Maka, ketika emak-emak terlibat aktif dalam kampanye politik, mengorganisir komunitas, dan bahkan mendukung calon-calon tertentu, mereka secara efektif sedang "memperagakan" gender mereka dengan cara yang berbeda dari norma tradisional. Tindakan ini tidak hanya meruntuhkan anggapan bahwa politik adalah ranah laki-laki, tetapi juga menunjukkan bahwa peran gender dapat diubah dan dinegosiasikan melalui tindakan kolektif. Partisipasi emak-emak dalam politik bisa dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap konstruksi gender yang sempit. Dengan kata lain, keterlibatan perempuan di Sinjai sebagai calon ataupun tim sukses mereka sedang memperluas batasan-batasan yang selama ini mengkotak-kotakkan peran gender dan menunjukkan bahwa peran perempuan dalam masyarakat bisa lebih luas dan beragam.
Kebijakan berbasis gender
Hal yang tidak kalah penting bahwa keterlibatan aktif perempuan dalam Pilkada kali ini juga membawa perubahan yang lebih besar dalam struktur sosial dan politik lokal. Mereka tidak hanya mematahkan stereotip tentang gender, tetapi juga membantu membangun pemahaman bahwa perempuan dapat berkontribusi secara signifikan dalam pembangunan daerah. Ini dapat membuka jalan bagi kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap perempuan, serta menampilkan model peran baru bagi generasi berikutnya.
Terakhir, Pilkada menjadi kesempatan untuk mencari siapa kandidat yang benar-benar komitmen terhadap keadilan gender atau hanya menggunakan isu gender sebagai alat politik tanpa ada tindakan nyata di belakangnya. Masyarakat harus lebih kritis dalam melihat gagasan kandidat, dan memastikan bahwa perempuan tidak hanya menjadi objek kebijakan tetapi juga sebagai subjek yang aktif dalam pembentukan kebijakan.https://suarajelata.com/2024/07/07/dapat-lampu-hijau-h-nursanti-dipastikan-maju-di-pilkada-sinjai/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H