Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Timur telah mengumumkan nomor urut pasangan calon gubernur Jawa Timur pada 13 Februari 2018 lalu. Khafifah Indarparawansa-Emil Dardak memperoleh nomor urut satu. Sedangkan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno mendapat nomor urut dua. Itu artinya, pertarungan politik telah dimulai.
Kedua pasangan ini dinilai para pengamat akan bersaing ketat. Namun, saya menilai pasangan Gus Ipul-Puti sangat rentan terhadap isu-isu negatif sehingga bisa menurunkan elektabilitas mereka. Setelah isu foto syur Azwar Anas, isu mahar politik terhadap La Nyalla berhembus sangat kencang di media.
Sekalipun isu mulai redah, tapi bukan tidak mungkin La Nyalla akan kembali menyanyi saat mendekati pemilihan nanti. Pasalnya, Partai Gerindra terlanjur masuk dalam tim kemenangan Gus Ipul-Puti. Jika melihat isu ini tentu bisa merugikan pasangan yang diusung oleh PDIP, PKB, Gerindra, dan PKS ini.
Sejak isu mahar politik berhembus, nama La Nyalla hampir menguasai jagad maya. Meski isu ini lokal tapi gaungnya me-nasional. Sangat wajar karena nama La Nyalla adalah sosok yang dikenal secara luas di Indonesia. Apalagi pernyataan ketua Kadin Jawa Timur itu bersentuhan langsung dengan Prabowo dan partai Gerindra. Isu ini bisa lebih nyaring daripada Via Vallen dan Nella Kharisma yang dikontrak pasangan Gus Ipul-Puti dalam kampanye pilkada Jawa Timur mendatang.
Isu mahar politik menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro mengatakan bahwa mahar politik adalah wajar. Ya wajar tanpa pengecualian (pinjam istilah yang digunakan BPK). Apa sih sekarang yang tidak pakai duit. Kencing aja mbayar. Apalagi nyalon gubernur. Itu alasan dari mereka yang ng-fans sama Prabowo dan Gerindra.
Sementara yang kontra, tentu bicaranya lebih serius. Mahar politik adalah sebuah pelanggaran terhadap Undang Undang Pilkada. Karena dalam pasal 47 disebutkan dengan jelas bahwa pilkada melarang partai atau gabungan partai politik menerima imbalan dalam bentuk apapun selama proses pencalonan kepala daerah. Sebaliknya, dalam undang-undang juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang memberikan imbalan apapun kepada partai dalam proses pencalonan pilkada. Apalagi maharnya sebesar 40 miliar rupiah (konon sampai 170 miliar).
Nyanyian ini semakin kencang ketika La Nyalla menyatakan mundur dari Gerindra. Bahkan loyalis La Nyalla ikut-ikutan mundur juga dari partai berlambang kepala garuda berwarna kuning keemasan itu. Jelas ini sangat merugikan Gus Ipul-Puti Guntur.
Elektabilitas La Nyalla Vs Gus Ipul
Lihat saja survei yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) yang dilakukan pada bulan 25 Agustus -5 September 2017. Elektabilitas La Nyalla menempati urutan paling tinggi angka 23,1 persen. Sementara di bawahnya ada Risma 19, 2 persen, Khofifah 18,3 persen dan Gus Ipul 13,1 persen.
Pada tingkat popularitas, Khofifah menempati urutan pertama dengan perolehan 78,3 persen, La Nyalla 78,1 persen, Risma 77,6 persen, dan Gus Ipul 77,4 persen.
Sedangkan tingkat akseptabilitas atau penerimaan masyarakat terhadap tokoh, La Nyalla memperoleh 79,8 persen, Risma 78,4 persen, Khofifah 77,8 persen dan Gus Ipul 76,3 persen.
Hasil yang menggembirakan La Nyalla juga terdapat pada survei yang dilakukan oleh Indonesia Development Monitoring (IDM) pada 10-20 September 2017. Elektabilitas La Nyalla berada di posisi paling atas dengan angka 18,6 persen. Sementara Risma 18,3 persen, Khofifah 17,9 persen, dan Gus Ipul 17,7 persen..
Popularitas La Nyalla unggul hingga mencapai angka 91,5 persen. Sementara di bawahnya ada Khofifah Indar Parawansa 90,2 persen, Tri Rismaharini 89,1 persen, dan Gus Ipul 81,5 persen. Demikian juga dengan aspek akseptabilitas, La Nyalla kembali unggul dengan 79,6 persen, Khofifah 75,6 persen, Risma 69 persen, dan Gus Ipul hanya maraih 55,4 persen.
Data ini menunjukkan bahwa nyanyian La Nyalla tak bisa dianggap enteng, khususnya untuk kemenangan Gus Ipul-Puti Guntur.
Goyangan Via-Nella
Via dan Nella akan menggoyang Jawa Timur dalam setiap kampanye Gus Ipul-Puti Guntur. Tentu saja tujuannya untuk menarik massa agar mencoblos Gus Ipul-Puti Guntur dan menempatkan mereka dalam kursi empuk nomor satu di Jawa Timur.
Lagu "Sayang" Via Vallen dijamin mampu membuat pendukung Gus Ipul-Puti Guntur merem melekdi arena kampanye. Demikian juga lagu "Jarang Goyang" Nella Kharisma tentu membuat para peserta kampanye tak bisa sulit berhenti untuk menurunkan pantatnya.
Kedua penyanyi asal Jawa Timr ini dikontrak khusus, tidak hanya menyanyi lagunya yang sedang hits, tapi juga sebagai model dan pengisi suara lagu kampanye berjudul "Kabeh Sedulur, Kabeh Makmur".
Bisa dibayangkan jika kedua penyanyi yang mendendangkan lagu rakyat kecil ini bergoyang bersama. Sebuah momen yang jarang terjadi karena penyanyi asal Sidoarjo dan Kediri ini dikenal sama-sama sibuk. Jadwalnya sangat pedat. Kejelian Gus Ipul menggandeng Via-Nella tentu akan ditunggu-tunggu oleh masyarakat Jawa Timur. Via Valle dan Nella Kharisma dijamin mampu menggoyangkan stadion seluruh lapangan dan stadion di Jawa Timur.
Pertanyannya apakah Via-Nella mampu meredam nyanyian La Nyalla, yang mungkin akan mengangkat isu yang berbeda terkait dengan persoalan politik di tubuh Gerindra? Â Tentu akan sangat bijak apabila Partai Gerindra segera mengelola isu yang terus berkembang dan bergulir. Manajemen isu tentang mahar politik yang dinyanyikan La Nyalla akan menjadi awu anget bagi pasangan Gus Ipul-Puti Guntur.
Nyanyian La Nyalla pelan-pelan bisa menggerogoti elektabilitas Gus Ipul-Puti Guntur yang bergoyang bersama PDIP, PKB, Gerindra dan PKS. Bukan tidak mungkin, nyanyian La Nyalla dan goyangan mautnya di media akan menggeser Via Vallen. Ini menjadi ancaman serius bagi mimpi pasangan Gus Ipul-Puti Guntur untuk menguasai Jawa Timur. Kecuali Bawaslu Jawa Timur dan Partai Gerindra mampu membuktikan bahwa nyanyian La Nyalla hanyalah omong kosong belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H