Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pangururan, Sebuah Kota Berwajah Ganda di Kaldera Toba

12 April 2024   20:49 Diperbarui: 13 April 2024   11:30 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan Air Menari di Waterfront City Pangururan (Foto: Tangkapan layar YouTube Satu Tiga Lima)

Beberapa waktu lalu, seorang teman semasa SMP yang kini bermukim di Tomok, Samosir membagikan jadwal pertunjukan Air Menari dan Air Margondang di Waterfront City Pangururan. Sebagai seorang pegiat sosial setempat, dia rupanya berkepentingan memasarkan wisata Samosir.

"Ah, bagus sekali," sorakku dalam hati. Sebab terpikir olehku, warga Kaldera Toba kini tak perlu lagi berangan-angan pergi ke Jakarta, demi menonton air mancur menari di pelataran Monas.

Bagi warga Kaldera Toba, selama 50 tahun sejak Air Mancur Menari dibangun pada 1974 di Monas, air menari hanyalah cerita perantau yang pulang dari Jakarta. Atau belakangan hari, berupa video yang ditayangkan di televisi, sebelum kemudian di ragam media sosial.

Tapi kini, sebaliknya, mungkin orang Jakartalah, sekurangnya Batak rantau, yang datang ke Pangururan untuk menonton pertunjukan air menari dan margondang. Lalu warga Kaldera Toba umumnya, Pangururan khususnya mungkin berujar dengan bangga, "Kami punya air mancur menari dan margondang yang indah." 

Tangkapan layar YouTube Syahrial Ahmad
Tangkapan layar YouTube Syahrial Ahmad
Air menari dan margondang itu hanyalah satu dari sekian spot wisata di jalur Waterfront City Pangururan. Berada di garis pantai Teluk Aeknatio, jalur sepanjang 1.5 km itu menyajikan berbagai spot wisata yang bisa dinikmati pengunjung sambil jalan pagi atau sore.

Tak pelak lagi, Waterfront City itu adalah wajah modern Pangururan, sebuah kota tua yang untuk waktu yang sangat lama hanya mendapat remah-remah pembangunan. 

Rumah pejabat controleur onderafdeling Samosir pada masa kolonial (1910-an) di Pangururan. Samosir (Foto: Museum Wereld Amsterdam/Museum Nasional Stichting Werekdculturen/Koleksi Tropenmuseun via wikimedia.org)
Rumah pejabat controleur onderafdeling Samosir pada masa kolonial (1910-an) di Pangururan. Samosir (Foto: Museum Wereld Amsterdam/Museum Nasional Stichting Werekdculturen/Koleksi Tropenmuseun via wikimedia.org)

Kondisi terakhir (2023) rumah dinas Controleur Onderafdeling Samosir yang kini menjadi rumah dinas Bupati Samosir (Foto: kajianberita.com)
Kondisi terakhir (2023) rumah dinas Controleur Onderafdeling Samosir yang kini menjadi rumah dinas Bupati Samosir (Foto: kajianberita.com)

Dari Huta Menjadi Kota

Sebagaimana kota tua lainnya di lingkar Kaldera Toba, Pangururan bermula dari sebuah huta, perkampungan komunitas Batak. Tidak ada catatan sejarah lokal tentang asal-muasal kota ini. Karena itu tak diketahui persis tahun berapa orang Batak mulai bermukim di situ.

Tapi sebuah perkiraan dapat dibuat dengan cara menghitung generasi tiga marga raja di sana yaitu Sitanggang, Simbolon, dan Naibaho. Tiga marga ini sama-sama Batak generasi keenam, dihitung dari Siraja Batak pada garis turunan Isumbaon (Sumba). Itu artinya mereka sudah bermukim di Pangururan pada tahun ke-300 sejak komunitas pertama Batak. Diperkirakan umur etnis Batak baru 1,000 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan perkampungan Pangururan berdiri pada tahun 1300-an atau abad ke-14.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun