Mohon tunggu...
Mubarok
Mubarok Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Mahasiswa Juga

LAHIR DAN BESAR DARI KELUARGA SEDERHANA, MENCOBA MENJADI MANUSIA YANG BERMANFAAT

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menakar Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak di Era Kekinian

7 Agustus 2018   15:05 Diperbarui: 7 Agustus 2018   15:08 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: satujam.com)

Tantangan mendidik anak semakin berat di era perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Anak-anak kita lahir sebagai digital native, dimana era digital bukan lagi sekedar perpindahan teknologi tetapi sudah menjadi bagian dari budaya mereka. Semenjak kehamilan mereka sudah muncul di berbagai kanal sosial media ketika orang tua mereka berbagi berita kehamilan kepada kerabat dan teman.

Bahkan tidak sedikit yang mengabadikan momen kehamilan dan kelahiran sebagai bagian dari cerita sosial media secara berkelanjutan. Ketika anak lahir foto mereka sudah menghiasi dunia maya. Tak pelak ketika mereka mengalami tumbuh kembang, internet menjadi bagian tak terlepaskan yang mengiringi cerita hidup mereka.

Sejak usia dini mereka sudah mengenal gawai, berseluncur di dunia maya yang tanpa batas ketika nalar dan logika mereka belum seiring perkembangan teknologi yang digunakan. Beragam dampak buruk mulai muncul. Anak kecanduan gawai sehingga malas beraktifitas fisik. Kecanduan game online sampai mereka lupa waktu, makan, dan tidak peduli masa depan mereka.

Tidak sedikit yang kecanduan pornografi yang begitu mudah diakses di dunia maya. Kemudian anak-anak ini menjelma menjadi sosok yang antisosial, malas bekerja keras, berfikir instan dan kehilangan daya juang untuk meraih prestasi.

Tentu saja perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tidak selalu memnabawa dampak buruk. Ibarat dua sisi mata uang sisi baik dan buruknya berjalan beriringan. Internet menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang tidak terbatas. Banyak orang yang sukses belajar otodidak dengan memanfaatkan internet. Maka kemampuan memanfaatkan teknologi dengan bijak menjadi tantangan bersama.

Tantangan ini mendapat respon positif dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang menekankan pentingnya pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan di era kekinian. Dalam materi Pengasuhan positif (materi bisa diunduh di laman https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id) ditekankan pentingnya membentuk Disiplin positif pada anak.

Disiplin positif adalah Pembentukan kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku anak yang positif dengan kasih sayang sehingga anak dapat menjadi makhluk sosial dan tumbuh berkembang dengan optimal". Ketika disiplin positif terbentuk dalam diri anak, maka dia bisa memilah yang baik dan buruk. Dampak buruk dunia maya bisa dihilangkan dan diambil sisi positifnya.

Orang tua tidak akan bisa terus menerus memantau kegiatan anaknya. Ketika anak semakin besar maka pengaruh teman dan lingkungan akan semakin kuat. Seorang guru juga tidak bisa terus memantau perbuatan muridnya, karena keterbatasan waktu dan jangkauan yang menghalanginya. Bekal terbaik yang bisa diberikan adalah membentuk disiplin positif anak.

Kekhawatiran orang tua, kekhawatiran guru tentang perilaku anak-anaknya bisa diatasi dengan tumbuhnya disiplin positif pada diri anak.  Disiplin positif akan berjalan ketika hati nurani anak terbentuk dengan baik, tumbuh dan berkembang dalam asuhan positif dari keluarga, sekolah dan lingkunganya.

Peran Keluarga

Dalam keluarga anak mulai belajar tentang kehidupanya. Di era digital ada beberapa prinsip yang perlu dipegang oleh orang tua.

Pertama, teknologi tidak bisa dihindari yang bisa dilakukan adalah memanfaatkanya dengan sebaik mungkin untuk kebaikan. Ketika orang tua terlalu protektif dengan menjauhkan anak dari teknologi maka yang terjadi justru anak semakin memberontak. Rasa ingin tahu anak yang tinggi tidak bisa dibendung.

Ketika mereka dilarang menggunakan internet, memiliki akun di media sosial maka mereka akan melakukanya secara sembunyi-sembunyi. Orang tua bisa mengijinkan anak menggunakan internet dengan pendampingan. Buatlah kesepakatan dengan anak durasi mereka memanfaatkan interenet supaya tidak kecanduan. Ketika anak memiliki akun media sosial, jadilah teman mereka sehingga orang tua bisa mengetahui kegiatan anak di dunia maya. 

Kedua, buatlah aktifitas fisik yang beragam dan kreatif sehingga anak bisa lepas dari kecanduan gawai. Di beberapa daerah menerapkan peraturan dilarang menggunakan gawai pada jam-jam tertentu. Sebagai gantinya anak diberikan fasilitas bermain seperti sarana olahraga, permainan sehingga mereka bisa berkumpul dan bermain bersama.

Di keluarga bisa memulai dengan mengajak anak olahraga atau rekreasi alam. Ketika anak memiliki beragam aktifitas fisik yang menyenangkan maka mereka akan mau meninggalkan gawai nya. Tentu kita masih ingat serunya permainan gobak sodor, petak umpet, bentengan dan aneka permainan tradisional lainya.

Ketiga, ajaklah anak dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sehingga mereka tidak menjadi sosok antisosial. Kegiatan kerja bakti, lomba tujuhbelasan, silaturahmi warga bisa melibatkan anak sehingga mereka bisa belajar interaksi di dunia nyata.

Keempat, keteladanan lebih penting daripada retorika. Ketika orang tua menghendaki anak tidak kecanduan gawai, maka orang tua harus memberikan contoh. Orang tua melarang anak berselancar di dunia maya sementara mereka sendiri tidak pernah lepas dari gawai di tanganya. Anak akan mencontoh perilaku orang tuanya maka jadikanlah keluarga sebagai contoh terbaik yang bisa diikuti oleh anak.

Pendidikan anak di era kekinian menjadi tanggungjawab semua pihak. Sekolah dan lembaga pendidikan lainnya bukanlah panasia yang bisa mengatasi persoalan pendidikan anak secara keseluruhan. Justru keluarga yang harus mengambil peran utama. Di keluarga anak mulai belajar, meneladani, mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Jadikan keluarga sebagai basis utama pendidikan. KEtika tantangan pendidikan di era digital semakin kompleks, maka keluarga adalah elemen terpenting untuk menanamkan pondasi pendidikan anak.

#sahabatkeluarga

Referensi:

Pengasuhan Positif, 2017, Kemdikbud diunduh di https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/uploads/Dokumen/4799_2017-05-22/PengasuhanPositif.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun