Meski begitu juga memberdayakan masyarakat sekitar, bahkan tak jarang pesantren yang teletak di dataran tinggi ini menjadi tempat kuliah kerja nyata (KKN) perguruan negeri terkenal bahkan beliau menawarkan untuk KKN 2-3 tahun. Sampai-sampai banyak bank besar yang berebut menanamkan saham padanya karena mereka mulai sulit membagi dividen bagi nasabahnya. Dan beliau selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar padanya. Sebagai warga negara yang patuh pajak, beliau menyumbang pendapatan negara kurang lebih 200 juta setiap tahunnya.
Di balik itu semua juga tak lepas dari riyadhoh lulusan Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri ini dengan senantiasa sholat malam dan rajin bersedekah. 10 % dari keuntungan perusahan beliau dalam sebulan beliau tasarufkan untuk kaum fakir miskin dan pembangunan masjid di sekitar kecamatan Pacet yang pada awal 80-an berjumlah 9 buah saat ini sudah mencapai 89 Masjid. Menurut bapak dari 20 anak ini riyadhoh adalah cara kita untuk memungut rezeki Allah SWT agar kita diberi kecukupan oleh-Nya dengan tanpa melupakan-Nya.
Setelah berlangsung 2 jam kemdian beliau menyudahi diskusi malam ini dengan ditutup dengan doa yang kami amini, selanjutnya kemudian menyantap sajian soto ayam. Dan akhirnya sekitar pukul 22.00 kami bertolak kembali ke Malang dan meninggalkan pesantren yang penuh keberkahan ini.
Sebenarnya masih banyak yang ingin kuuraikan dalam catatan ini, tetapi mungkin tulisan ini bisa sedikit menggambarkan bahwa islam tak mengajarkan untuk menjadi bangsa peminta, tetapi menjadi pribadi yang senang memberi. Semoga bermanfaat
Singosari, 14 Syawal 1435 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H