Satu dua dari banyak kampung tua itu telah dipoles sebagai obyek wisata. Semisal kampung tenun Hutaraja, Desa Lumban Suhi-suhi Toruan. Presiden Jokowi secara khusus pernah berkunjung ke sana tahun 2019. Sejumlah rumah adat di desa itu telah direnovasi untuk menjadi homestay bagi wisatawan.Â
Tapi Lumban Suhi-suhi Toruan hanya satu kasus. Mungkin itu diniatkan sebagai eksemplar kisah sukses kampung wisata ulos. Selebihnya, kampung-kampung asli yang lain, masih seperti yang dulu.
Hasahatan
Pangururan kini sedang berbenah menjadi kota wisata "kelas dunia" dengan tema geologi pembentukan Kaldera Toba. Waterfront City Pangururan, termasuk Terusan Tano Ponggol dan Jembatan Tano Ponggol, adalah bagian dari upaya pemerintah mewujudkan kualitas "kelas dunia" itu.Â
Tak hanya itu. Pemerintah juga menghelat event kelas dunia di sana. Semisal Kejuaraan Dunia Jetsky tahun 2023 yang lalu. Bahkan kejuaraan F1H2O yang sudah dua kali dilakukan di Balige, rencananya akan dipindah juga sirkuitnya ke Pangururan.
Tapi satu hal yang perlu dicatat, pembangunan infrastruktur wisata kelas dunia dan gelaran kejuaraan dunia olahraga air tidak dengan sendirinya menjadikan Pangururan destinasi wisata kelas dunia. Lagi pula itu semua bukan prakarsa dari Pemda Samosir, melainkan dari pemerintah pusat.
Porsi Pemda Samosir adalah pengembangan wajah belakang. Pembenahan bagian kota lama yang masih kumuh dan semrawut. Juga penataan kampung-kampung asli Batak agar menjadi layak wisata.Â
Tapi lebih penting dari itu semua adalah pelibatan warga Pangururan sebagai "tuan rumah" wisata yang ramah, jujur, resik, dan siap melayani. Ini memerlukan transformasi budaya dari budaya tani yang "merajakan diri sendiri" ke budaya wisata yang "merajakan orang lain". Itu pasti berat tapi harus.
Pengembangan "wajah belakang" kota, dan transformasi budaya tani ke wisata, itulah kunci pewujudan Pangururan sebagai destinasi wisata kelas dunia. Dan itu adalah tanggungjawab Pemda Samosir.
Terakhir, Key Tourism Area untuk Pangururan itu adalah Geologi. Karena itu janganlah pula terlalu sibuk bikin berbagai macam infrastruktur, obyek, dan atraksi wisata yang justru mengubur keunggulan geologis atau geowisata Pangururan. (eFTe)