Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bahaya Memberikan Reward secara Berlebihan dalam Pembelajaran

29 Desember 2022   18:51 Diperbarui: 29 Desember 2022   19:04 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak berlari dengan senang. Sumber gambar: Foto oleh Thirdman via Pexels.com

Pembelajaran seringkali terselenggara dengan lambat dan membosankan karena kesan monoton yang ditampilkan oleh pendidik selaku pelaksana pembelajaran. Untuk menanganinya, beberapa langkah ditempuh termasuk memberikan reward atau penghargaan terhadap kinerja peserta didik di dalam kelas.

Reward terbukti ampuh dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

Ini adalah pembuka dari langkah sederhana dalam memahami bahwa hadiah adalah hal yang 'berbahaya' bagi pendidik dan peserta didik. Buat pendidik, bahaya terletak dari reduksi pola memotivasi peserta didik dalam pembelajaran bahkan menjauhkan pembelajaran dari makna yang seharusnya dipetik oleh peserta didik setelah belajar. Bagi peserta didik sendiri, bahaya dari reward memang tidak disadari, karena berubah menjadi candu dan menguatkan suatu syarat tunggal dari alasan mereka belajar.

PENDIDIK

Pemberian reward dapat berupa fisik maupun non-fisik. Pemberian reward secara fisik pun masih terbagi dua, antara barang atau kontak fisi. Pemberian reward secara non-fisik bisa berupa verbal atau nilai khusus yang diperoleh. Semua tergantung dari relasi dengan kebutuhan peserta didik atau kesanggupan dari pendidik dalam menyediakan reward dalam pembelajaran. Tujuan dari pemberian reward di antaranya:

  • Meningkatkan motivasi peserta didik dalam pembelajaran
  • Memberikan kebutuhan moril atau materil bagi peserta didik dalam mengarungi pembelajaran yang akan diikuti
  • Tanda kepercayaan pendidik kepada peserta didik akan hasil yang diraih

Pemberian reward tidak diukur dari jumlahnya, namun peserta didik menilainya demikian bahwa semakin banyak hadiah maka makna belajar akan semakin jelas. Justru itu adalah miskonsepsi karena tujun mereka belajar (mengikuti pendidikan) bukanlah mendapatkan hadiah, tetapi perubahan perilaku atau bertambahnya pengetahuan. Jika miskonsepsi ini berlangsung dan peserta didik sudah memasuki fase candu akan penghargaan, maka pendidik seperti menjebak diri sendiri akibat pemberian reward  yang berlebihan.

Pemberian reward tergantung dari efeknya terhadap peserta didik, dari merasa nyaman hingga merasa bangga tergantung indikator seberapa berharga reward terhadap dirinya. 

Untuk usia anak TK hingga anak SD tingkat kelas rendah, pemberian reward berupa sanjungan, pelukan, atau dukungan langsung dikelas mungkin masih banyak diterima. Beda cerita jika tingkatnya sudah lanjut seperti anak SD kelas 4 dan atasnya dimana pemikiran mereka mulai mengarah pada hal yang ekonomis dan logis bagi diri mereka sendiri. Sekedar sanjungan cenderung tidak cukup, maka pendidik harus sanggup pula menyediakan reward yang nyata dan bernilai seperti alat tulis hingga hal yang mereka sukai namun masih ditolerir kebutuhannya.

Sungguh tidak logis jika pendidik memberikan hadiah semacam benda untuk foya-foya, dan sungguh merugi sekali jika ada pendidik yang memberikan hal tersebut sebegitu seringnya.

PESERTA DIDIK

Kembali pada tujuan dari pemberian reward yang dijelaskan pada subbab "Pendidik" bahwa motivasi dan pemberian kebutuhan terpusat pada peserta didik. Peserta didik terkadang punya motivasi beragam dalam mengikuti pembelajaran di kelas, baik itu sesuai dengan teori yang dipelajari guru semasa masih berkuliah hingga hal baru yang mungkin belum dipelajari. Dengan memberikan penghargaan, maka peserta didik menyadari ada makna dari belajar yang benar-benar diperoleh dan bukan sekedar tahu dan terampil saja.

Pembelajaran memang menjadi instrumen untuk memberikan peserta didik hal yang mengarahkan mereka menjadi lebih tahu dan lebih terampil. Namun apakah pengetahuan dan keterampilan mereka bisa diterapkan dan diakui oleh orang sekitar? Jika motivasi mereka berkurang hanya karena hal yang sejatinya mereka peroleh dalam pembelajaran gagal diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maka akan menunjukkan suatu akumulasi penurunan niat dalam belajar. Ini adalah bahaya dan pendidik mau tidak mau menjadikan 'senjata cepat dan ringan' berupa reward untuk menjaga niat peserta didik dalam belajar pada tahap yang sewajarnya.

Tetapi peserta didik yang menerima begitu banyak reward akan menjadi kecanduan karena reward membawa kesenangan dan belum diarahkan pada maknanya bagi dia dalam pembelajaran. Alhasil sifat-sifat yang tadinya untuk direduksi seperti ketamakan dan sukarela akan menjadi meningkat dan dikhawatirkan akan membuat peserta didik menjadi anti untuk belajar jika tidak ada jaminan hadiah dalam pembelajaran. Karena dia sudah dibentuk oleh hasil pemahamannya dan didorong --jika ada-- oleh keteledoran pendidik dalam memberikan pemahaman yang sebenarnya dari reward yang mereka peroleh.

KONKLUSI

Reward adalah candu dan tidak hanya dalam pembelajaran, tapi dalam setiap sendi kehidupan sosial manusia. Maksud saya... siapa yang tidak senang jika diberi hadiah, apalagi hadiah itu sesuai dengan keinginan yang sudah kita idamkan?

Memang tidak ada batasan dalam memberikan reward dalam pembelajaran berdasarkan periode tertentu dan penulis belum menemukan teori yang membahas hal teknis yang demikian. Namun kita perlu melihat pembelajaran sebagai suatu tubuh, dimana peserta didik boleh saja mendapatkan 'nutrisi' lain yang express dalam membangkitkan energi seperti hadiah atau penghargaan. 

Namun di sisi lain, pendidik sebagai otak dari pembelajaran perlu menyadari bahwa hadiah perlu diimbagi dengan kerja keras karena sejatinya pembelajaran memberikan 'nutrisi' kepada peserta didik berupa pola pikir yang lebih terbarukan dan keterampilan yang didapat dan dilakukan. Anggaplah pendidik itu sejatinya berolahraga bagi tubuh dan terkadang memberikan makanan berupa hadiah untuk mencegah kejenuhan yang menimpa peserta didik.

Jika reward yang diberikan berlebihan maka pembelajaran tidak akan sehat dan bergerak dengan semestinya dan berakhir menjadi pembelajaran yang kurang bermakna dan peserta didik yang berkepribadian tamak dan banyak pamrih jika tidak diberikan kesenangannya dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun