Mohon tunggu...
Muba Gede
Muba Gede Mohon Tunggu... wiraswasta -

Nama pena dari seorang mahasiswa tingkat akhir. Sedang belajar hidup. Penyuka olahraga dan makanan. Sedang mencari cari gaya penulisan yang sesuai dengan kepribadian saya. Mohon bimbingannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menantimu di antara Gilimanuk dan Lembar

22 Oktober 2013   08:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:11 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berteriak kencang, sekencang kencangnya. Mataku baru saja menatap sesosok tubuh mungil yang memakai baju hijau toska. Jilbabnya penuh darah, dan mukanya mirip aku. Aku takut dan berlari menuju ke arah polisi yang sedang mengeluarkan tubuh dari sebuah minivan hitam. Mirip sekali dengan mobil travel  yang aku naiki. Aku berteriak minta tolong kepada pak polisi itu.... dan dia hanya mengeluarkan air mata. Menangis tampaknya. Tubuh yang baru saja dikeluarkan dari minivan yang ringsek itu dan sekarang sedang ditopang oleh kedua tangannya baru saja menghembuskan nafas terakhir. Dia sopirku... aku ingat sekali wajahnya yang agak marah ketika membangunkanku di rumah makan gilimanuk. Saat itu pun aku pingsan, aku tidak kuat melihat darah dimana-mana. Semuanya gelap, benar-benar gelap.

Jam 04.11, di atas Kapal Ferry, Selat Bali

Mataku sembab menangis terus tak bisa berhenti. Kursi busa ini aku temui lagi. Kapal tua ini lagi. Bau laut yang sama, dan gelap yang sama. Entah berapa lama aku tertidur. Perjalananku ke Lembar masih lama tapi entah kenapa aku sudah bosan. Senyuman ibu ibu itu kulihat lagi. Senyuman teman seperjalananku di mobil travel itu menenangkanku. Kami berangkat dari Yogyakarta menggunakan minivan hitam yang lumayan nyaman. Mobil itu baru dibeli tampaknya. Aku tidur nyenyak dan tak banyak mengingat perjalananku dari Yogyakarta hingga Ketapang. Sang sopir juga sudah tertidur pulas di bangku busa sebelahku. Dia tidak tidur selama 15 jam sejak keberangkatan kami dari Yogyakarta. Tubuhnya diselimuti koran-koran bekas, untuk melindungi tubuhnya dari terpaan angin laut yang sedang kencang kencangnya. Sekilas aku melihat headline berita di koran itu, "Kecelakaan maut antara bis dan minivan di Padangbai, telah menewaskan seluruh penumpang minivan dari Yogyakarta". Hatiku miris dan ngilu membacanya. Segera kualihkan pikiranku ke abang yang berjanji menjemputku di lembar. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 04.00 WIB pagi atau 05.00 wita tepatnya. Tertera juga tulisan 20 september di  jam kesayanganku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun