entah berisi tuhan atau syetan
Mari kita minum segelas kopi pahit sore ini
sambil mengeja langkah
mengeja cakrawala
dan angin tuhan yang putih
kita rawat
agar tak tercampur debu-debu
Entah mengapa ketika mencumbui larik-larik puisi ini, aku menemukan "kau-lirik" dalam diri Mi'roj yang pada awal kepenyairannya yang "terus melangkah sambil mengemban impian", meski "bayang-bayang impian" itu selalu saja "air laut menghapusnya". Mi'roj terus "berdiri kokoh menjulang cakrawala" untuk terus "menatap langit" sekalipun "mendung menggumpal di sana". Pemakaian diksi "segelas kopi pahit" sengaja digunakan Mi'roj untuk mempertegas imaji pembaca, bahwa impian setiap manusia (penyair) tetap akan dihadapkan pada kenyataan pada kegagalan demi kegagalan dalam mencapai keinginan. Mi'roj tak henti "mengeja langkah" dan ia tetap setia memelihara impian kepenyairannya "agar tak tercampur debu-debu". Di sini, diksi "debu" dapat kita pahami sebagai cara-cara yang tidak semestinya dilakukan seorang yang ingin menjadi penyair yang sesungguhnya. Melalui puisi ini, pembaca dapat memaknai bahwa kepenyairan harus ditempuh melalui jalan perjuangan. Kepenyairan adalah proses dan ini yang dipilih dengan amat konsisten oleh Mi'roj.
(3)
Ada serangkaian karya puitis Moch. Mi'roj Adhika AS. yang akan menarik perhatian pembaca. Aku sebut sebagai serangkaian karya puitis karena beberapa karya Mi'roj tersebut telah menunjukan -setidaknya- dua keunggulan yang amat transparan kita nikmati. Pertama, dalam beberapa karya tersebut, amat jelas penyair mempersiapkan dengan sungguh-sungguh sebuah fokus tema yang secara khusus ditujukan bagi perempuan yang amat dicintainya. Kedua, sebagai penyair, Mi'roj memanfaatkan perangkat estetis sehingga beberapa puisi itu memperlihatkan sisi romantisme Mi'roj. Beberapa puisi yang dimaksud dalam ulasan ini adalah "Nyanyain Perkawinan", "Ikhwal Perkawinan", "Kentrung Perkawinan", "Mahabbah Perkawinan", "Sajen Perkawinan", "Ritual Perkawinan", "Cemeti Perkawinan", "Juwadah Perkawinan", dan "Gelombang Perkawinan" yang ditulis Mi'roj secara berturut-turut dari tanggal 1 Juni hingga 15 Juni tahun 2011-2022. Sementara itu pada tanggal 18 Juni Mi'roj menulis satu judul puisi dengan tema yang sama, yakni "Do'a Perkawinan".
Dari sepuluh puisi karya Mi'roj tersebut, aku mendapatkan gambaran betapa kebersamaan dengan perempuan dalam satu bahtera perkawinan tak ubahnya sebagai "nyanyian" yang disenandungkan dengan beragam nada oleh Mi'roj. Dengan pemakaian serangkaian baris  yang berbunyi "dawai-dawai nada kekosongan", "nyanyian kelelawar malam", "memetik daun-daun sepi", "lorong-lorong perjalanan dalam angan", dan baris "tak ada suara-suara bisik rindu" , telah memperlihatkan adanya latar psikologis penyair untuk mendapatkan seseorang (adalah kamu yang terus aku kejar). Dalam situasi psikologis aku-lirik yang sunyi, penyair tetap mengharap bahwa apa yang hendak diraihnya "bukan sekedar bayangan namun mimpi nyata". Aku-lirik mengalami idealisasi diri dengan apa yang diharapkannya dari sosok perempuan yang telah ditekadkan dalam diri aku-lirik untuk menjadi istrinya. Dalam bahasa yang sebenarnya sudah lazim kita dengar, Mi'roj menulis, "Aku mencarimu, bukan sekedar teman perjalanan pengembaraan/.../namun ingin kamu menjaga keturunan/yang melanjutkan segala harapan." Pada bagian akhir, aku-lirk memperkuat keinginannya dengan berkata, "Inilah kesaksianku/akan ku rengkuh/dan kubawa kau dalam perkawinan/untuk melahirkan ribuan cinta".