Berapa zaman telah menderita,
Semenjak ia pun telah mengusir kita.
Lalu, kita terdampar di ruang sepi.
Tengadah pada langit sepi.
Sepertinya Tuhan tengah menutup diri pada manusia.
Keterbatasan dan ketidak berdayaan, melekat pada diri kita.
untung saja, akal dan hati masih menjadi lilin yang abadi.
dalam kurun waktu yang singkat
Para dedaunan pun akan jatuh dengan tabah
sedang, ranting-ranting telah begitu dekatnya pada cemas yang ranum.
Mungkin, tidak ada pilihan lain.
Selain kita turut berpartisipasi merakit jarum, geer dan waktu yang akan kita lalui
Sama halnya, para pohon-pohon pendahulu.
"Tiada pilihan yang benar, selain kita harus melakukan konfrontasi pada selembar kertas dan sekeping monitor. mengisolasi diri sejenak, memilih diksi atau mungkin saja, kita berdamai dengan angin yang berdatangan memeluk diri kita ".
Segala atas nama-Mu ; harapanku abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H