Perjalan Pendidikan Nasional
Awal pendidikan indonesia sudah lama di nantikan oleh rakyat indonesia pada masa penjajahan, namu yang dapat mencicipi pendidikan hanyalah yang berketurunan kerajaan namun pada tahun 1922 salah satu toko nasional dan juga tokoh pendidikan Raden mas Soewardi Soerjaningrat, yang kita kenal sekarang sebagai bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, beliau memualai mendirikan  sekolah Taman Siswa yang dimana semua pribumi bisa bersekolah tanpa ada ketentuan tertentu.
Pendidikan pada masa itu yang didirikan belanda hanya untuk orang, yang memiliki keturunan belanda dan keturunan raja saja, sistem pendidikan yang di junjung para penguasa bangsa Belanda di Indonesia sebenarnya sama sekali tidak memperhatikan soal pendidikan kebudayaan.Â
Mereka sematamata mementingkan pengajaran, yang intelektualitas serta materialistis, karena pendidikan di situ semata-mata berupa pendidikan intelek dan tidak berladas pada budaya, sedangkan indonesia memliki bergam budaya. Â
Menurut KHD Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan, atau pembentu peradaban menju pendidikan yang berkebudayaan, yang dimana pendidikan kebudayaan ini tertana pada filsafat KHD pendidikan adalah menuju ke perubahan, perubahan yang dimasud terdiri dari tiga yaitu. Â
Kodrat keadaan, kodrat ini terdiri dari dua yaitu:
Kodrat alam, pendidikan yang di pengaruhi oleh lingkungan alam, seperti yang di katakan oleh KHD, padi yang di tanam jangan mengharpkan menjadi jagung, anak yang di lingkungan petani jangan berpikir bahwa dia bisa menjadi nelayan.
Kodrat zaman, pendidikan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, seperti pembelajaran pada zaman dulu, tidak seperti pembelajaran pada zaman sekarang dan akan lebih maju lagi pada zaman yang akan datang.
Prinsip melakukan perubahan terdiri dari tiga yaitu:
Kontinuitas pendidikan yang berkelanjutan dari masa ke masa, dan tidak melupakan sejarah pendidikan  dan menjadikannya sebagai acuan pendidikan yang akan datang.
Konvergensi, Â yaitu pendidikan yang menanusiakan manusiakan, dan memperkuat nilai kemausiaan karena saling menghargai adalah nilai tertinggi dari sebuah pendidikan.
Konsentris, yaitu pendidikan yang harus menghargai keberagaman dan memedekakan pelajar, karena setiap orang memiliki keragamannya masing masing sejak lahir, baik keragaman agama, budaya, bahasa dan lain-lain.
Apa yang berubah?
Yang di maksud dari apa yang berubah di sini adalaha Budi pekerti yang diaman setiap peendidik harus memiliki pemikiran yang cemerlang, mengutamakan perasaan kepada anak, dan memili kemauan  tinggi untuk mendidik dengan sepenuh hati.
Dari perubahan yang di atas hal yang paling utama yang harus di lakukan oleh guru adalah memerdekakan pembelajaran yang berorientasi pada murit, Tujuan pendidikan berorientasi murid, bebas dari segala ikatan dengan suci hati mendekati sang anak tidak meminta suatu hak, tetapi berhamba kepada sang anak , berhamba kepada sang anaka di sini yang di mksud adalah bagai mana kita seorang uru haruslah memuliakan anak agara bisa mengenyam pendidikan dengan baik dan nyaman
Refleksi Perjalanan Pendidikan Nasional
Setelah mempelajari perjalanan pendidikan nasional dari sebelum dan sesudah kemerdekaan beserta tokoh tokoh penting dalam perkembangan pendidikan, saya sadar bahwa pendidikan adalah pondasi utama suatu bangsa. Melalui pendidikan, nilai budaya dan karakter bangsa dapat dilestarikan menjadi kepribadian bangs.Â
Penanaman nilai-nilai budaya dan karakter melalui pendidikan akhirnya akan memunculkan identitas dan jati diri bangsa. Dalam hal ini profil pelajar pancasila merupakan dasar utama yang perlu diimplementasikan secara menyeluruh dan  mendalam dalam jiwa generasi bangsa. Untuk dapat menyelaraskan tujuan pendidikan nasional dengan tindakan yang akan dilakukan di sekolah diantaranya:
- Mengidentifikasi kebutuhan peserta didik untuk dapat merancang pembelajaran yang terdiferensiasi. Karena setiap peserta didik itu unik dan unggul pada potensi nya masing-masing.
- Melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan menantang peserta didik agar berpartisipasi aktif baik di dalam ataupun di luar kelas.
- Melakukan diferensiasi dalam asesmen agar tidak hanya focus pada asesmen kognitif saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H