terhembus angin lepas
aku terdiam hingga angin menyambutku
disambut pula oleh rumput kering luasnya sabana, Â sesosok tubuh lemparkan badan diatas tanah.
perhatikanlah wajah yang resah itu. Â
senyumnya merona, di dalamnya menempel koyok disebelah pundak, Â punggung dan kaki.
matanya berbinar, lalu dengan sengaja ia berteriak lantang lepas tak ada batas.
sudahlah, duduk sejenak dan sini ku tuangkan kopi lagi...
begitunya suara itu keluar, Â akupun terdiam.
dengan apa,
dengan apa,
aku bisa hidup tanpa mencintaimu...
sedang  hanya kau yang ada dalam hati ini,  fikiran ini,  tubuh ini,  ini milikmu.
setiap apa yg aku lihat, Â serupa semua itu kamu. wajahmu, senyummu, matamu, Â langkahmu, tubuhmu dan itulah namamu dalamnya aku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H