Pertemuan pertama itu segera disusul dengan pertemuan-pertemuan berikutnya. Dari tadinya hanya dua orang menjadi banyak orang. Dari tadinya sembunyi-sembunyi malam hari menjadi terbuka di siang hari.
Demikianlah, berkat keramahan dan keterbukaannya dalam betkomunikasi, Pastor Sybrandus berhasil "menjala manusia" di Tanah Batak. Pada pertengahan 1935, tercatat 600 orang telah dibaptis (mayoritas anak kecil), dan 3,200 orang menjadi katekumen (belajar agama Katolik).Â
Tak hanya dari Balige dan sekitarnya. Permintaan untuk kunjungan dan pengajaran agama Katolik datang juga dari daerah Samosir dan Uluan di barat daya/utara, Silindung di selatan, Humbang/Hasundutan di barat, dari Habinsaran di timur.Â
Tuaian melimpah tapi penuai terlalu sedikit. Mgr. Mathias Brans kemudian mengutus bala bantuan, sejumlah pastor dan bruder Belanda ke Balige untuk menjalankan karya Misi di Tanah Batak.Â
Pada tahun 1936, di atas sebidang tanah bekas bioskop dan gudang beras di tepi jalan raya, berdirilah Gereja Katolik Santo Yosef, Paroki Balige. Di belakang gereja dibangun juga sebuah sekolah Katolik. Pasangan gereja dan sekolah ini menjadi pola baku pembangunan komplek gereja Katolik di Tanah Batak.
Dari Paroki Balige inilah agama Katolik kemudian menyebar ke delapan penjuru Tanah Batak. Huria pagaran, atau stasi, segera tumbuh cepat di Uluan, Samosir, Humbang Hasundutan, Silindung, dan Habinsaran (Parsoburan). Selanjutnya pemekaran Paroki Balige yang melahirkan paroki-paroki Sibuntuon (kelak gabung lagi ke Balige), Lintongnihuta, Doloksanggul, Tarutung, Parsoburan, dan Pangururan.
Tuturan di atas adalah kisah kelahiran dan persebaran Gereja Katolik di Tanah Batak. Posisi kota Balige menjadi sentral. Di situlah Gereja Katolik pertama lahir, dan dari situlah dia menyebar ke seluruh penjuru Tanah Batak. Karena itulah Balige dijuluki sebagai "Betlehem Tanah Batak".
Ke Balige, ke Betlehem, ke Bona Pasogit, ke Kasih
Balige itu adalah suatu model Betlehem. Betlehem dalam ajaran Katolik dimaknai sebagai lokus kelahiran Sang Kasih, Sabda Yang Hidup Menjadi Daging, Yesus Kristus sendiri. Tempat lahir Hukum Utama: "Kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri."
Karena itu kembali ke Betlehem pada hakekarnya adalah kembali ke akar, kembali kepada Hukum Kasih. Sekaligus kembali kepada Damai, karena Kasih adalah rahim Damai. Bukan kesiapan perang yang menjadi sumber damai -- civis pacem parabellum.
Kembali ke Balige sebagai "Betlehem", dalam konteks budaya Batak Toba, dapat dimaknai pula sebagai kembali ke Bona Pasogit, ke tanah kampung kelahiran. Itu berarti pulang ke dalam lingkungan komunitas Dalihan Natolu, struktur tigaan hula-hula (pemberi istri), dongan tubu (kerabat segaris darah), dan boru (penerima istri).