Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kopi Sigararutang: Dari Kaldera Toba Merengkuh Dunia

11 Maret 2024   19:09 Diperbarui: 13 Maret 2024   08:23 1806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung Coffee Fest Toba menikmati sensasi minum kopi Sigararutang di sebuah kebun kopi sekitar Lokasi Wisata Sipinsur, Humbahas pada 2 Desember 2017 (Foto: Arjuna/tribunnews.com)

Sebagai pengganti Arabika, sebenarnya Pemerintah Hindia Belanda telah memperkenalkan kopi Robusta tahan karat daun tahun 1900-an. Tapi varietas itu kurang diminati petani. Soalnya preferensi pasar dunia condong kepada Arabika yang rasanya ringan dan tak terlalu pahit. Bukan pada Robusta yang rasanya kuat dan pahit. Harga pasaran Robusta pun lebih rendah dibanding Arabika.

Kemunculan tak terduga Arabika Sigararutang membuka fajar baru bagi ekonomi petani kopi Humbahas. Produktivitasnya yang terbilang tinggi dan berbuah sepanjang tahun memungkinkan petani mendapat penghasilan bulanan sepanjang tahun.

Tuturan seorang petani kopi Sigararutang di Lintongnihuta tahun 2017 bisa memberi gambaran. Dia punya 2,000 pohon kopi dalam areal sekirar 1 ha. Tiap minggu dia panen 100 kg biji kopi kering. Pada harga pasar Rp 25,000 per kg, dia memperoleh penghasilan Rp 2,5 juta/minggu, atau Rp 10 juta/bulan. Per tahun dia bisa meraih pendapatan total Rp 120 juta.[2]

Dengan penghasilan (bruto) Rp 10 juta per bulan, masuk akal jika kemudian petani kopi mampu membayar utang-utangnya. Entah itu utang sarana produksi ke kios, utang kepada kerabat kaya untuk biaya anak merantau, pinjaman ke koperasi/bank, dan sebagainya.

Luar biasanya, penghasilan dari kopi bisa digunakan untuk membayar utang saprotan padi sawah. Bisa dikatakan kopi mensubsidi padi di Humbahas. Sebab usahatani padi di sana umumnya bersifat subsisten, atau paling banter komersil gurem (petty commodity).

Begitulah asal-usulnya sehingga varietas kopi silangan Typica dan Catimor itu dinamai "Sigararutang" (sigarar = pembayar; utang = utang). Tak hanya memberi sekadar pendapatan, kopi itu juga menjadi andalan petani Humbahas mellunasi segala utang.

Kopi Sigararutang itu pula yang menjadi andalan petani menyekolahkan anak-anaknya. Tak hanya sampai lulus SMA tapi hingga lulus dari perguruan tinggi. Termasuk memodali anak "makan sekolahan" itu menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dengan gaji jauh di bawah Rp 10 juta per bulan. Ironis tapi menjadi PNS bergaji Rp 5 juta/bulan rupanya dianggap lebih terhormat ketimbang petani kopi berpenghasilan Rp 10 juta/bulan. 

Kini Sigararutang menjadi berkah tak hanya untuk petani Humbahas. Para petani kopi di kabupaten lain di lingkar Kaldera Toba dan di luarnyacjuga kini mengusahakan kopi Sigararutang. Bahkan petani kopi di luar Provinsi Sumatera Utara juga mulai mengusahakannya, semisal di Kabupaten Kerinci, Jambi.

Mencecap secangkir kopi Sigararutang di bibir dinding Kaldera Toba (Foto: tobaria.com)
Mencecap secangkir kopi Sigararutang di bibir dinding Kaldera Toba (Foto: tobaria.com)

Menjangkau Dunia tapi ...

Kini kopi Sigararutang telah menjangkau berbagai penjuru dunia. Di pasar internasional kopi Sigararutang dikenal dengan berbagai label antara lain Sumatra Blue Lintong, Sumatra Lintong Mandheling, Blue Batak, dan Sumatra Bean Coffee. Reputasinya kini menyamai kopi Mandheling dan Gayo yang telah mendunia lebih dulu.

Ekspor kopi Sigararutang kini sudah menjangkau berbagai negara di Eropah, Asia, dan Amerika. Khusus ekspor ke Amerika, sebuah perusahaaan swasta di Siborong-borong misalnya mengekspor 200 ton biji kopi kering per bulan ke Starbuck Amerika Serikat. Biji kopi itu disangrai Starbucks lalu dipasarkan lagi dengan label Sumatra dan Sumatra Decaf. Harganya Rp 95,000 per kemasan 250 gram. [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun