3. Fase Ketiga (Abad ke-20) Pemikiran Tokoh-tokoh Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau
Pada abad ke-20 gerakan pembaharuan Islam di fase ini bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat Minangkabau yang berbau khurafat, bid'ah, taqlid, takhayul, dan syirik. Pembaharuan yang dilakukan oleh ulama beraliran modernis ke dalam institusi pendidikan Islam. Perintis dari gerakan pembaharuan ini dilakukan oleh Syekh Khatib Al-Minangkabawi dengan muridnya seperti Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Abdullah Ahmad, dan Syekh Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka) dengan pembaharuan melalui pendidikan dan pers Islam.
Selanjutnya, ada pendapat dari Deliar Noer (1982) mengenai "tiga serangkai" yaitu tokoh pembaharuan Islam pada abad ke-20 seperti Syekh Jamil Jambek, Syekh Abdullah Ahmad, dan Syekh Abdul Karim Amrullah. Berikut penjelasan tentang tiga tokoh pembaharuan Islam pada fase abad ke-20 :
Tokoh-tokoh Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau
1. Syekh Muhammad Jamil Jambek
Lahir di Bukittinggi pada tahun 1860, di masa muda ia dikenal sebagai parewa (preman) yang tidak mempunyai tujuan hidup. Lalu, di tahun 1896 ia mendapat hidayah dengan pergi ke Mekkah, di sana ia memperdalam ilmu agama dengan beberapa guru, seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syekh Tahir Jalaluddin.
Pada tahun 1903, ia kembali ke Bukittinggi sebagai ulama yang disegani. Sebagai ulama, ia tidak setuju dengan adanya ajaran tarekat, suluk, dan praktek bid'ah. Dia juga menentang keras orang yang berdo'a di atas kuburan. Dengan cara berdialog dengan orangnya, supaya mereka kembali mengamalkan ajaran Al-Qur'an dan Hadist. Sebagai orang yang membangun hubungan baik dengan siapa saja, adanya hikmah kebijaksanaan serta pertukaran pikiran mengenai masalah agama yang dilakukannya
Selain aktif menyebarkan agama melalui pengajian di Bukittinggi, dia juga mendirikan organisasi sosial bernama Tsamaratul Ikhwan pada tahun 1913. Organisasi ini juga menerbitkan buku-buku berupa brosur pelajaran agama. Di tahun 1918, ia mendirikan surau yang terkenal dengan nama Surau Inyiak Jambek.Â
2. Haji Abdullah Ahmad
Lahir di Padang Panjang pada tahun 1878. Pada usia 17 tahun ia melanjutkan belajar ke Mekkah serta menetap selama empat tahun di sana, lalu kembali ke Minangkabau pada tahun 1899. Dia memprotes keras tradisi jahiliyah yang berlawanan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Demi mewujudkan sikapnya, ia mulai mengajar di Surau Jembatan Besi, Padang Panjang. Tidak hanya lewat masjid dan mushalla ia berdakwah, tapi juga lewat pers Islam.
Tahun 1909 dia mendirikan sekolah Adabiah setelah mengunjungi "Madrasah al-Iqbal al-Islamiyah" adalah sekolah agama yang terkenal yang didirikan oleh Syekh Tahir Jalaluddin di Singapura. Selain itu, ia juga membangun hubungan baik dengan tokoh pembaharuan Islam lainnya.Â