Dalam bidang neuro sains ada adagium "you use it or you loose it", di situ dimaksud bahwa jika otak manusia semakin tidak terampil digunakan maka ada bagian-bagiannya yang tidak berkembang. Ibaratnya ketika manusia semakin aktif menggunakan papan tombol pada komputer, atau menggunakan layar sentuh pada perangkat bergerak, keterampilan manusia menggunakan pena/kuas untuk menggambar dan atau menulis semakin pudar. Rasa-rasanya terlalu sayang apabila kemampuan manusia menggunakan jari-jarinya berkutat pada memencet tombol dan menggeser layar.
Dengan demikian perlulah menggugah kesadaran peradaban KT yang manusiawi dan sinergis yaitu peradaban KT yang merangkul teknologi namun tidak menghilangkan esensi manusia penggunanya. Peradaban KT yang manusiawi dan sinergis juga perlu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagai rambu-rambu teknologi. Peradaban KT yang mapan memahami teknologi dengan baik sehingga mampu bersikap terhadapnya dengan tepat dan memadai. Peradaban KT hakikatnya tetap membuat manusia dapat semakin berkembang sebab teknologi telah menggantikan tugas-tugas dan peran yang tidak 'menyenangkan' atau berbahaya bagi manusia, seperti pekerjaan-pekerjaan repetitif dan berisiko tinggi. Sehingga manusia dapat lebih bebas dan leluasa mengembangkan dirinya.
Kemajuan KT perlu ditempatkan dalam konteks yang tepat agar KT menjadi mitra yang andal, bukan untuk melemahkan kemampuan dan kapasitas manusia. Untuk itu perlu dilakukan pembedaan konteks KT yaitu ketika dibutuhkan bagi manusia, dan ketika KT tidak boleh mengabaikan formasi manusia (misalnya dalam bidang pendidikan) dalam proses evolusi pengembangan spesies manusia. Pengalaman dan pengetahuan harus selalu dijaga, dibentuk pada spesies manusia seperti pengalaman kebertubuhan, indra, emosi, dan kognitif, pengalaman subjek sebagai individu dan pengalaman subjek dalam sosial kemasyarakatan. Penggunaan KT yang intensif diharapkan terukur menjaga pengalaman-pengalaman formasi manusia tetap berkembang. Pengalaman-pengalaman ketekunan, kerja keras, mengalami kesulitan, bersabar, berproses, berkreasi, berimajinasi, menyelesaikan masalah, kepekaan, intuisi, empati, dan seterusnya, tetap perlu dijaga sebagai bagian dari kekhasan dan corak kemanusiaannya.
Pengalaman-pengalaman tadi menumbuhkan sikap simpati dan empati. Tanpa pengalaman-pengalaman manusiawi, lunturlah penghargaan terhadap nilai-nilai. Memudarnya penghargaan terhadap nilai-nilai dapat mengarahkan manusia pada kecondongan pragmatisme yang mengabaikan proses. Pragmatisme menghancurkan nilai-nilai sebab proses tumbuhnya nilai-nilai kebajikan tidak dihargai dan diminati selain daripada semata-mata fokus pada hasil instan. Kebudayaan pragmatis yang fokus pada hasil instan kurang mengindahkan proses bertumbuh dan berkembangnya nilai-nilai; takutnya akan menjadi tanah subur bagi berkembangnya paham serupa nihilisme. Suatu sikap apatis terhadap proses, nilai-nilai, dan kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H