Itu adalah prinsip dasar dalam penyelenggaraan Gereja Katolik yang inkulturatif, menghargai nilai dan simbol budaya komunitas tempatan.
Karena itu, dari segi ajaran Gereja Katolik, pembangunan Gua Maria Ina Batak di Pusukbuhit, dengan mengintegrasikan situs-situs dan simbol-simbol sakral relugi asli Batak bukanlah suatu persoalan. Sebaliknya, hal itu justru menebalkan dan meluaskan aura sakralitas Gua Maria, sehingga dia tak hanya menjadi kiblat ziarah rohani bagi umat Katolik.
Gua Maria Ina Batak itu diharapkan menjadi destinasi wisata rohani kelas dunia, sejajar dengan upaya membangun Kaldera Toba sebagai destinasi wisata kelas dunia.Â
Tinggal kini harapan pewujudannya diletakkan pada bahu pihak-pihak terkait. Sebutlah antara lain Keuskupan Agung Medan (Gereja Katolik), Pemda Kabupaten Samosir, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama, Forum Masyarakat Adat Batak, Raja-Raja Adat setempat, dan masyarakat lokal.
Berbagai pihak itu tak perlu diajari tentang apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan Gua Maria Ina Batak di Pusukbuhit. Hanya nasihat leluhur ini yang perlu dipegang bersama: Aek godang tu aek laut, Dos ni roha sibaen na saut -- Air sungai bermuara ke laut, kesepakatan akan mewujudkan tujuan. [eFTe]
Catatan Kaki:
[1] "Makna Penyejahteraan Paska Raya", pamitaonline.wordpress.com (n.d). Terimakasih keoada Dr.Nikolas Simanjuntak, SH yang telah membagikan tindasan naskah kotbah Mgr. Anicetius B. Sinaga, OFM Cap kepada saya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H