Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menulis Itu Hak Setiap Orang: Catatan Penguatan Literasi Digital di Seminari Siantar

18 Juni 2024   11:21 Diperbarui: 19 Juni 2024   10:30 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para seminaris SMCS Siantar sedang berdiskusi dalam kelompok untuk merancang disain, isi, dan tata-letak E-Magazine (Dokumentasi Pribadi)

Di kalangan Paguyuban Gembala Utama (PGU), komunitas eks-seminari se-Indonesia yang mengutusku ke SMCS Siantar, jelas aku bukan yang terbaik di bidang tulis-menulis. Aku memang terbiasa lalu bisa menulis. Namun itu tak berarti aku seorang penulis seperti rekan-rekan jurnalis dan pengarang.

Tapi itu mungkin justru bagus. Kemampuanku menulis jadinya tak jauh-jauh amat di atas para seminaris Gen Z itu. Sehingga mereka berani memotivasi diri: "Kalau cuma macam tulisan Felix Tani, aku juga bisalah." Itu motif yang bagus, bukan?

Fakta bahwa aku warga Baby Boomers dan mereka Gen Z mestinya tak membuat perbedaan signifikan dalam pengalaman dan pengetahuan, modal utama penulisan.

Berkat jaringan internet, Gen Z itu sudah bisa meringkas ruang dan waktu dengan modal ponselnya. Tempat-tempat yang dulu kukunjungi, kini bisa mereka jelajahi sambil rebahan di bawah pohon. Buku-buku yang dulu kubaca, kini bisa mereka baca setiap saat dalam format e-book.

Berpikir seperti itu maka, pada kesempatan pertama bicara, aku tinggal meyakinkan para seminaris itu bahwa kemampuan menulis itu adalah talenta dari Tuhan untuk setiap orang. 

Tuhan itu Maha Adil maka setiap orang diberi talenta yang berbeda-beda. (Matius 25: 14-30). Demikian pun dengan talenta menulis. Sebesar atau sekecil apapun itu, setiap orang wajib mensyukuri dan mempertanggung-jawabkannya. Caranya sederhana: menulis, menulis, dan menulislah.

Dengan menyebut frasa "talenta dari Tuhan", aku bermaksud membangunkan kesadaran yang tidur di alam pikir para seminaris itu. Kesadaran bahwa setiap orang harus bisa menulis, walau tak setiap orang harus menjadi penulis. Serta kesadaran bahwa menulis itu adalah hak individu yang diberikan Tuhan secara langsung.

Untuk lebih meyakinkan, lima hari sebelum kegiatan penguatan, aku sudah minta setiap seminaris menuliskan refleksi atas panggilannya masuk seminaris. Dari 132 tulisan, 30 judul telah dipilih secara acak dan dikirimkan via WA untuk kubaca.

Fakta adanya 132 tulisan sudah cukup sebagai dasar untuk menyimpulkan bahwa para seminaris itu berani dan mampu menyampaikan pikiran reflektifnya secara tertulis.

Itu modal dasar terpenting. Kemampuan menulis dalam diri seseorang hanya mungkin bekembang apabila dia berani mulai menulis. Terlepas dari macam apapun hasilnya.

Tak ada yang sempurna di awal bahkan juga di akhir, kecuali Tuhan sebagai Alpha dan Omega. Begitupun dengan tulisan-tulisan refleksi pangilan para seminaris itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun