Hari Sabtu, tanggal 22 Oktober 2022 lalu saya mendapatkan pengalaman mengesankan dengan mengikuti perjalanan sehari bersama Komunitas Travelling Kompasiana ke Bogor.Â
Trip ini disponsori terutama oleh Kompasiana dan DisParBud Kota Bogor. Selain itu juga ada dukungan dari beberapa produk kuliner yang ada di Kota Bogor, yaitu Sirup Pala Bogor, Jumpa Bogor, dan Gift by Casandra.
Pukul 5 pagi saya berangkat dari rumah yang berlokasi di Ciledug menuju stasiun Kebayoran Lama untuk menggunakan transportasi KRL menuju Bogor yang transit di Tanah Abang dan Maggarai. Perjalanan untuk sampai di Bogor kurang lebih memakan waktu 2.5 jam.Â
Dari Stasiun Bogor saya menuju alun-alun karena disitulah meeting point kami berkumpul. Sebelum kami memulai perjalanan kami menelusuri kampung-kampung wisata di Bogor, sarapan kami ditemani oleh lezatnya kue pastry dari Jumpa Bogor dan juga segarnya minuman sari buah pala dari Sirup Pala Bogor.Â
Selain itu juga ada wingko empuk dari Gift by Casandra. Kenyang sudah perut kami, selanjutnya pun Kang Arif, guide kami yang nantinya menemani perjalanan kami ke Bogor, mengumpulkan kami untuk segera berangkat menggunakan Bus Uncal.Â
Jadi seharian itu kami akan menggunakan kendaraan ini untuk mengelilingi Kota Bogor. Apa sih Bus Uncal itu? Bu Uncal adalah sarana transportasi gratis wisata Kota Bogor. Kalau dalam Bahasa Inggris bisa disebut City Tour Bus.Â
Bus ini adalah bus yang terbuka. Jadi kita yang menaiki bus ini bisa melihat dan menikmati sekeliling kota Bogor yang kita lalui, apalagi ditemani dengan cerita dari Kang Arif mengenai apa yang sedang kita lihat atau kita lewati.
Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Kampung Batik Cibuluh. Sebelumnya, kampung batik ini adalah lingkungan tempat tinggal biasa yangterletak di Kampung Neglasari Bogor Utara. Bukan dikenal sebagai kota penghasil batik, sebenarnya pembinaan dan pemberdayaan pengrajin batik sudah dilakukan sejak tahun 2016 di tempat ini.Â
Pada bulan Agustus 2019, dengan mendapat support dari Baznas, IPB, dan Walikota Bogor, akhirnya Kampung Batik Cibuluh resmi menjadi Kampung Wisata. Jadi jika mencari batik dan melihat bagaimana proses membatik, ini adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi.Â
Kampung batik ini dibagi menjadi 10 bagian 'workshop' yang masing-masing diberi nama dan kategori yang berbeda. Walaupun kami hanya sempat mengunjungi 4 diantaranya, yaitu Batik Sadulur, Batik Pancawati, Batik Bumiku, dan Batik Melangit.Â
Dengan mengunjungi Kampung Wisata Batik Cibuluh ini tentunya dapat memperkaya pengunjung dengan pengetahuan bagaimana batik tulis hingga batik cetak diproses oleh para pengrajin. Pengunjung pun tentunya bisa membeli karya-karya pengrajin di kampung wisata ini.
Selanjutnya menjelang siang, kami meninggalkan Kampung Batik Cibuluh. Dengan Bus Uncal yang kami tumpangi kami menuju Pulo Geulis. Apa sih Pulo Geulis itu? Pulo Geulis merupakan sebuah pulau kecil di tengah aliran sungai Ciliwung.Â
Walaupun bukan pulau sebenarnya, namun daerah ini dikelilingi oleh Sungai Ciliwung dan menjadikannya tampak seperti pulau atau daratan di tengah Sungai Ciliwung.Â
Penduduk di Pulo Geulis ini kebanyakan dari suku Sunda dan Tionghoa. Namun mereka hidup berdampingan dengan damai walaupun mereka memiliki tradisi bahkan keyakinan yang berebeda. Untuk mencapai Pulo Geulis, kami melewati jembatan di atas aliran Sungai Ciliwung. Di Pulo Geulis ini terdapat sebuah klenteng tertua di Bogor. Nama Klenteng ini adalah Pan Kho Bio. Pan Kho diambil dari nama dewa Pan Kho, yang dipercaya sebagai leluhur bangsa Tiong Hoa.Â
Yang menarik, sejarah berdirinya klenteng ini sudah sejak Kerajaan Padjajaran dan dipercayai bahwasanya dulu Prabu Siliwangi, Raja Padjajaran pernah menjadikannya tempat peristirahatannya. Karena itu orang Tionghoa percaya bahwa tempat ini adalah  tempat yang sakral dan mendirikan klenteng di sini. Jika kita memasuki klenteng ini, yang kami dapat lihat jelas adalah sebuah altar dengan patung Dewa Pan Kho, dewa tertinggi yang diagungkan di klenteng ini.Â
Di Klenteng ini juga terdapat petilasan atau simbol tentang seringnya seorang penting dalam sejarah berada di tempat itu. Embah Sakee nama tokoh itu, salah satu penyebar agama Islam di situ yang juga merupakan putra dari Sultan Ageng Tirtayasa dari kerajaan Banten.Â
Selain itu ada makam Embah Imam yang adalah juga penyebar agama Islam di Padjajaran. Oleh sebab itu tidak heran, di bagian belakang itu terdapat Mushola untuk bersembahyang bagi umat muslim.
Setelah itu, kami menuju Kampung Labirin yang cukup berjalan kaki dari situ. Kampung Labirin terletak di sebelah Pulo Geulis. Daerah ini dulunya adalah perkampungan kumuh yang kemudian ditranformasi menjadi kampung wisata dengan binaan dari Astra. Astra memfasilitasi kampung ini dan membina warganya dengan berbagai kegiatan untuk berkarya.Â
Sesuai namanya, Kampung Labirin terdiri dari gang-gang kecil yang memungkinkan pengunjung untuk tersesat jika tidak bertanya. Menariknya, pengunjung di sini juga dapat melihat bagaimana para warga berkarya seperti membuat kue, bermain angklung, membaca di taman bacaan, menari, bahkan ada yang membuat atau menghasilkan emping dengan bahan baku jengkol yang juga sudah diekspor ke luar negeri. Jadi menarik sekali jika ke Bogor berkunjung ke Kampung Labirin ini.
Waktu sudah lewat dari pukul 1 siang. Kami pun menuju tempat berikutnya yaitu Desa  Wisata Mulyaharja dengan masih menggunakan Bus Uncal disambung dengan angkutan umum karena akses menuju tempat itu tidak memungkinkan dilalui oleh Bus Uncal. Desa Mulyaharja merupakan kelyrahan di Bogor Selatan yang memiliki lahan sawah yang sangat luas.Â
Hamparan sawahnya ini lah yang menarik untuk dikunjungi, karena di tengah sawah tersebuh dibangun deck untuk berjalan kaki menikmati pemandangan sawah dan juga terdapat gazebo dari kayu untuk dapat duduk-duduk di situ sambil menikmati makan siang. Sesampainya di sana, kami sudah ditunggu oleh hidangan makan siang khas Sunda yang menggugah selera.Â
Makan siang di Desa Wisata Mulyaharja nikmat sekali, perut kami yang lapar akhirnya dihibur oleh cita rasa khas Sunda apalagi dikelilingi pemandangan yang apik di sekitar kami.
Setelah menghibur perut dan mata di Desa Wisata Mulyaharja, tiba saatnya kami mengunjungi tempat terakhir yaitu Kampung Perca Sindangsari. Jarak antara Desa Mulyaharja menuju  Kampung Perca memakan waktu sekitar lebih dari 30 menit. Kampung Perca Sindangsari tidak jauh berbeda dengan Kampung Batik Cibuluh.Â
Yang berbeda adalah Kampung Perca Sindangsari ini menghasilkan kerajinan kain, pakaian, dan sebagainya dari kain perca. Jadi ternyata kain perca tidak harus dibuang, tapi justru bisa memperindah pakaian bahkan bisa menjadi kerajinan lainnya. Di sini para warga mengkaryakan kain perca hingga hasilnya dapat dijual.Â
Saya pun akhirnya membeli outer dengan hiasan kain perca yang bisa juga terlihat elegan dengan harga Rp. 150.000. Jadi jangan lupa jika ke Bogor cobalah berkunjung ke Kampung Perca Sindangsari, untuk melihat karya-karya warga setempat yang menarik. Oh ya, di sana juga kami disuguhi minuman berbahan baku rempah yaitu Bir Pletok dari produk minuman kesehatan Bang mamat. Kalau berkunjung ke Kampung Perc aini jangan lupa juga untuk mecobanya.
Akhirnya waktu sudah menjelang senja, waktunya bagi kami untuk mengakhiri eksplorasi kami di Kota Bogor yang mengesankan ini. Bus Uncal pun berhenti di depan Stasiun Bogor sebagai pertanda kami harus kembali menuju tempat tinggal kami untuk bertemu dengan keluarga dan beristirahat.Â
Puji syukur alhamdulillah Bogor memberikan kesan yang indah untuk saya seindah kotanya. Saya tidak akan bosan untuk mengunjungi Kota Bogor karena memang banyak sekali yang dapat dieksplorasi di kota ini. Terima kasih Kompasiana, DisParBud Kota Bogor, dan juga Kotekasiana atas kesempatan yang mengesankan ini.
Jumpa lagi ditulisan perjalanan saya berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H