mencium kaki siapa pun
jangan pernah menyembahku
apalagi bersujud mencium kakiku
tapi ulurkan tanganmu
genggamlah tanganku
walaupun mataku buram
kakiku karam
di gengamanmu
aku tahu yang kau simpan dan tak pernah ungkap
selama menjadi anak
Apabila saya membaca larik pertama hingga larik kesepuluh dari puisi tersebut, saya melihat betapa Cynthia menulis puisi itu dalam keawaman berpikir untuk memahami sebutan "surga di telapak kaki ibu". Mungkin juga, Cynthia dengan sengaja menciptakan keawaman berpikirnya karena ia ingin menyampaikan pesan lain dari sekadar sebutan "surga di telapak kaki ibu". Ia sengaja menukar "telapak kaki ibu" dengan genggaman "tangan ibu". Sehingga larik-larik yang berbunyi, Â "tapi ulurkan tanganmu/genggamlah tanganku/..../di gengamanmu/aku tahu yang kau simpan dan tak pernah ungkap/selama menjadi anak" diposisikan sebagai penolakan atas sebutan "surga di telapak kaki ibu". Hal ini amat saya rasakan karena Cynthia lebih menekankan pada makna yang diciptakannya sendiri.