Karena itu ke Gua Maria manapun seorang peziarah pergi, dia akan menemukan patung Bunda Maria dengan sosok ras Kaukasoid. Kecuali dia pergi misalnya ke Gua Maria Ave Timur di Paroki Santo Yoseph Ayawasi. Aifat Utara, Papua Barat; di sana patung Bunda Maria tampil dalam sosok perempuan Papua.
Gagasan membangun Gua Maria dengan sosok Bunda Maria Non-Kaukasoid, tapi mengambil sosok suatu etnik, tentu bukan sebuah penyimpangan mengingat statusnya sebagai Bunda Segala Bangsa. Dalam konteks gereja inkulturatif, patung Bunda Maria dengan sosok etnis mesti diterima sebagai inovasi religiositas.
Dalam konteks gereja inkulturatif itu pula, gagasan membangun lokus wisata rohani Gua Maria Ina Batak layak dipertimbangkan untuk diwujudkan di Kaldera Toba.
Setiap Gua Maria Punya Kisahnya Sendiri
Setiap tempat punya kisahnya sendiri. Kisah itulah yang menentukan apakah pengunjung akan mengenang dan merindunya.
Hal serupa berlaku juga untuk lokasi-lokasi wisata rohani Gua Maria di berbagai penjuru dunia.
Gua Maria Lourdes Prancis dikisahkan sebagai tempat Bunda Maria Ibu Yesus menampakkan diri dan menyampaikan pesan kepada Bernadette Soybirous (14), seorang gadis kecil. Dari 11 Febrari sampai 16 juli 1858, Bunda Maria menampakkan diri kepada gadis itu sebanyak 18 kali.Â
Kepada Bernadette, Bunda Maria juga menyampaikan pesan agar umat bertobat, minum dari mata air dalam gua, dan mendirikan kapel di tempat itu. Berdasar pesan itu, di tempat itu kemudian dibangun komplek Gua Lourdes, tempat ziarah devosi kepada Bunda Maria.
Air Gua Lourdes itu diyakini sebagai medium penyembuhan berbagai jenis penyakit fisik dan psikis. Dilaporkan ratusan peziarah telah mendapat mukjizat kesembuhan setelah minum atau bersentuhan dengan air Lourdes itu. Gua Maria Lourdes karena itu dikenal sebagai destinasi wisatar rohani untuk kesembuhan dari penyakit.
Di Indonesia, Gua Maria Sendangsono Kulonrogo  dan Gua Maria Puhsarang juga punya kisahnya sendiri.Â
Gua Maria Sendangsono aslinya adalah sendang, sumber air, yang berada di antara dua pohon sono (angsana). Menurut kegenda, sendang itu adalah persemayaman Dewi Lantamsari dan putra tunggalnya Den Baguse Samijo. Legenda ini membawa asosiasi kepada Bunda Maria dan Yesus putra tunggalnya.