Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kenapa Partai Nasional Demokrat Begitu Melesat Tahun Ini?

22 Mei 2019   08:53 Diperbarui: 22 Mei 2019   09:04 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Thumbnail video KPU RI (https://www.youtube.com/watch?v=P8TY4HEge-k )

Kehadirannya untuk serius dalam mengarungi Pilpres 2014 menjadikan Metro TV begitu sering menempatkan Nasdem atau Surya Paloh sebagai subjek yang perlu diliput dan diberitakan pada masyarakat. Jokowi pun mendapat tempat tersendiri kala Nasdem menyatakan diri sebagai bagian dari partai pengusung Jokowi pada Pilpres hingga kini.

Agenda-agenda yang ditampilkan selalu mencerminkan Partai ini siap untuk menjadi partai yang baik dan nasionalis. Tanpa mengambil agenda-agenda primordial di masyarakat seperti agama tertentu dan suku tersendiri, Nasdem pun menambah sebuah citra kelompoknya di masyarakat, yaitu plurarisme. 

Ini memang bisa menjadi asumsi kenapa Nasdem akan kesulitan jika pindah koalisi kepada kubu lainnya bila kumpulan partai kubu lainnya justru berhaluan agamis garis keras.

Pada tahun 2014, Partai yang bisa dikatakan "anak baru" pada persaingan elektoral skala nasional menggebrak dengan meraup 6,72 % suara nasional. Presentase suara tersebut setara dengan 35 kursi di DPR-RI pada lima tahun yang lalu menjadikan aura KIH (Koalisi Indonesia Hebat) di lembaga legislatif saat itu makin beragam. Dengan tidak adanya perubahan agenda politik dari tahun 2014, Nasdem berhasil mempertahankannya dan justru meningkat.

Agenda partai "Restorasi Indonesia" yang dipegang oleh kadernya yang beken di kancah media massa membuat nama Nasdem semakin mendapat atensi dari masyarakat (Yudistira, 2015). Surya Paloh yang memiliki berbagai pengalaman di partai besar macam Golkar memang seakan pantas untuk menyusun dan meneruskan ideologi tersebut. 

Kehadirannya untuk memperkenalkan Nasdem pada khalayak tak lepas dari public figure macam M. Farhan, Manohara Odelia Pinot serta Venna Melinda, termasuk Joko Widodo yang terpampang diberbagai baliho yang memiliki redaksi "Jokowi Presidenku, Nasdem Partaiku". 

Selain itu, kehadiran artis-artis yang berpindah karir menjadi politikus disambut baik dan dianggap masih terkenal sehingga dapat menjadi kader yang menjanjikan secara advetorial (periklanan). Meskipun kata-kata "Restorasi Indonesia" jarang didengungkan kembali, namun kehadiran public figur sudah cukup memikat bagi masyarakat.

Keberhasilan Partai Nasdem pasca Pilpres 2019 membuktikan bahwa iklan politik yang kuno masih bisa diimbangi dengan public figure dan itu berhasil. Agenda selanjutnya adalah bagaimana Nasdem sebagai partai mendukung Jokowi-Ma'ruf tidak terlena sebagai pendukung semata tanpa kader yang diusung mengingat regenerasi kepemimpinan masih dibutuhkan di Pilpres 2024. 

Jika Nasdem masih bergantung pada faktor-faktor yang telah dipaparkan sebelumnya, maka Nasdem dipastikan cuma hadir sebagai suporter tanpa bisa terlibat memberikan sosok yang "murni Nasdem" sebagai kesuksesan kaderisasinya dalam terlibat pada perebutan kursi RI 1 atau RI 2.

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun