"Hargai orang yang telah berjuang menyiapkan makanan kalian. Barang siapa tidak makan sayur basi ini, maka dia tidak akan diobati jika sakit" -Pastor Markus Looman OFM Cap., 1974
Aku tak pernah lupa ancaman mujarab Pastor Markus Looman itu sampai hari ini, 50 tahun sejak diujarkan pada suatu makan malam tahun 1974 di Seminari Menengah Christus Sacerdos (SMCS), Pematang Siantar. Â Waktu itu semua seminaris, kelas kecil (SMP) dan besar (SMA), mendapati sayur bayam yang disajikan di meja makan telah basi.
Tidak ada seminaris yang mau makan sayur bayam basi. Â Tidak, sampai kemudian Pastor Looman yang saat itu bertugas mengawasi makan malam seminaris mengeluarkan ancamannya.
Maka sambil menahan nafas di hidung, atau dengan lain cara, semua seminaris berhasil memasukkan sayur basi itu ke dalam perut masing-masing. Ajaibnya, tak seorang seminaris pun menderita sakit perut karenanya. Sehingga Pastor Looman, waktu itu bertugas sebagai "mantri kesehatan" seminari juga, tidak perlu repot mengobati seminaris yang sakit perut.
Selama 3 tahun di seminari (1974-1976) peristiwa sayur basi itu satu-satunya insiden meja makan yang pernah terjadi. Cerita yang beredar kemudian, sayur itu dimasak terlalu siang dan disimpan kurang baik sehingga menjadi basi. Ada kesilapan dalam detail praktek penanganan pangan yang baik (good food handling practices). Hal yang bisa saja terjadi dalam proses penyiapan dan penyediaan makanan skala besar.
Sejak insiden kecil itu, aku selalu bertanya-tanya bagaimana sebenarnya proses penyiapan dan penyediaan makanan sehari-hari untuk para seminaris di asrama SMCS. Ingin mengintip ke dapur. Tapi waktu itu dapur adalah "ruang sakral" yang terlarang bagi seminaris.
Barulah pada Sabtu 7 Desember 2024 lalu, di sela-sela kesibukan pelatihan musik liturgi gereja yang dihelat Paguyuban Gembala Utama (PGU) bagi seminaris, aku sempat mampir 30 menit ke dapur SMCS. Itu 50 tahun berselang sejak insiden sayur kangkung basi.
Bukan Koki tapi Pintar Masak
"Boleh, silakan, Pak," Suster Yovita Situmorang KSSY, kepala dapur SMCS membolehkan aku mengamati kesibukan di dapurnya.Â
Jarum pendek arlojiku menunjuk angka 09.15 WIB. Suster Yovita, dibantu enam orang staf dapur, sedang menyiapkan menu makan siang para seminaris.Â