Abdullah Ahmad menerbitkan majalah Al-Munir pada tahun 1911 yang dibantu oleh Buya Hamka, Muhammad Dahlan Sutan Lembak Tuah, Sutan Muhammad Salim, Haji Mara Muhammad bin Abdul Hamid, dan Haji Sutan Jamaluddin Abubakar. Kemudian, di tahun 1926 bersama Buya Hamka diundang ke Mesir untuk mengikuti kongres Khilafah sedunia. Selama di sana mereka menarik perhatian ulama-ulama Al-Azhar sehingga diberi gelar "Dokter al-din" sebagai pengakuan terhadap keahliannya tentang Islam.
3. Haji Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka)
Lahir di Maninjau, 17 Februari 1908 dari keluarga ulama. Dia adalah salah satu tokoh utama gerakan pembaharuan Islam yang membawa kaum muda. Buya adalah panggilan khas orang Minangkabau yang artinya abi atau, abuya dalam bahasa Arab artinya ayahaku atau orang dihormati.Â
Dia berangkat ke Mekkah saat usia 15 tahun, dan menetap selama 7 tahun (1894-1901) serta belajar dengan guru lain seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syekh Tahir Jalaluddin. Kembalinya pada tahun 1901 ke Maninjau orang nagari menyelenggarakan acara besar untuk melantiknya sebagai Syekh.
Tahun 1906, dia mulai mengajar serta menyebarkan gagasannya, bahkan mengajar di berbagai tempat salah satunya Surau Jembatan Besi, Padang Panjang. Dia merupakan seorang yang ahli pidato, dengan pembawaan yang lugas dan tegas mampu membangkitkan semangat.Â
Sebagai ulama, ia berhasil memperbaharui Islam di Minangkabau. Selain menyebarkan idenya melalui pendidikan, dia juga menggagas dakwah lewat pers. Dengan Syekh Abdullah Ahmad menerbitkan majalah "Al-Munir". Saat pemerintahan Belanda menjalankan Goeroe Ordonantie yang artinya keharusan bagi guru agama Islam mendapat izin mengajar dari pemerintahan tahun 1928. Dia memprotes tindakan tersebut dengan mengajak ulama lain menentang kebijakan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H