Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

4 Gagasan Wisata Baru untuk Samosir, Kaldera Toba [Bagian 1]

25 Juli 2024   13:50 Diperbarui: 27 Juli 2024   03:15 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan Air Menari di Waterfront City Pangururan (Foto: Tangkapan layar YouTube Satu Tiga Lima)

"Punya ide pengembangan obyek wisata baru untuk Samosir?" Seorang teman mengajukan pertanyaan yang sangat menantang.

Obyek wisata baru? "Apakah wilayah Kabupaten Samosir kekurangan obyek wisata?" Saya bertanya balik dalam hati. Kemudian mencoba mencerna arah pertanyaan itu.

Saya mulai membuat daftar obyek wisata Samosir dalam benak. Mulai dari yang terbaru di sekitar Pangururan yaitu Jembatan dan Terusan Tanoponggol, Waterfront City Pangururan, dan Kampung Tenun Hutaraja. Juga Patung Yesus Bukit Sibea-bea di sisi barat danau Kaldera Toba. 

Pertunjukan Air Menari di Waterfront City Pangururan (Foto: Tangkapan layar YouTube Satu Tiga Lima)
Pertunjukan Air Menari di Waterfront City Pangururan (Foto: Tangkapan layar YouTube Satu Tiga Lima)

Lantas yang belum terlalu lama, masih di sisi barat Kaldera Toba, ada obyek wisata Bukit Holbung, Batu Hobon, Batu Sawan, dan  Air Terjun Sitapigagan. Serta situs kampung tua Pagarbatu yang terabaikan di sisi timur pulau.

Ada juga obyek wisata yang sudah cukup lama. Antara lain Pantai Parbaba dan Pantai Batu Hoda di ujung utara Pulau Samosir serta Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang di punggung Pulau Samosir. 

Terakhir, obyek wisata yang sudah sangat lama, terbilang perintis. Mana lagi kalau bukan komplek makam Raja Sidabutar di Tomok dan, tetangganya, Kampung Adat Siallagan di Simanindo.

Kalau dipikir-pikir, wisata Samosir itu kini cukup lengkap. Ada wisata alam (gunung, bukit, air terjun, sungai,  sawah, danau, pantai), budaya (makam batu, kampung adat, ritual adat, situs megalitik, tenun adat), dan geologi (batu hobon, batu sawan, dan singkapan batuan di Pusukbuhit). Apanya lagi yang kurang?

Apakah masih perlu mencari-cari obyek wisata baru? Atau sebenarnya yang diperlukan adalah memberi kebaruan pada obyek wisata yang lama atau sudah ada. Suatu kebaruan yang menjadi pembeda dibanding sebelumnya, sekaligus nilai tambah untuk obyek wisata itu.  

Saya pilih cara pandang tersebut terakhir -- yaitu memberi kebaruan pada yang lama atau terdahulu -- untuk menjawab pertanyaan teman itu. 

Patung Boru Saniangnaga dan Boraspati Ni Tano di Waterfront City Pangururan (Foto: Tangkapan layar YouTube bhumy)
Patung Boru Saniangnaga dan Boraspati Ni Tano di Waterfront City Pangururan (Foto: Tangkapan layar YouTube bhumy)

Dua Contoh Wisata Baru

Di Samosir sudah ada sedikitnya dua contoh kreasi destinasi atau obyek wisata baru dengan cara memberi kebaruan pada yang lama. Tentu itu bukan semacam anggur baru dalam botol lama. Tapi benar-benar mengubah karakter dan tampilan destinasi itu menjadi sesuatu yang baru, tak ada sebelumnya.

Pertama, Waterfront City Pangururan. Destinasi ini berada di garis pantai teluk Aek Natio, di sisi barat kota Pangururan. Resmi dibuka tahun 2024 yang lalu, jalur Waterfront sepanjang 1.6 km ini tadinya adalah tepi danau yang tak terurus. Jorok tercemar oleh limbah kota, pasar, pertanian, dan rumahtangga. Tutupan eceng gondok meluas di situ. 

Tapi kini jalur pantai kota itu telah disulap menjadi "muka kota yang modern". Dia menjadi jalur etalase budaya, pertunjukan, sekaligus ruang publik. Ada monumen dewi Boru Saniangnaga dan dewa Boraspati Ni Tano di situ, totem ragam etnis dunia, dan museum batuan hasil erupsi Gunung Toba. Juga ada panggung seni-budaya, relung rohani, dan pertunjukan "air menari".  

Jalur pantai itu kini telah menjadi destinasi wisata baru. Dengan konsep one stop tourism, pengunjung bisa menikmati beragam obyek di sana. Sambil jalan pagi menyongsong matahari terbit atau jalan sore mengantar matahari terbenam.

Patung Kristus Sibea-bea di Kaldera Toba tampak dari kejauhan (Tangkapan layar Youtube Bonapasogit)
Patung Kristus Sibea-bea di Kaldera Toba tampak dari kejauhan (Tangkapan layar Youtube Bonapasogit)

Kedua, Patung Yesus di Bukit Sibea-bea. Destinasi wisata rohani ini berada di pucuk Bukit Sibea-bea, Desa Turpuk Sihotang. Ikonnya adalah patung Yesus membentangkan tangan, dalam balutan warna putih, setinggi 61 meter. Inilah patung Yesus tertinggi di dunia saat ini.

Bukit Sibea-bea sebelumnya adalah bukit biasa. Sama seperti umumnya bukit-bukit di sisi barat Kaldera Toba, bukit itu tadinya ditumbuhi ilalang dan semak-belukar saja. Jika ada nilai lebihnya, maka itu adalah pemandangan yang indah langsung ke danau, Gunung Pusukbuhit,  dan pulau Samosir. Tapi dulu tak ada wisatawan yang sudi mendatangi tempat itu.

Sejak dibuka tahun 2023, walau belum diresmikan, Patung Yesus di Bukit Sibea-bea sudah ramai dikunjungi wisatawan. Patung Yesus itu sendiri adalah suatu kebaruan yang menjadi penanda tempat itu sebagai lokus wisata rohani.

Walau mengusung tema wisata rohani, pengunjung yang datang ke sana tak hanya umat Kristiani. Umat beragama lain juga datang ke sana untuk merasakan dan meresapi suasana keagungan Tuhan di atas keindahan alam danau Kaldera Toba. Orang tak hanya datang ke sana untuk memuliakan Yesus Kristus, tetapi juga untuk bersyukur kepada Tuhan Allah atas keindahan yang dikaruniakan-Nya.

Berdasar dua contoh di atas, dengan pendekatan yang sama, saya ingin berbagi gagasan tentang pengembangan empat destinasi atau obyek wisata "baru" di wilayah Kabupaten Samosir.

Tao Sidihoni yang eksotis di punggung Pulau Samosir, Kaldera Toba (Foto: via tempatwisata.pro)
Tao Sidihoni yang eksotis di punggung Pulau Samosir, Kaldera Toba (Foto: via tempatwisata.pro)

Wisata Serenitas Sidihoni

Tao Sidihoni itu adalah serenitas eksotis yang bersembunyi di punggung Pulau Samosir, sepi dalam bingkai hijau pulau dan biru Danau Kaldera Toba. Berada di wilayah Kecamatan Ronggurnihuta, pada ketinggian 1,300 mdpl, Sidihoni terbilang tempat yang paling hening dan damai di Pulau Samosir.

Sidihoni dalam pandangan mata adalah sebuah danau mungil nan elok yang dikitari perbukitan padang sabana, dengan hiasan barisan pohon pinus yang berdesau saat angin bertiup.

Sungguhpun keindahan Sidihoni tak tepermanai, keutamaan relung ekologis ini sejatinya bukanlah itu, melainkan serenitasnya. Kedamaian dan keheningan alam, itulah nilai utamaannya. Sedangkan keindahan panoramik yang tampak mata itu adalah piguranya.

Dengan keutamaan seperti itu maka Sidihoni layak dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Serenitas. Memang terkesan anti-tesis pada wisata yang lazim riuh.  Tapi sudah ada contoh yang mirip yaitu wisata (ziarah) rohani.  

Hanya saja, ada bedanya. Destinasi wisata rohani lazimnya dikunjungi pelancong dari kalangan umat beragama tertentu. Semisal pengunjung Gua Maria Dolok Nagok, Palipi Samosir umumnya adalah umat Katolik. Sementara wisata serenitas berlaku umum untuk semua orang yang ingin mereguk kedamaian dan keheningan alami. Tak perduli apapun agamanya atau status sosialnya.

Adakah orang yang membutuhkan kedamaian dan keheningan?  Banyak, terlalu banyak malahan. Mereka adalah warga kota yang jenuh karena  energi dan emosinya terkuras oleh rutinitas kerja yang monoton. Orang-orang seperti itu membutuhkan suatu tempat yang damai dan hening untuk memulihkan energi dan emosinya.

Sidihoni sangat tepat dikembangkan menjadi kawasan wisata serenitas untuk memenuhi kebutuhan itu. Sekitar danau dapat dibangun sopo-sopo Batak untuk keperluan meditasi individual dan kelompok, atau untuk duduk menenangkan diri atau mungkin sekadar mencari inspirasi.

Juga sangat bagus jika dibangun sebuah menara pandang tiga-lantai di sana. Tiga lantai yang mencerminkan tiga lapis banua menurut kosmologi Batak asli: Banua Toru (Bawah, alam roh), Banua Tonga (Tengah, alam manusia), dan Banua Ginjang (Atas, alam Dewata).

Sidihoni tak jauh dari Pangururan, hanya sekitar 14 km atau 30 menit berkendara. Karena itu tak perlu membangun hotel di sana. Cukup mengembangkan rumah-rumah warga menjadi home stay  pedesaan yang layak huni.  

Lalu perlu juga mengembangkan rumah makan khas Batak ramah semua golongan, dengan menu tanpa daging babi dan anjing. Sebab serenitas Sidihoni harus terbuka dicecap semua orang. Jangan ada halangan.

Pesona air terjun dan sungai Sitapigagan, Bonandolok (Foto: Instagram.com@wonderlaketoba)
Pesona air terjun dan sungai Sitapigagan, Bonandolok (Foto: Instagram.com@wonderlaketoba)

Wisata Ihan Batak Bonandolok

Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni, Ahl., 1933), ikan endemik Danau Toba dan sungai-sungainya, kini sedang terancam punah (endangered). Demikian laporan dari International Union for Conservation of Nature tahun 2020. Berdasar itu Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menetapkan ihan sebagai spesies yang dilindungi penuh (Kepmen KKP No. 1/2021).

Pertumbuhan populasi ihan di Kaldera Toba saat ini negatif. Lebih besar jumlah penangkapan ketimbang jumlah anakan baru. Jumlah penangkapan yang tinggi itu merespon permintaan ihan yang tinggi dan, karena itu, harga jual yang sangat mahal. 

Permintahan ihan tinggi terkait dengan statusnya sebagai ikan adat. Jenis ikan ini adalah pilihan utama untuk adat upa-upa, mohon berkat atau keselamatan kepada Mulajadi Nabolon, Pencipta Agung. Selain itu juga lazim disajikan sebagai lauk untuk tamu yang "dirajakan". 

Tak diragukan lagi, rasa ikan ikan ini sungguh teramat istimewa. Karena itu dijuluki juga sebagai "ikan para raja".

Tapi penurunan populasi tak semata karena konsumsi yang tinggi. Melainkan juga karena kerusakan ekosistem Kaldera Toba. Penggundulan hutan, pencemaran air, dan pelepasan ikan predator ke Danau Kaldera Toba telah merusak habitan ihan. Hal itu kemudian menekan tingkat fertililitas ihan tersebut.

Ada kekhawatiran, jika tidak ada langkah strategis pelestarian, ihan Batak suatu saat kelak hanya tinggal nama. Itu artinya Kaldera Toba akan kehilangan salah satu kekayaan hayatinya yang paling berharga. Bukan saja karena ihan itu ikan endemik Kaldera Toba. Tapi karena ihan Batak itu salah satu penanda atau penciri pada budaya etnis Batak.

Profil ihan atau ikan Batak (Foto: http://sisinbe.kkp.go via pertanianku.com)
Profil ihan atau ikan Batak (Foto: http://sisinbe.kkp.go via pertanianku.com)

Satu cara pelestarian ihan yang layak dipertimbangkan adalah mengembangkan suatu obyek wisata pelestarian in situ ihan Batak. Cara ini tidak saja hanya akan melestarikan ihan Batak, tetapi juga dapat memperkenalkan ikan penanda budaya Batak itu kepada khalayak, langsung di habitat aslinya.  

Habitat asli ihan adalah sungai dan danau yang bersih, bersuhu dingin (16-26°C) berarus deras di daerah pegunungan. Dari hasil riset Sekar Larashati, Limnolog BRIN diketahui desa Bonandolok, Sianjurmula-mula, Samosir merupsksn lokasi ideal.

Ada dua alasan pemilihan desa Bonandolok. Pertama, sungai Sitapigagan yang membelah desa itu adalah habitat ihan yang masih terjaga. Karena itu dengan sendirinya cocok untuk konservasi ihan. 

Ekosistem daerah aliran sungai itu masih terjaga. Arusnya deras, airnya bersih, bantaran penuh pepohonan sumber pakan, dan hutan di hulu masih kestari menjamin kecukupan debit air.

Kedua, masyarakat desa Bonandolok masih mempertahankan aturan adat upenangkapan ihan. Ihan hanya boleh ditangkap untuk keperluan pengobatan,dan harus didahului dengan  ritual mohon ijin di lokasi penangkapan.

Pelestarian in situ ihan Batak di Bonandolok akan menjadi pembeda desa itu dengan desa-desa wisata lain di Kaldera Toba. Tak hanya mengandalkan keindahan alam (sawah, sungai, air terjun, bukit, danau) dan keunikan budaya (rumah adat, tempat ritual agama asli, gondang, kuliner lokal).

Desa Bonandolok harus diakui sudah sangat indah, mungkin salah satu yang terindah di Kaldera Toba. Tapi keindahan yang "sebelas-duabelas" busa juga dinikmati di desa Sihotang, Tamba, Tipang, Bakkara, Meat, dan lain-lain.

Pengembangan pelestarian in situ ihan Batak akan menjadi daya tarik khas untuk Bonandolok. Ihan Batak adalah  ikan adat, salah satu penciri penting budaya Batak. Bahkan layak diangkat menjadi maskot Kaldera Toba. 

Jika lewat strory telling disebarkan pesan bahwa ikan maskot Kaldera Toba ini statusnya nyaris punah, dan bahkan tidak setiap orang Batak pernah melihatnya, maka pelestarian in situ ihan Batak di Bonandolok niscaya akan menyedot wisatawan untuk melihatnya ke sana.

Terlebih bila pada suatu saat, jika populasinya dinilai sudah cukup aman, boleh dilakukan penangkapan dalam jumlah terbatas sekali setahun. Kegiatan itu bisa menjadi paket wisata baru yang sangat menarik. (eFTe)

[Bersambung ke Bagian 2]

Rujukan:
 [1]  "Tao Sidihoni, Eksotisme Surgawi di Punggung Pulau Samosir", Kompasiana.com, 2/2/2024.

[2]  "Ihan Batak, Ikan Raja yang Nyaris Punah di Kaldera Toba", Kompasiana.com, 4/3/2024.

[3]  "Bonandolok, Relung 'Shangri-La' di Kaldera Toba", Kompasiana.com, 27/3/2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun