Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Money

Karakter. Dari Awal Hingga Akhir.

26 Januari 2012   00:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:27 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semerbak Coffee

Gara-gara Facebook, silaturahmi saya dengan seorang teman SMP terjalin kembali. Iwan Agustian. Dia punya beberapa usaha. Dan dia salah satu pengurus komunitas pengusaha TDA (Tangan di Atas) wilayah Depok, kota tempat kami tinggal. Dia mengajak saya bergabung di komunitas tersebut.

Silaturahmi membuka pintu rezeki, itu benar sekali. Suatu hari dia melontarkan ide iseng untuk membuat booth yang menjual kopi blend. Dia siap dengan suplai bahan bakunya. Saat itu memang saya sedang berpikir untuk membuat take-away booth minuman siap saji, memanfaatkan teras ruko saya yang kosong. Haa.. Pucuk dicinta ulam tiba!

Selanjutnya ide iseng itu serius kami rembukkan. Rencana ke depan, kami akan mewaralabakan booth minuman kopi-blend siap saji ini. Juni 2009, Semerbak Coffee diluncurkan, dengan modal patungan masing-masing 1.6 juta rupiah.. hehe modal minimalis kan?

Bisnis yang kelihatannya kecil itu, mulai berkembang. Karena dari awal kami sudah berpikir besar. Tidak hanya 'membangun' bisnis tapi untuk 'menjual' bisnis. Beberapa waktu kemudian, bisnis itu kami buat sistem kemitraan. Sampai saat ini, sudah ada 380 outlet kami tersebar di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.

Tentunya anda ingin tahu nasib usaha lain yang saya buka ‘kan? Semua usaha tersebut saya TUTUP dengan sukses dalam waktu kurang dari 6 bulan.. Hehe (kecuali usaha laundry yang masih jalan, yang sekarang di-handle oleh ibu mertua saya). Nah, karena modal usaha dari pinjaman bank, ini berakibat timbulnya kredit macet yang lumayan besar. Sehingga sempat saya melewati masa-masa dimana harus sering ‘bercengkerama’ dengan para debt-collector bank yang rajin menelfon dan bertandang ke rumah dan kantor.. hehe.

Lucu ya, usaha yang awalnya iseng-iseng malah berkembang, sementara usaha dengan modal lumayan besar, malah tutup :)

Sampai saat ini saya masih struggling dengan pembayaran pinjaman bank tersebut. Tapi saya tidak pernah menyesali keputusan yang pernah saya ambil. Malah sebaliknya saya bersyukur. Kok bersyukur? Ya. Karena jika tidak, mungkin saya tidak akan bertemu dengan Iwan Agustian, dan tidak akan lahir Semerbak Coffee  :)

.

Bersambung ke Bagian-2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun