Apakah hanya seorang penyair yang harus mempertimbangkan kata dalam pengucapan puisinya? Bila aku melihat puisi adalah dunia penciptaan milik penyair, maka pertanyaan tersebut bisa mengharuskan aku untuk menjawab, penyair harus mempertimbangkan kata-kata.Â
Andai aku melanjutkan pertanyaan, apakah mempertimbangkan kata harus dilakukan oleh siapa pun dalam pengucapan bahasanya? Terhadap pertanyaan ini pun aku akan menjawab, siapa pun harus mempertimbangkan kata-kata dalam berbahasa.Â
Kontrol diri atas kata menjadi semacam keyakinan untuk menggunakan kata yang baik. Pemahaman aku perihal arti kata yang baik adalah kata-kata yang kita gunakan bukan untuk melukai sebagai akibat dari kata yang memojokkan, menyindir, memaki, atau menghujat orang lain.
Niat untuk menggunakan kata yang baik sesungguhnya teramat mudah bagi siapa pun untuk melakukannya. Tidak sedikit dari diri kita yang begitu mudah menggunakan kata-kata yang baik. Entah tulus entah modus, entah jujur entah berakal bulus, setiap orang dapat dengan mudah menggunakan kata-kata yang baik dalam berbahasa. Sama mudahnya dengan setiap orang untuk menggunakan kata-kata yang memojokkan, menyindir, memaki, atau menghujat orang lain.
Satu hal yang tidak sama bagi siapa pun dalam menggunakan kata yang baik, yang memuji, menyanjung, menyemangati atau memotivasi, meyakinkan, atau yang menenteramkan adalah diri kita.Â
Terkadang kita justru lupa bahwa kata menghendaki wujudnya dari diri kita. Kata-kata hanyalah alat dan yang teramat penting dari alat adalah pelaksanaan kata-kata. Ini lah wujud kata yang sesungguhnya. Bukan yang terucapkan atau tertuliskan, tetapi apa yang terwujudkan dari kata-kata. Di sini, kata-kata membutuhkan tindakan nyata.
Kita seharusnya takut pada kata-kata, takut bila tak sanggup membuktikannya. Karena wujud kata yang sesungguhnya adalah kita, pengejawantah kata-kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H