Kami berdua, istriku dan aku, baru berkunjung ke Semarang tapi sama sekali tak sempat menikmati kota ramah yang gerah itu. Dua hari di sana untuk urusan darurat -- untungnya zonder gawat -- betul-betul menguras energi dari tubuh lansia kami.
Bukannya tak ada semangat pelesir tipis-tipis misalnya. Ada, sangat ada. Tapi, ya, itulah. Nafsu surplus tenaga minus.
Begitulah, Rabu (7/8/2024) sore kami meluncur naik "mobol" (mobil ojek berbasis online) dari Tembalang langsung Tawang. Kereta pulang ke Jakarta, Argo Muria, dijadwalkan pukul 16.40 WIB.
Eloknya, sopir "mobol" berbaik hati memenuhi permintaan kami mampir sejenak di sebuah toko oleh-oleh terkenal di Jalan Cenderawasih, kawasan kota lama Semarang. Maka kami sempat membeli wingko babad dan kue moci khas toko itu. Sekadar menghibur lidah kami nanti bila sudah tiba di Jakarta.
Kami tiba di Stasiun Tawang Semarang tepat pukul 15.30 WIB. Masih ada waktu 70 menit lagi sebelum kereta berangkat.Â
Terlalu cepat tiba di stasiun? Atau terlalu lama menunggu kereta berangkat?
Itu relatif, ya. Kami bahkan pernah sengaja menunggu kereta 4 jam di Stasiun Pekalongan. Heppi-heppi aja, tuh. Lha, memang kami rencanakan begitu, kan.
Ruang Tunggu Seabad Lebih
Sambil menyeret koper beroda, lewat pintu barat yang selalu terbuka, kami berdua melangkah masuk ruang tunggu utama atau lobby gedung stasiun. Pintu utama ruang tunggu ini, di sisi muka selatan, dan pintu timurnya kini selalu tertutup.
"Kita duduk di situ saja." Istriku menunjuk pada kursi dekat pintu timur, membelakangi dinding fasad ruang tunggu. Maka jadilah kami duduk di situ.