Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Catatan

“Di Bawah Lindungan Kabah” : Sebuah Titik Balik

4 September 2011   06:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:15 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah ‘mengungsikan’ anak pertama dan kedua kami ke rumah neneknya, kami, saya, isteri dan anak ketiga kami Axan, siang itu berniat menghabiskan waktu dengan menonton “Di Bawah Lindungan Kabah” (DBLK) di Platinum Margo City, Depok. Walaupun ada sedikit ‘gangguan’ dari si kecil Axan (1 tahun), akhirnya kami bisa menikmati film tersebut. Film yang diangkat dari sebuah novel lama karya ulama besar Indonesia, Alm Prof Buya Hamka ini memang layak ditonton. Karakter pemain-pemainnya kuat. Akting pemain menjiwai. Dialog-dialognya padat berisi. Gambar, setting dan pencahayaannya mendukung banget. Keseluruhan aspek dalam film ini saya anggap bagus, kecuali banyaknya iklan komersil yang terkesan dipaksakan. Di sini saya tidak akan me-review film tersebut. Silakan nonton buat yang belum nonton ya… Yang saya mau ceritakan justru kejadian setelah menonton film tersebut. Kami mampir ke toko buku Gunung Agung yang ada di mal itu. Dan istri saya menemukan buku “Terciptanya MahaKarya Di Bawah Lindungan Kabah” dan langsung menunjukkan ke saya dengan mata berbinar. Whaa.. Itu adalah buku pertamanya yang baru saja dirilis! Memang kelihatannya ‘cuma’ buku behind the scene tentang pembuatan film DBLK, tapi buat isteri saya, buku itu merupakan titik balik dalam hidupnya. [caption id="attachment_236" align="aligncenter" width="497" caption="Terciptanya Mahakarya “Di Bawah Lindungan Kabah”. Penulis: Jaumil Aurora."][/caption] Berawal setelah melahirkan anak kami yang ketiga, saat sedang cuti panjang dari kantornya, dia hadir ke reuni SMA nya. Salah satu teman SMA nya ternyata adiknya adalah seorang penulis skenario.  Singkat cerita, jadilah dia berguru penulisan skenario private dengan adik temannya itu. Isteri saya ini dari kecil memang hobi menulis, cuma tidak pernah didalami dengan serius. Kejadian mengejutkan terjadi tepat  sebulan setelah isteri saya masuk kantor kembali setelah cuti hamilnya habis. Isteri saya diberhentikan dari kantornya. Down-sizing. Buat kami hal tersebut lumayan mengagetkan dan membingungkan. Apalagi saat itu belum ada lowongan kerja di tempat lain yang sesuai dengan isteri saya. Yang biasanya kami hidup dengan double-income, kini harus cukup dengan single income. Tentunya banyak penyesuaian yang harus kami lakukan. Apalagi kami masih terikat pembayaran KPR dan beberapa KTA, serta sempat berurusan dengan para debt-collector. Isteri saya bekerja di perusahaan swasta asing bidang telekomunikasi. Kami sama-sama lulusan Teknik Elektro UI. Sayangnya pekerjaan yang selama ini dia jalani tidak sesuai dengan hatinya. Karena itu setelah PHK ini dia memutuskan untuk serius menekuni penulisan skenario film. Mungkin ini blessing-in-disguise. Beberapa bulan berjalan, isteri saya sudah menulis beberapa skenario dan menawarkan ke beberapa sutradara. Tapi order belum didapatkan. Di tengah kondisi ‘rindu order’, datang tawaran bekerja dari rekan dekat di kantornya yang terakhir yang sekarang sudah pindah ke perusahaan lain. Mendapat tawaran gaji yang lumayan, isteri saya mulai bimbang. Ya alasannya lagi-lagi uang. Kami memang butuh uang. Malam sebelum rekannya menanyakan keputusannya, isteri saya bertanya ke saya, apa yang sebaiknya dia lakukan. Saya lupa persisnya yang saya katakan, tapi intinya, untuk apa dia balik lagi ke belakang melakukan pekerjaan yang tidak dia sukai. Uang bukan segala-galanya. Untuk apa kita punya uang tapi kita tidak bahagia menjalaninya. Saya anjurkan untuk dia tetap dengan keputusannya dalam penulisan skenario. Kalau soal rezeki, Tuhan pasti akan berikan dari mana pun sumbernya. Dan tebak, hanya berselang satu hari, ya satu hari, setelah dia menolak tawaran dari rekannya untuk kembali bekerja di dunia komunikasi tersebut, datang tawaran dari guru penulis skenarionya untuk menggarap buku behind the scene-nya DBLK. Guru isteri saya adalah penulis skenario film tersebut, Titien Wattimena. Ajaib ya? Ya itu suatu keajaiban buat kami. Itulah pintu pertama isteri saya berkenalan dengan dunia perfilman. Dia sempat hadir di area syuting dan berkenalan dengan sutradara, pemain dan kru film tersebut. Dan akhir Ramadhan kemarin, sebagai asisten Titien, isteri saya baru saja merampungkan skenario film pertamanya. Rencana akan mulai diproduksi September ini. Dan sudah ditawari untuk film kedua dari produser yang sama. Semoga ini awal yang baik untuk karir dia di dunia perfilman ini. Tipis ya? Memang tipis sekali batasnya. Jika malam itu dia memutuskan untuk kembali ke pekerjaan telekomunikasinya, mungkin dia tidak akan mengenal dunia barunya yang sekarang. Dia akan tenggelam dalam rutinitas pekerjaan yang tidak disukainya. Sepanjang sisa hidupnya. Seperti yang dikatakan tokoh Hamid dalam DBLK, saat kita menghadapi badai kehidupan, yang diperlukan adalah tetap berjalan. Bukan diam menyesali nasib. Tetap berjalan dengan dua modal, keyakinan dan cinta. Walaupun kami baru saja mengalami masalah keuangan yang parah, kami tetap berjalan dengan apa yang kami pilih. To follow our passions. Mengenai rezeki untuk kehidupan kami, persis seperti yang dikatakan ibunda Hamid kepada Hamid saat dia harus pergi karena diusir dari kampungnya, “Ketika kamu tidak punya siapa-siapa selain Allah, ingat lah bahwa sebenarnya Allah itu lebih dari cukup.” . Depok 3 September 2011 *Special thanks to Ria and Tinut for bringing my wife into the new world. Muadzin F Jihad Owner Semerbak Coffee Twitter @muadzin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun