Mohon tunggu...
Muammar Irsyad Kadir
Muammar Irsyad Kadir Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

(maha) siswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri Agama Era Milenial, Berikan 4 Solusi Atasi Konten Negatif

28 Juli 2018   08:54 Diperbarui: 28 Juli 2018   09:25 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: kompas.com / edit penulis)

Bermimpi menjadi seorang menteri merupakan impian hampir semua orang. Usia muda yang saya miliki apakah dapat membuat saya menjadi menteri atau malah menjadi halangan bagi saya?. Kemarin, media sosial sedikit dihebohkan dengan kedatangan sosok pemuda dari Malaysia yang bernama Syed Saddiq Abdul Rahman. 

Bukan karena sosoknya yang tampan saja, tapi dikarenakan sosok tersebut merupakan seorang Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia yang masih berumur 25 tahun. Berita tersebut memberikan sebuah anggapan bahwa usia muda bukanlah suatu halangan untuk menjadi seorang menteri. Selain memiliki usia yang muda, saya lahir di era Milenial, dengan segala kecanggihan teknologi yang semakin mempermudah untuk mendapatkan segala informasi. 

Tak hanya sampai disitu saja, sebuah konsep "Revolusi Industri 4.0" yang saat ini dicanangkan akan menambah keuntungan sebagai orang yang lahir di era milenial. Namun, dibalik segala keuntungan tersebut, tentu saja diiringi dengan dampak negatif, salah satunya yaitu orang-orang dapat dengan mudah mengeluarkan pendapatnya yang mungkin saja akan menyebabkan berbagai permasalahan atau bahkan akan melanggar hukum, seperti penyebaran konten negatif (ujaran kebencian dan berita hoax).

(Sumber: suaraislam.co)
(Sumber: suaraislam.co)
Menjadi seorang menteri bukanlah hal yang mudah. Tanggung jawab, kerja keras, semangat dan rasa cinta tanah air haruslah menjadi satu paket yang dimiliki oleh seseorang jika ingin menjadi menteri. Menjadi menteri saja sudah sangat berat, apalagi kalau menteri yang diinginkan itu adalah menteri agama. 

Mengapa sulit? Mengapa berat? Itulah yang menjadi pikiran yang ada dibenak setiap orang, seperti yang diketahui jika membahas mengenai agama, maka itu sama saja dengan membahas sesuatu yang sangat sensitif. Bagaimana tidak, Indonesia yang terkenal dengan keanekaragaman budayanya, juga memiliki berbagai agama yang dianut di negeri ini. 

Keragaman agama tersebut diharapkan dapat menciptakan rasa saling menghormati satu sama lain, tapi harapan tersebut terkadang tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Masa lalu yang kelam pernah terjadi di tanah ibu pertiwi ini, seperti konflik-konflik keagamaan, yang berakhir dengan kematian dan isak tangis jutaan manusia karena korban-korban yang berjatuhan, sehingga menjadi alasan mengapa tugas dan tanggung jawab yang ada di pundak seorang menteri agama akan semakin berat dan sulit.

(Sumber: boombastis.com)
(Sumber: boombastis.com)
Perkembagan zaman tidak hanya memberikan perubahan pada gaya hidup dan teknologi saja, tapi perkembangan zaman juga memberikan dampak terhadap perubahan jenis-jenis konflik yang terjadi. Dahulu, konflik keagamaan yang paling sering terjadi adalah kerusahan antar daerah yang menyebabkan korban yang berjatuhan. 

Namun, seiring perkembangan zaman, membuat konflik-konflik keagamaan menjadi lebih beragam, salah satunya yaitu dengan kecanggihan teknologi, orang-orang dapat dengan mudah mengeluarkan pendapatnya, yang mana mungkin saja pendapat atau ungkapannya tersebut malah menyinggung suatu umat agama lain (ujaran kebencian) atau malah menyebarkan berita-berita yang tidak benar (berita hoax).

Untuk mengatasi permasalahan di era modern ini, maka diperlukan tindakan-tindakan yang telah diadaptasi sehingga permasalahan tersebut dapat diatasi sesuai dengan era-nya juga agar lebih efektif dan efesien. Oleh karena itu, jika menjadi menteri agama, saya akan menjadi menteri agama milenial dengan memberikan 4 solusi dalam mengatasi konten negatif di Indonesia, yaitu:

  • Nongkrong (Rapat ala Milenial)

(Sumber: malasbanget.com)
(Sumber: malasbanget.com)
Nongkrong merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh anak muda di mana pun. Saat nongkrong, anak muda terkadang membicarakan hal-hal yang sepele hingga hal-hal yang sangat penting. Ditinjau dari fungsinya, kegiatan 'nongkrong' akan digunakan sebagai tindakan awal sebagai bentuk pencegahan agar dapat mencegah terjadinya ujaran kebencian dan tersebarnya berita hoax. 

Kegiatan ini bertujuan agar Kementerian Agama, bersama dengan ulama-ulama agama lainnya, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komnas HAM, Kepolisian Republik Indonesia dan lembaga-lembaga terkait saling duduk bersama membicarakan standarisasi mengenai ciri-ciri dari ujaran kebencian dan berita hox yang dapat dikategorikan ke dalam tiga kondisi, yaitu ringan, sedang, dan berat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun