Sebelum saya berbicara mengenai inti dari judul artikel ini, kita tentu harus mem-"bonsai" pemikiran kita mengenai kemiskinan dan apa yang tengah terjadi pada mereka.
Menurut BPS (2019), jumlah orang miskin di Indonesia mengalami penurunan baik itu dilingkup desa maupun kota, meskipun jika dilihat dari persenannya itu kurang signifikan.
Dalam artikel ini, kemiskinan bisa diartikan sebagai kondisi seseorang yang pendapatannya dibawah $1 (kurang lebih Rp. 15.000) per hari, dan juga bisa dicirikan dengan nasibnya yang kurang beruntung (contohnya jadi 'warga jalanan').
Tetapi di balik hal yang memprihatinkan tersebut, ada suatu nilai yang tak ternilai yang perlu kita ilhami sebagai bagian dari memaknai hidup sebagai sesuatu yang berharga, yaitu bersyukur dan selalu berusaha. Hal-hal batiniah ini selalu didengungkan dalam khotbah-khotbah keagamaan, tapi bagaimana kita bisa mendapatkan nilai tersebut secara langsung sehingga kita bisa mendalaminya dalam hati?
Tokoh-tokoh terkenal seperti Bunda Teresa, Sri Paus Fransiskus, dan A. Soegijapranata bisa mencontohkan bagaimana mereka menggunakan hidup abdi pada Tuhan dengan hidup dekat bersama orang-orang miskin.
A. Mengajarkan bahwa kebutuhan dasar manusia adalah hal yang terpenting
Pengertian mengenai kebutuhan dasar manusia bisa bermacam-macam, termasuk menurut Winarno (1991) yang menyebutkan bahwa kebutuhan dasar manusia terdiri dari pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Bunda Teresa menyadari akan hal itu dan menggunakan pengetahuannya dalam hal kesehatan dan kebersihan diberikan kepada kaum kelas rendah di Kalkuta, India (van Wyhe, 2015).
Perjuangannya di Kalkuta dalam membentuk sekolah, layanan kesehatan hingga pada akhirnya banyak pakar farmasi hingga Sri Paus pun memberikan bantuan moril merupakan suatu buah dari karya kedekatan Bunda Teresa yang mengikuti jalan Tuhan untuk melayani kaum termiskin di antara yang termiskin.
B. Tetap sederhana apapun jabatannya