Lalu tegakan hutan di tanah rawa itu ditebangi warga setempat. Sampai gundul dan akhirnya cekungan menjadi sebuah danau mini seluas 5 hektar.
Pasokan air ke Tao Sidihoni sepenuhnya tergantung pada curah hujan. Jika curah hujan tinggi, maka aliran air permukaan akan turun deras dari perbukitan memenuhi danau hingga airnya melimpas. Sebaliknya jika kemarau, maka permukaan danau akan surut tersebab penguapan.
Bahkan danau itu pernah mengalami kekeringan. Dalam ingatan warga , Sidihoni mengalami kekeringan tahun 1943, 1958, dan 2004. Konon kekeringan itu tak ada kaitannya dengan kemarau panjang. Warga setempat meyakini kekeringan itu sebagai respon alam Sidihoni terhadap masalah-masalah besar bangsa. Tahun 1943 terjadi pendudukan oleh Jepang, tahun 1958 pemberontakan Kolonel Simbolon, dan tahun 2004 gempa tsunami Aceh.
Kekeringan tahun 2004 itu terjadi menyusul peristiwa gempa dan tsunami Aceh. Di sisi timur danau tiba-tiba qtmuncul rekahan dan air danau bocor ke bawah tanah dari situ. Diduga aktivitas tektonik telah menyebabkan rekahan di perut Samosir. Rekahan itu sesewaktu menjadi sungai bawah tanah yang mengalir ke arah Simanindo di sisi timur pulau.
Tao Sidihoni dikelilingi oleh petbukitan dan lembah sabana. Perbukitan menghijau oleh vegetasi rerumputan, padang penggembalaan, diselingi gerumbul-gerumbul hutan pinus. Sedangkan tanah lembah digarap warga menjadi sawah tadah hujan dan huma untuk tanaman hortikultura, semisal bawang merah, kacang tanah, dan sayuran.
Danau itu adalah berkah bagi Ronggurnihuta. Dia adalah sumber air utama bagi warga setempat. Baik untuk keperluan minum, mandi, dan cuci bagi warga maupun untuk minum dan mandi bagi ternak kerbau. Saat kemarau panjang, Tao Sidihoni adalah penyelamat, sumber air satu-satunya.
Danau yang Sakral
Jika warga Ronggurnihuta sampai hari ini memandang sakral Tao Sidihoni, maka alasan rasional di baliknya adalah fungsi sentral danau itu bagi kehidupan masyarakat setempat.
Kondisi air danau itu adalah indikator keberhasilan panen di tanah Ronggurnihuta yang kering. Saat air danau melimpah dan kebiruan, panenan melimpah. Sebaliknya saat air danau surut dan keruh, panenan merosot drastis.
Ada logika tata air tanah di situ. Air danau yang melimpah adalah indikasi tingginya kandungan air tanah di perbukitan dan lembah Ronggurnihuta. Karena itu kebutuhan tanaman akan air tercukupi, sehingga tumbuh subur dan memberi hasil melimpah.