Mohon tunggu...
Mochammad Bambang Sadewa
Mochammad Bambang Sadewa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang memiliki antusias dan bermotivasi tinggi yang semangat dalam mencari tantangan baru.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Transformasi dalam Konflik Penolakan Reklamasi Teluk Benoa

17 Januari 2023   20:33 Diperbarui: 18 Januari 2023   10:36 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Mongabay Indonesia

Reklamasi  bukanlah perihal asing yang dilakukan pada masa modern seperti saat ini. Di Indonesia sendiri, walau memiliki kawasan darat yang sungguh luas, akan tetapi nyatanya senantiasa terselip pula aktivitas reklamasi daratan yang berlangsung di negara ini, seperti wacana reklamasi di Bali dan Jakarta. 

Reklamasi ini sejatinya memiliki penafsiran sendiri yaitu suatu usaha ekspansi darat dengan metode membuka kawasan daratan baru di area tepi laut dengan teknik menumpuk dasar laut dengan material yang bersifat seperti tanah, pasir, bebatuan serta sejenisnya. Dengan kata lain, aktivitas reklamasi adalah mengganti area perairan menjadi area daratan.

Rencana aktivitas reklamasi di Teluk Benoa telah menjadi kunci bahwasannya ada perihal yang direncanakan untuk mengupayakan ekspansi perairan di daerah Benoa untuk menjadikannya sebagai area pariwisata baru di kawasan darat. 

Pulau Bali yang merupakan salah satu destinasi wisata populer internasional mengundang para kapitalis untuk turut berinvestasi dan pengupayakan seluruh hal supaya rencana reklamasi kemudian dapat diterima oleh pemerintah. 

Pada tahun 2012, rencana ini kemudian membuahkan hasil karena Gubernur Bali kala itu yakni I Made Mangku Pastika menyetujui tentang perihal reklamasi di Teluk Benoa, Kabupaten Badung, Provinsi Bali tersebut. 

Hal ini disetujui karena Teluk Benoa dianggap telah mengalami sedimentasi alam, dan perihal reklamasi ini juga sejalan dengan apa yang dibutuhkan pemerintah kala itu yakni kebutuhannya akan lahan pertanahan untuk lebih meningkatkan sektor pariwisata dan perekonomian yang bertujuan sebagai pemekaran kota di kawasantersebut.

Penolakan atas rencana reklamasi di Teluk Benoa kemudian bermunculan karena kebijakan Gubernur Bali atas persetujuannya terhadap reklamasi dianggap telah menyimpang dari apa yang tercantum dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2011 yang mana didalamnya menyatakan bahwasannya kawasan area Teluk Benoa merupakan area pelestarian/konservasi alam yang sudah seharusnya dirawat dan dijaga. 

Oleh karena statusnya sebagai kawasan konservasi dan pelestarian, maka dilarang atas diberlakukannya reklamasi di area tersebut karena dianggap dapat menimbulkan dampak negatif yang bervariatif atas kerusakan lingkungan seperti terganggunya keseimbangan ekosistem, potensi dalam meningkatkan bahaya abrasi dan sebagainya.

Dalam problematika reklamasi ini tentunya melahirkan gejolak sosial yang dimana banyak masyarakat Bali kemudian berhimpun untuk menolak rencana tersebut dengan menciptakan wadah sosial berupa komunitas gerakan perlawanan yang biasa dikenal sebagai ForBALI yang memiliki tujuan untuk mengkampanyekan penolakan atas wacana reklamasi Teluk Benoa yang telah dianggap sebagai suatu keputusan yang menyedihkan.

Pembuatan pulau-pulau baru dipesisir diyakini bukan solusi yang tepat untuk meningkatkan sektor pariwisata dan perekonomian lokal. Karena apabila reklamasi ini terjadi maka dapat mengancam aspek sosial, adat budaya dan kelestarian lingkungan. Maka masyarakat lokal kemudian menuntut kebijakan yang jelas untuk dibatalkannya upaya reklamasi yang dilakukan di Teluk Benoa.

Adanya gejolak sosial yang melahirkan gerakan dan komunitas sosial dapat dipastikan bahwasannya ini merupakan karakteristik aksi sosial yang dimana didalamnya terdapat hubungan konfliktualitas yang nyata. 

Lebih jelasnya, pihak yang berkonflik disini merupakan komponen dari berbagai elemen masyarakat Bali yang berusaha melawan kebijakan pemerintah. Perlawanan ini merupakan hasil murni dari sebuah kegusaran dan kecemasan masyarakat Bali yang berkesimpulan bahwa mereka bersatu padu dalam melawan kegiatan reklamasi teluk yang telah dianggap sewenang-wenang tersebut.

Apabila dianalisa melalui sisi lingkungan maka reklamasi ini justru berpotensi dapat merusak ekosistem dan kehancuran atas keanekaragaman hayati didalamnya karena adanya eksploitasi lingkungan hidup untuk kepentingan pariwisata. 

Dari sisi sosialnya, para pelayan ikan tradisional akan kehilangan pekerjaannya yang dimana dari hasilnya lah merupakan sumber-sumber kehidupan mereka. Walaupun memiliki sisi positif seperti meningkatkan pendapatan daerah karena dibangunnya berbagai usaha dan objek wisata, namun bukan berarti harus mengabaikan masyarakat setempat yang dimana akan kehilangan mata pencahariannya.

Oleh karena kegigihan masyarakat lokal dan gerakan ForBALI terhadap penolakan reklamasi, aksi sosial mereka kemudian dinotice secara positif oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yakni Susi Pudjiastuti pada tahun 2019, yang kemudian menetapkan bahwa Teluk Benoa merupakan bagian dari area pelestarian konservasi maritim. Yang dimana dengan ditetapkan keputusan tersebut maka reklamasi tidak dapat dilanjutkan kembali.

Pada akhirnya, perjuangan gerakan sosial ForBALI tidak hanya terbatas untuk masyarakat regional Bali saja, melainkan telah menjadi perjuangan bersama dan bersatu bagi seluruh pecinta lingkungan seluruh dunia setelah gerakan ini mampu berafiliasi dan berkolaborasi dengan Walhi dan Greenpeace yang kemudian berhasil dalam membuat isu reklamasi Teluk Benoa ini kemudian diangkat menjadi isu nasional bahkan internasional, yang sukses meraih simpati dan dukungan masyarakat atas upaya pelestarian alam di Teluk Benoa.

Berdasarkan kasus penolakan reklamasi tersebut, maka kita menemukan bahwa terdapat kegigihan dan ketekunan masyarakat lokal dalam memperjuangkan haknya sebagai warga negara yang baik dalam mengupayakan untuk terciptanya transformasi atas problematika yang terjadi. 

Tentunya hal ini merupakan keyakinan murni dari masyarakat yang masuk kedalam salah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan yang ada disekitarnya. Respon positif dari pemerintah pusat telah memberikan transformasi yang awalnya konflik menjadi sebuah perdamaian yang tentunya harus dijaga dan dirawat bersama supaya tidak menimbulkan perpecahan di kemudian hari. 

Dari peristiwa yang terjadi nyatanya juga telah menghasilkan buah pemikiran bagi masyarakat akan kesadaran pentingnya bagi setiap orang untuk tidak apatis terhadap lingkungan yang kemudian hal ini diharapkan sebagai tindakan pencegahan atas dampak-dampak rusaknya alam yang terjadi apabila kelestarian lingkungan dan ekosistem tidak terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun