Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Paus Fransiskus, Patung Yesus Sibeabea dan Praksis Laudato Si' di Kaldera Toba

29 September 2024   14:33 Diperbarui: 29 September 2024   18:55 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemberkatan simbolik Patung Yesus Sibea-bea oleh Paus Fransiskus di Nunsiatur Apostolik, Jakarta (6/9/2024) (Instagram gerejasantaclara)

Masalah-masalah tersebut tidak saja mengakibatkan kemerosotan mutu lingkungan alam. Tetapi, sebagai dampak lanjut, juga menimbulkan gejala peminggiran sosial dan kemerosotan mutu hidup.

Umat manusia, demikian ensiklik itu, memerlukan pertobatan ekologis sebagai jalan keluar dari masalah-masalah tersebut. Inti tobat ekologis itu adalah pembalikan sikap dan tindakan manusia dalam ekosistemnya, dari pola-pola eksploitatif ke pola-pola berkelanjutan.

Pemberkatan simbolik Patung Yesus Sibea-bea oleh Paus Fransiskus di Nunsiatur Apostolik, Jakarta (6/9/2024) (Instagram gerejasantaclara)
Pemberkatan simbolik Patung Yesus Sibea-bea oleh Paus Fransiskus di Nunsiatur Apostolik, Jakarta (6/9/2024) (Instagram gerejasantaclara)

Krisis Ekologi Manusia Kaldera Toba

Kaldera Toba, tempat Patung Yesus Sibea-bea berada, adalah suatu bentang ekologi manusia yang khas. Dia adalah hasil interaksi triangular antara unsur-unsur keragaman geologis, keragaman hayati, dan keragaman sosio-budaya setempat.

Pada mulanya adalah keragaman geologis. Tiga letusan pertama Gunung Toba -- berturut-turut 1.3 juta, 840,00 tahun, dan 501,000 tahun lalu -- disusul letusan terdahsyat sejagad 74,000 tahun lalu telah menghasilkan unsur dan struktur batuan serta bentang alam khas Kaldera Toba.

Tatar kaldera itu adalah kombinasi singkapan batuan dasar asli superbenua Gondwana (550-250 juta tahun lalu) dan tutupan aneka jenis batuan vulkanik yang cenderung tandus. 

Pasca letusan keempat, selang ribuan atau puluhan ribu tahun kemudian, bersemilah keaneka-ragaman hayati di atas tanah Kaldera Toba. Aneka flora dan fauna tumbuh dan berkembang di sana. Mula-mula rerumputan dan serangga, kemudian pepohonan dan hewan besar.

Akhirnya, sekitar 1000 tahun lalu, datanglah komunitas manusia Batak. Komunitas itu, dengan mendaya-gunakan energi sosial-budayanya, kemudian mengubah struktur bentang alam Kaldera Toba dalam rangka adaptasi ekologi.

Istilah "adaptasi ekologi" menunjuk pada ikhtiar manusia, dengan kekuatan budayanya, mengelola dan mengolah keragaman geologis dan hayati di sekitarnya sebagai basis kehidupan sosial-ekonomi. Hasilnya adalah suatu ekologi manusia dengan suatu ciri inti budaya yang khas.

Dalam konteks Kaldera Toba sebagai ekologi manusia, aslinya manusia Batak, inti budaya itu adalah pertanian padi sawah lembah (hauma). Lalu di lapis luarnya ada kebun pekarangan (porlak), pertanian lahan kering (huma), dan hutan adat (harangan). Serta perikanan danau, tentu saja.

Sekurangnya sampai abad ke-19 pola adaptasi ekologi manusia Batak itu masih bersifat konservatif. Tiga komponen ekologi manusia, yaitu kekayaan ekologis, hayati, dan budaya, saling mempengaruhi satu sama lain dalam proses ko-evolutif. Hasilnya adalah rona ekologi manusia yang memenuhi kaidah-kaidah kelestarian dan keberlanjutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun