Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

4 Gagasan Wisata Baru untuk Samosir, Kaldera Toba [Bagian 2]

29 Juli 2024   18:08 Diperbarui: 30 Juli 2024   12:57 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Aek Natonang, Tanjungan di punggung Pulau Samosir (Foto: Bonapasogitnet via timesumut.com)

Pada Bagian 1 tulisan ini saya sudah sampaikan dua gagasan wisata baru, dalam arti memberi kebaruan atau nilai baru, untuk wilayah Kabupaten Samosir, Kaldera Toba.

Pertama, wisata serendepitas Sidihoni. Wisata ini digagas untuk menawarkan kedamaian dan keheningan tempat itu sebagai inti pengalaman wisata.

Kedua, wisata pelestarian in situ ihan Batak Bonandolok. Wisata ini digagas untuk menawarkan pelestarian ihan, ikan adat Batak yang sudah nyaris punah, di habitat aslinya yaitu Sungai Sitapigagan sebagai obyek wisata. 

Perhatikan bahwa kedua gagasan wisata itu membawa implikasi pelestarian lingkungan alam. Wisata Serenitas Sidihoni berimplikasi pelestarian Danau Sidihoni dan perbukitan padang sabana yang mengitarinya Sementara Wisata Ihan Batak Bonandolok berimplikasi pelestarian Daerah Aliran Sungai Sitapigagan dari hilir sampai hulunya.

Melanjutkan tulisan terdahulu, pada bagian ini saya hendak membagikan dua lagi gagasan wisata baru untuk Samosir.

Batu parholian, kubur batu di situs Pagarbatu, Pardomuan Samosir (Tangkapan layar Youtube Jhonny Siahaan)
Batu parholian, kubur batu di situs Pagarbatu, Pardomuan Samosir (Tangkapan layar Youtube Jhonny Siahaan)

Poros Pagarbatu - Aek Natonang 

Berdasar geografi genealogis, Pulau Samosir itu sebenarnya terpotong dua, bagian utara dan selatan. Dua bagian itu dipisahkan oleh sebuah garis batas imajiner yang terentang dari sekitar pantai Simbolon di barat sampai pantai Tuktuk di timur.

Dua bagian itu dihuni dua belahan masyarakat Batak Toba. Bagian utara, wilayah Sumba, didiami keturunan Raja Isumbaon. Sedangkan bagian selatan, wilayah Lontung, didiami keturunan Raja Lontung, cucu Raja Tateabulan.

Dalam hal pariwisata, Samosir utara ternyata lebih maju dibanding selatan. Di utara kini ada misalnya Waterfront City Pangururan, Pantai Parbaba, Pantai Batuhoda, Kampung Ulos Hutaraja, Kampung Adat Siallagan, Danau Sidihoni, dan Makam Raja-raja Sidabutar di Tomok.

Sebaliknya di Samosir selatan. Sejauh ini baru ada tiga yang terdeteksi: Danau Aek Natonang, Ekowisata Silimalombu, dan Situs Pagarbatu. Tapi ketiganya tak sepopuler obyek-obyek wisata di Samosir utara. Tingkat kunjungan ke sana masih rendah.

Danau Aek Natonang, Tanjungan di punggung Pulau Samosir (Foto: Bonapasogitnet via timesumut.com)
Danau Aek Natonang, Tanjungan di punggung Pulau Samosir (Foto: Bonapasogitnet via timesumut.com)

Terlebih Pagarbatu. Situs megalitikum atau kampung tua ini tenggelam oleh popularitas Situs tinggalan peradaban megalitikum di Siallagan dan Tomok. Walau sudah dibuka untuk umum, Pagarbatu kini seakan dilupakan.

Padahal dari segi kelengkapan artefak pemukiman tua orang Batak, situs Pagarbatu itu lebih representatif ketimbang Desa Adat Siallagan dan Makam Raja-raja Sidabutar Tomok. Pagarbatu itu adalah situs huta, kampung tua khas Batak. Dia dibangun pada sebuah bukit dengan struktur punden berundak tiga. Tiga undakan itu mencerminkan tiga lapis dunia dalam kosmologi Batak: banua ginjang (atas), banua tonga (tengah), banua toru (bawah).

Di Pagarbatu, puncak bukit menjadi undakan ketiga, representasi banua ginjang. Di situ ada kubur batu raja, arca batu monolit pangulubalang (roh penjaga kampung), dan arca batu boru nagojong (roh penghakiman).

Undakan kedua, di tengah, adalah reptesentasi banua tonga,  tempat manusia bermukim atau berumah. Tembok undakan kedua itu menyatu dengan dinding batu raksasa, disebut Parik Debata (Tembok Tuhan), simbol perlindungan dari Mulajadi Nabolon, Dewata Agung Batak.

Lalu undakan terbawah, representasi banua toru, adalah areal kebun kampung dan -- melebar ke sekelilingnya -- areal persawahan.

Menariknya di situs yang berada di pantai timur Samosir ini terdapat sebuah gua yang disebut Liang Marlangkup (Gua Bertutup). Konon gua itu -- tempat persembunyian -- tembus ke arah barat, tepatnya ke Desa Tanjungan di punggung Pulau Samosir, tempat danau Aek Natonang berada.

Karena itu, jika hendak menggeser fokus pengembangan wisata dari utara ke selatan Pulau Samosir, maka Poros Pagarbatu - Aek Natonang paling layak dikembangkan sebagai destinasi "baru".

Disebut "poros" karena di masa lalu, sampai sekitar abad ke-18, Aek Natonang dan Pagarbatu itu satu kesatuan "kerajaan" Tanjungan. Baru di masa merdeka keduanya dipisah menjadi dua desa yaitu Tanjungan (Aek Natonang) dan Pardomuan (Pagarbatu).

Banyak sejarah masa lalu yang belum terungkap tentang Pagarbatu dan Aek Natonang. Keduanya dahulu bagian dari "kerajaan" Tanjungan, wilayah kekuasaan marga raja Situmorang. Informasi lokasi tersebut harus dihimpun dan disusun menjadi sebuah tuturan (story telling) tentang sistem huta, tatanan asli masyarakat Batak.

Boleh dipertimbangkan paket wisata seperti ini. Pengunjung diajak untuk mengalami dan menyelami kehidupan sosial orang Batak di Pagarbatu pada masa lalu. Detail sistem-sistem sosial-budaya, ekonomi pertanian, politik kerajaan, dan religi Batak dijelaskan berdasar artefak yang ada di sana. 

Dari situ pengunjung kemudian diajak naik ke punggung Samosir, ke danau (di atas danau) Aek Natonang. Dari tempat itu bisa dijelaskan dengan detail proses geologis pembentukan Pulau Samosir dan Dataran Uluan (di seberang timur) pasca letusan Gunung Toba 74,000 tahun lalu.

Ringkasnya poros Pagarbatu - Aek Natonang akan menjadi paket wisata lengkap Kaldera Toba yang menawarkan pengalaman dan pengetahuan tentang geologi, biologi (hayati), dan sosio-budaya asli Batak.

Adegan tewasnya Sisingamangaraja XII. Pentas opera Batak oleh Seminari Menengah Pematang Siantar di TIM Jakarta, 6-7 Juli 2012 (Tangkapan layar Youtube nyotingAJA)
Adegan tewasnya Sisingamangaraja XII. Pentas opera Batak oleh Seminari Menengah Pematang Siantar di TIM Jakarta, 6-7 Juli 2012 (Tangkapan layar Youtube nyotingAJA)

Rumah Opera Samosir

Jika ada yang hilang dari khasanah budaya Batak maka salah satunya adalah seni tradisi pertunjukan opera Batak.  Drama musikal khas Batak ini awalnya dirintis oleh Tilhang Oberlin Gultom (1896-1970) pada tahun 1928. Dia mendirikan kelompok Opera Serindo yang berjaya tahun 1960-an sampai awal 1970-an. 

Pada penghujung 1970-an Opera Serindo dan kelompok-kelompok opera lainnya benar-benar hilang dari aktivitas seni-budaya Batak. Sejak itu masyarakat Batak, di Tanah Batak maupun di rantau, kehilangan hiburan mereka, pertunjukan opera keliling.

Kemudian memang muncul artis-artis penyanyi Batak dari Jakarta . Mereka berpentas di berbagai kota di Tanah Batak atau Sumatera Utara umumnya. Tapi pertunjukan musik pop Batak tak pernah sama nilainya dengan pertunjukan drama musikal opera Batak.

Beberapa kelompok voluntir budaya Batak di Sumatera Utara dan Jakarta kini berusaha menghidup-hidupkan lagi opera Batak. Tapi kelompok-kelompok itu hanya bisa menampilkan opera secara sporadis. Alhasil, bisa dibilang, opera Batak telah "mati".

Kaldera Toba, termasuk Samosir di dalamnya, telah diproyeksikan menjadi destinasi kelas dunia. Tapi suatu destinasi wisata kelas dunia tidaklah lengkap tanpa kehadiran sebuah gedung pertunjukan representatif yang rutin menampilkan atraksi seni-budaya berkelas. 

Samosir punya potensi untuk mengambil inisiatif di sini. Pencipta seni-budaya opera Batak itu adalah Tilhang O. Gultom, putra asli Samosir. Tilhang adalah anak Sitamiang, Onanrunggu di ujung selatan pulau Samosir. Karena itu tepat jika Pemda Samosir mengambil prakarsa untuk membangun sebuah rumah opera Batak modern. Lengkap dengan organisator profesional untuk mengelola pertunjukan opera Batak.

Bersamaan dengan itu pemerintah, swasta, dan komunitas-komunitas budaya lokal dan nasional harus bahu-membahu pula "menghidupkan" kembali Opera Batak dari "kematian"-nya. Perlu membentuk misalnya satu kelompok inti opera modern di Samosir. Kelompok itulah penampil rutin di rumah opera, membawakan drama musikal Batak itu dalam versi modern.

Saya membayangkan rumah opera tersebut berada di Waterfront City Pangururan. Namanya Rumah Opera Samosir. Rumah pertunjukan itu akan berdiri di pantai Pangururan, di mulut teluk Aek Natio Pangururan. Dia akan menjadi tetenger Kaldera Toba di situ. Seperti halnya Sidney Opera House menjadi tetenger kota Sidney atau bahkan Australia.

Seni pertunjukan drama musikan opera Batak berpotensi diangkat menjadi pertunjukan kelas dunia. Penonton tidak hanya warga lokal, tapi juga wisatawan nusantara dan mancanegara. Samosir, dengan begitu, akan menjadi salah satu kiblat pertunjukan seni tradisi kelas nasional dan bahkan kelas dunia.

Hasahatan

Empat gagasan wisata "baru" untuk Samosir tetap tinggal sebagai gagasan saja bila tak ada langkah kongkrit mewujudkannya. Harus ada yang mengambil inisiatif dan itu idealnya Pemda Samosir.

Tapi Pemda Samosir tak mungkin pula mewujudkannya sendirian. Perlu sinergi dengan berbagai pihak. Antara lain dengan Badan Pengelola Otorita Danau Toba (BPODT) dan Badan Pengurus Geopark Kaldera Toba (BPGKT). Juga dengan unsur pengusaha, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok-kelompok seni-budaya Batak.

Bagaimanapun, membangun wisata Samosir tak cukup dengan hanya menjual nilai yang sudah ada. Lebih penting dari itu, harus menciptakan nilai-nilai baru wisata yang menjadi pembeda, sekaligus daya tarik spesifik Samosir bagi dunia pariwisata. (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun