Lazimnya sketsa dibikin dengan goresan pensil, konte, tinta, atau cat air di atas kertas.Â
Gambar-gambar ilustrasi dalam tulisan ini adalah contohnya. Simpel, kan?
Sebuah sketsa pada mulanya ada dalam pikiran, berupa gagasan abstrak. Otak kemudian mengkoordinir otot mata, pergelangan, dan jemari tangan untuk menuangkan gagasan itu ke dalam bentuk komposisi garis-garis kongkrit di atas kertas.Â
Jadi selain merawat motorik halus, kegiatan bikin sketsa itu juga melatih otak untuk tetap aktif dan sehat. Setidaknya bantu-bantu mencegah demensia.
Kan gak asyik banget sudah lansia demensia pula. Eh, tahu demensia, kan? Pikun!
Ceritaku Bikin Sketsa
Sebenarnya untuk merawat motorik halus dan otak selama ini aku menulis artikel. Hasilnya ku bagikan terutama lewat blog Kompasiana.
Tapi akhir-akhir ini kadang jenuh juga. Banyak ide tapi rada males nulis. Walau kopi sudah diseduh.
Nah, itu alamat cilaka untuk otak dan motorik halus. Mesti ada solusinya.
Tapi apa, ya.
Ya, itulah, terpikir bikin sketsa. Menuangkan gagasan di kepala menjadi gambar orat-oret di atas kertas. Pakai pinsil atau pulpen.
Obyek sketsaku bisa apa saja tapi aku sedang suka momen-momen indah Paus Fransiskus. Maka jadilah sketsa Paus mencium tangan Imam Besar di Masjid Istiqlal; Paus berpelukan dengan anak kecil; Paus merengkuh ke dadanya seorang difabel; Paus dengan seekor burung beo.