antigenisitas lebih kuat dibanding yang lain. Contohnya jika menyerang aliran darah (virus measles) akan lebih terangsang immuno response dari yang hanya menyerang permukaan membran (gonococcus). 

2.3 Pintu Masuk Virus

  1. Saluran Pencernaan 

Pintu masuk virus  ke dalam saluran pencernaan merupakan rute umum yang dilewati virus. Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup efektif untuk menjadi sarana penyebaran mikroba patogen ke host, yaitu melalui pintu masuk (port d'entre) saluran cerna. Di saluran pencernaan terdapat getah pencernaan seperti asam lambung (HCl) yang membentuk kondisi sekitarnya menjadi asam, garam empedu (bile salt) yang membawa suasana netral sampai sedikit basa, diproduksi senyawa anti bakteri, dan ada gerakan peristaltik usus di mana jika virus tidak mampu melekat akan terlempar oleh gerakan usus tersebut.

Virus yang tidak memenuhi syarat tersebut di atas tidak mungkin melakukan mekanisme penyebaran infeksi di saluran pencernaan. Virus yang melewati rute pencernaan ini juga harus tahan terhadap enzim protease karena enzim protease berfungsi untuk mencerna serpihan-serpihan yang tidak diinginkan dalam darah seperti bakteri dan virus. Jadi, virus yang tidak tahan enzim protease akan mudah rusak dan tidak bisa menyebarkan infeksi. Contoh virus yang masuk melalui rute saluran pencernaan adalah reovirus, rotavirus, dan enterovirus.

  1. Saluran Pernafasan 

Saluran pernapasan merupakan rute masuk paling sering yang dilalui virus. Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila host menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-5 m (<5 m) (aerosol) yang mengandung virus penyebab infeksi. Virus tersebut akan terbawa aliran udara >2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber mikroba. Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 m yang dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkoskopi, melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak <2 m dan mengenai mukosa atau konjungtiva. 

Virus yang melalui pintu masuk saluran pernapasan harus mampu menghalau mukus, IgA (immunoglobulin A), dan macrophage. Contoh virus yang rutenya melalui saluran pernapasan adalah virus corona, common cold, influenza, dan respiratory syncitial virus (RSV).


  1. Kulit
    Virus masuk ke dalam sel-sel mukosa melalui (mikro) lesi. Pada kulit dapat terjadi melalui gigitan Artropoda dan beberapa vektor yang lain.Seperti vektor nyamuk ,vektor lalat,gigitan hewan lesi ringan dan injeksi jarum suntik. Sebagian virus yang masuk melalui mukosa menimbulkan kelainan setempat seperti virus herpes simplex, virus papilloma, virus Orf dan sebagainya. Lebih umum terjadi kelainan kulit sebagai akibat penyebab sistemik virus.Kulit yang utuh merupakan barier fisik karena adanya kelenjar lemak, enzim dan kelenjar keringat

  2. Conjunctiva
    Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah melawan infeksi secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal dan kelenjar meibom berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata. Jaringan ikat di sekitar mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang melindungi mukosa okular. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk proses pertukaran dan produksi air mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba dan iritan ke permukaan mata.infeksi melalui konjuctiva ini kebanyakan bersifat lokal seperti virus ND dan virus herpesvirus.Saat menginfeksi,virus harus tahan terhadap airmata ,mukus dan protease.

  3. Urogenital 

Penularan virus bisa dalam berbagai cara, salah satunya melalui urogenital. Penyebaran melalui urogenital bisa melalui kawin alam dan inseminasi buatan pada hewan besar. Pada sapi, virus yang sudah tersebar akan menginfeksi epitel dan akan menimbulkan lesi lokal seperti Infectious Pustular Vulvovaginitis(IPV). Virus menginfeksi jaringan lokal dan menyebar melalui neuron seperti penularan pada virus herpesviridae yang menyebabkan penyakit Herpes.

  1. Plasenta / Uterus / Oviduct

Virus dapat menular ke mana saja dan dimana saja dan akan bekerja tergantung reseptor. Salah satu cara penularan virus yaitu melalui Plasenta / Uterus / Oviduct yang ditularkan vertikal dari induk kepada anak / telur dewasa. Ada beberapa contoh penularan melalui Plasenta / Uterus / Oviduct secara vertikal seperti virus Infectious Pustular Vulvovaginitis(IPV) pada sapi dan Chiken Anemia yang menyebabkan penurunan berat badan, imunosupresi sementara, dan peningkatan kematian pada ayam

2.4. Kerusakan Sel 

Kerusakan sel (Destruksi) merupakan gangguan fisiologis atau patologis yang disebabkan oleh kerusakan jaringan atau organ. Destruksi menimbulkan gejala klinis umum yaitu peningkatan suhu tubuh dan gangguan pola makan (anoreksia) (Suwarno,2018). Setelah gejala klinis umum, kerusakan sel juga diikuti dengan penyebaran virus secara primer (viremia primer) sebagai fase infeksi awal virus melalui aliran darah serta berlangsung dalam 4-6 hari setelah infeksi (Kemala, 2021). 

Setelah viremia primer, fase kedua adalah fase penyebaran virus secara sekunder (Viremia sekunder) sebagai fase virus mulai menyerang organ target secara spesifik dengan mengubah susunan DNA dari sel tersebut dan/atau merusak sel tersebut untuk berkembang biak (Heni, 2019). Kerusakan sel ini mengakibatkan hewan sembuh apabila hewan tersebut memiliki imunitas yang baik, infeksi subklinis, dan infeksi akut (Suwarno, 2018)

2.5. Jenis infeksi

  1. Infeksi Subklinis

Infeksi subklinis merupakan infeksi yang terjadi apabila jumlah sel virus tidak cukup banyak untuk menimbulkan penyakit. Hal tersebut membuat virus tidak dapat mencapai organ target. Infeksi ini dapat terjadi pada penyakit yang bersifat imunosupresif. 

Infeksi subklinis tidak dapat terlihat secara kasat mata sehingga infeksi ini membutuhkan uji laboratorium dalam membuktikan adanya virus yang menginfeksi pada hewan tersebut (Tarigan, 2015). Virus H5N1 merupakan contoh virus yang menginfeksi secara subklinis (Oagay et al., 2022).

  1. Infeksi akut

Infeksi akut merupakan infeksi yang terjadi dengan menunjukkan gejala dalam waktu yang pendek yang ditandakan dengan kemunculan penyakit secara tiba tiba (Suwarno, 2018) Kemunculan gejala yang muncul secara mendadak merupakan pembeda jenis penyakit akut dengan penyakit kronis. Virus yang menyerang organ pernafasan pada umumnya menginfeksi secara akut seperti virus Covid-19 (Purnawaman.S,2021).

2.6. Penyebaran Virus Dalam Tubuh Host

Virus mampu berkembang dalam tubuh ketika ia menemukan inang yang tepat untuk berkembang biak. Virus tidak mengandung ribosom, sehingga ia tidak dapat memproduksi protein. Kondisi ini yang membuat virus tidak dapat berkembang secara mandiri. Setelah memasuki sel inang, virus membajak sel dengan melepaskan materi genetik dan protein yang dimilikinya ke dalam inang. Saat ia berada di inang yang tepat, maka virus dapat berkembang biak dan membuat jumlah virus semakin banyak.

Kondisi ini membuat virus terus bereplikasi dan menghasilkan lebih banyak protein virus dibandingkan protein biasa yang dihasilkan oleh sel tubuh. Ada beberapa cara proses masuknya virus ke dalam tubuh, seperti sentuhan, percikan air liur, kontak langsung dengan pengidap infeksi virus, cairan tubuh, makanan atau minuman terkontaminasi, hingga proses persalinan.Setelah bereplikasi pada tempat infeksi virus akan menyebar secara sistemik ke jaringan / organ lain.Penyebaran virus dibagi menjadi 4 penyebaran yaitu sebagai berikut 

1.Penyebaran Lokal

Pada penyebaran lokal virus akan bereplikasi ditempat pintu masuk dimana virus tersebut menginfeksi,penyebaran virus lokal ini seperti halnya atau untuk contoh virus herpes ketika menginfeksi 

2. Penyebaran Sistemik
Pada penyebaran sistemik virus setelah melakukan replikasi pada tempat infeksi maka kemudian akan menyebar ke jaringan atau organ lain melalui aliran darah seperti contoh virus Equine encephalitis

3.Penyebaran Melalui Sistem Limfatik
Sistem limfatik berperan penting dalam membentuk kekebalan atau imunitas tubuh. Di dalam ini sistem ini, terdapat berbagai organ yang bertugas untuk menghasilkan, menyimpan, dan menyebarkan sel darah putih ke berbagai bagian tubuh guna melawan kuman penyebab penyakit Infeksi yang diakibatkan oleh virus, bakteri, jamur, dan parasit dapat memicu perlawanan dari sistem kekebalan tubuh, termasuk kelenjar getah bening.Kondisi ini bisa menyebabkan peradangan kelenjar getah bening atau limfadenitis.

4. Penyebaran melalui saraf

Sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan saraf tulang belakang juga bisa terinfeksi virus. Beberapa tipe virus yang menginfeksi sistem saraf pusat yaitu herpes simplex tipe 2 (HSV-2), varicella-zoster, enterovirus, arbovirus, dan poliovirus.Virus yang menginfeksi sistem saraf dapat menular melalui berbagai cara dan memicu sejumlah penyakit. Sebagai contoh, enterovirus menyebar melalui percikan ludah ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk. Sedangkan arbovirus menular melalui gigitan serangga, seperti nyamuk atau kutu.


2.7 Shedding virus

Shedding merupakan peristiwa keluarnya virus dari tubuh host/inang berdampak terhadap penularan pada hewan/manusia yang sehat. Viral shedding adalah proses dimana tubuh mengandung partikel virus kemudian partikel virus tersebut menyebar ke lingkungan dan menularkannya ke orang lain, dapat melalui batuk, bersin, berbicara, makan, dan saat menghembuskan nafas. Penularan dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal. Penularan secara horizontal merupakan penyebaran virus yang terjadi diantara komponen lingkungan (baik organisme hidup maupun benda mati) yang tidak memiliki hubungan antara orang tua dengan anak atau hubungan kekeluargaan.

Penularan vertikal merupakan penyebaran virus yang terjadi karena adanya perpindahan agen dari ibu atau induk kepala janin yang dikandungnya. Rute dari penularan/penyebaran virus juga dapat dibedakan berdasarkan metode kontak antara sumber infeksi (pembawa virus) dan inang yang peka tidak harus berada pada tempat yang sama. Metode penularan yang pertama adalah penularan secara langsung.

Penularan secara langsung dapat terjadi yang pertama adalah melalui kontak fisik, Ketika individu bersentuhan dengan individu yang lainnya yang peka, agen infeksi dapat berpindah. Rute ini meliputi sentuhan pada kulit, luka terbuka maupun melalui hubungan seksual.Selain kontak fisik percikan pernafasan dapat menjadi sarana penyebaran virus secara langsung terutama pembawa virus berada pada satu tempat yang sama dengan individu yang peka, atau individu yang terinfeksi berada dekat dengan individu peka.

Metode berikutnya adalah secara tidak langsung. Penyebaran virus secara tidak langsung dapat terjadi melalui udara, virus terbang terbawa oleh angin dan menempel pada individu yang peka. Selain melalui udara penyebaran virus secara tidak langsung dapat terjadi melalui transmisi fekal-oral. Rute ini terjadi Ketika patogen dalam partikel tinja seseorang berpindah ke mulut orang lain. 

Kurangnya sanitasi yang memadai seperti buang air kecil dan air besar dan praktik kebersihan yang menjadi faktor utamanya.Kemudian vektor, penularan virus dapat terjadi melalui vektor, yaitu organisme biasanya arthropoda yang membawa agen infeksi tetapi tidak ikut tertular penyakit. Metode penyebaran secara tidak langsung yang terakhir adalah melalui benda yang terkontaminasi. Penyebaran virus (shedding virus) dipengaruhi oleh panas/iklim, sinar UV, pH lingkungan, dan bahan kimia (disinfektan). 

3. Epidemiologi penyakit viral

3.1 Definisi Epidemiologi

Epidemiologi adalah metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi sumber atau penyebab suatu penyakit, cidera, cacat atau kematian dalam suatu kelompok/koloni.

3.2 Infeksi Persisten

Infeksi persisten terjadi karena tubuh tidak dapat membersihkan patogen setelah awal infeksi. Infeksi persisten ditandai dengan adanya agen penginfeksi secara terus-menerus, sering kali sebagai infeksi laten yang berulang kali kambuh sebagai infeksi aktif. Ada beberapa virus yang mengakibatkan infeksi persisten dengan menginfeksi sel-sel tubuh yang berbeda. Beberapa virus yang sekali masuk tidak pernah meninggalkan tubuh.

Contohnya adalah virus herpes yang cenderung bersembunyi saraf dan menjadi aktif dalam keadaan tertentu. Contoh dari infeksi persisten adalah Infeksi persisten dengan tipe onkogenik yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) adalah penyebab 5% kanker yang terjadi di seluruh dunia HPV menyebabkan kanker serviks, dimana merupakan kanker terbesar ke empat yang umum terjadi pada wanita, diperkirakan sekitar lebih dari 265.000 kematian dan 528.000 kasus baru terjadi pada tahun 2012.

3.3 Wabah 

Wabah adalah penyebaran penyakit yang meluas di suatu wilayah tertentu dan mempengaruhi sebagian besar populasi daerah tersebut dan mengacu pada penyebaran penyakit. Penyakit yang menyebar dan menjangkiti lebih dari biasanya di satu wilayah, tetapi bisa juga menyebar ke wilayah lain. Untuk menentukan adanya wabah perlu adanya batasan yang jelas tentang wilayah dan kapan terjadinya peningkatan kasus. Wabah dapat terjadi atau terjadi ketika agen dan inang yang rentan hadir bersamaan dalam jumlah yang cukup dan agen tersebut dapat ditransmisikan secara efisien dari sumber ke inang yang rentan. 

Secara khusus, wabah dapat terjadi karena meningkatnya jumlah agen, masuknya agen ke dalam lingkungan yang belum pernah terjadi terkontaminasi sebelumnya, sertamengubah kerentanan respons inang terhadap agen dan/atau faktor patogen lain yang meningkatkan paparan inang.

3.4 Sporadis

Dalam epidemiologi, sporadis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada penyakit yang jarang terjadi secara tidak teratur atau kadang-kadang dari waktu ke waktu di beberapa tempat terpencil tanpa pola temporal atau spasial yang terlihat, berlawanan dengan pola epidemik atau endemik yang dapat dikenali. Karena kasus sporadis tidak harus berbagi satu sumber kontaminasi umum yang spesifik, sinyal epidemiologis dari sumber tunggal manapun dijabarkan, membuat perbedaan risiko yang sebenarnya lebih sulit dideteksi (Fullerton, et al. 2012).

3.5 Enzootik atau Endemik

Penyakit enzootik selalu ada pada populasi hewan, tetapi biasanya hanya menyerang sejumlah kecil hewan pada satu waktu. Salah satunya adalah Enzootic Bovine Leukosis (EBL). EBL merupakan penyakit virus yang menyerang sapi, ditandai dengan limfositosis persisten atau limfosarkoma atau keduanya. Penyebab epidemiologi EBL adalah bovine leukosis virus (BLV). Penyakit menjadi enzootik atau endemik ketika penyakit tersebut secara konsisten hadir, tetapi terbatas pada wilayah tertentu. Hal ini membuat penyebaran penyakit dan tingkat dapat diprediksi. Malaria adalah salah satu penyakit yang dianggap endemik di negara dan wilayah tertentu.

3.6 Epizootik atau Epidemik

Epizootik adalah wabah epidemi penyakit pada populasi hewan, seringkali dengan implikasi yang dapat meluas ke manusia. Penyakit dikategorikan epizootik saat penyakit itu mewabah ke lebih dari satu wilayah/negara dengan tingkat penyebaran cepat dan sulit diprediksi. Epidemi juga berarti peningkatan jumlah kasus, biasanya kasus kesehatan, melebihi jumlah normal yang biasanya terjadi. 

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menggambarkan epidemi/epizootik sebagai peningkatan tak terduga dalam jumlah kasus penyakit di wilayah geografis tertentu seperti cacar, campak, dan polio adalah contoh utama epidemi. Penyakit epidemik tidak harus menular. Flu west nile juga dianggap sebagai epidemi oleh beberapa negara

3.7 Panzootik atau Pandemi

Panzootik atau pandemi mengacu pada epidemi skala besar yang melibatkan penyebaran penyakit lintas benua atau bahkan seluruh dunia secara ekstensif. World Health Organization (WHO) menyatakan pandemi ketika pertumbuhan penyakit bersifat eksponensial. Ini berarti tingkat pertumbuhan meroket, dan kasus setiap hari tumbuh lebih dari hari sebelumnya. Saat dinyatakan sebagai pandemi, virus tersebut tidak ada hubungannya dengan virologi, kekebalan populasi, atau tingkat keparahan penyakit. Artinya, virus mencakup area yang luas, mempengaruhi beberapa negara dan populasi. Contohnya adalah pandemi yang disebabkan virus H1N1 serta SARS-CoV2.

3.8 Segitiga epidemiologi

Triad atau segitiga epidemiologi adalah model gambaran untuk penyakit menular. Triad terdiri dari agen eksternal, inang yang rentan, dan lingkungan yang menyatukan inang dan agen. Dalam model ini, penyakit dihasilkan dari interaksi antara agen dan host yang rentan dalam lingkungan yang mendukung penularan agen dari sumber ke inang tersebut. Dua cara menggambarkan model ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Agen, inang, dan faktor lingkungan saling berhubungan dalam berbagai cara yang kompleks untuk menghasilkan penyakit.

Penyakit yang berbeda membutuhkan keseimbangan dan interaksi yang berbeda dari ketiga komponen ini. Pengembangan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang tepat, praktis, dan efektif untuk mengendalikan atau mencegah penyakit biasanya membutuhkan penilaian dari ketiga komponen dan interaksinya. Keseimbangan dari segitiga epidemiologi diatas akan mempengaruhi status kesehatan. Berlaku untuk penyakit menular maupun tidak menular.

REFERENSI

Pirofski, La., Casadevall, A. 2012. Q&A: What is a pathogen? A question that begs the point. BMC Biol. 10, 6.

Carl A. Batt. 2016.  Virulence. Reference Module in Food Science.  Elsevier. Biochimica et Biophysica Acta 1858 (2016) 526–537.

Alberts B, Johnson A, Lewis J. 2002. Molecular Biology of the Cell. 4th edition. New York: Garland Science.

Devi, HS. Tanpa Tahun. Definisi Patigen Virus. Diakses pada 26 November 2022: https://www.scribd.com/document/374471584/Definisi-Patogenesis-Virus 

Fullerton KE, Scallan E, Kirk MD, Mahon BE, Angulo FJ, de Valk H, van Pelt W, Gauci C, Hauri AM, Majowicz S, O'Brien SJ. 2012. Case-control studies of sporadic enteric infections: a review and discussion of studies conducted internationally from 1990 to 2009. Foodborne Pathog Dis. (4):281-92

Epidemic, Endemic, Pandemic: What are the Differences?. 2021. GLOBAL HEALTH, INFECTIOUS DISEASE, PUBLIC HEALTH EDUCATION. Diakses pada 27 November 2022: https://www.publichealth.columbia.edu/public-health-now/news/epidemic-endemic-pandemic-what-are-differences 

Oagay, M. O. M., Suartha, I. N., & Mahardika, I. G. N. K. (2022). Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5n1 pada Entok di Peternakan Pt. Epikur, Tabanan, Bali. Buletin Veteriner Udayana, 158, 452. https://doi.org/10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p02 

Tarigan, S. (2015). Subclinical Infection by Avian Influenza H5N1 Virus in Vaccinated Poultry. Indonesian Bulletin of Animal and Veterinary Sciences, 25(2). https://doi.org/10.14334/wartazoa.v25i2.1144 

Health Assessment and Management resource for Species at Risk in British Columbia. Scientific Figure on ResearchGate. [Diakses pada 27 Nov 2022]  https://www.researchgate.net/figure/Classical-triad-representing-the-interrelationship-between-host-agent-and-environment_fig2_242132777

Ismah, Z. (2018). Bahan Ajar Dasar Epidemiologi.

PURNAMAWAN, N. (2021). Kadar Immature Platelet Fraction Dan Luaran Sindrom Koroner Akut Yang Disertai Pneumonia Coronavirus Disease-19 (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin). http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/5355/2/C116215204_tesis%201-2.pdf 

Suwarno, S. (2018). Patogenesis dan Epidemiologi Penyakit Virus. Departemen Mikrobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya

Center for Disease Control and Prevention. Lesson 1: Introduction to Epidemiology. Section 8: Concepts of Disease Occurrence. Diakses pada: 27 Novermber 2022. https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson1/section8.html 

Heni, H. (2019) Begini Tahapan Cacar Air Menurut Fase Perkembangan Virusnya di Tubuh: https://www.orami.co.id/magazine/begini-tahapan-cacar-air-menurut-fase-perkembangan-virusnya-di-tubuh 

Kemala, F, et Al (2021) Waspadai Penyebab Cacar Air dan Berbagai Faktor Risikonya. https://hellosehat.com/infeksi/herpes/penyebab-cacar-air/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun