Kedua, organisme atau keragaman hayati, mencakup keragaman tetumbuhan (botani) dan hewan (zoologi) di Kaldera Toba.
Ketiga, manusia atau entitas sosial yang memiliki dan membangun budaya sebagai pedoman interaksi dengan kebumian dan organisme di sekitarnya. Budaya di sini mencakup unsur-unsur organisasi, pengetahuan, religi, pencaharian, teknologi, bahasa, dan seni.
Interaksi dan ko-evolusi triangular antara tiga pilar itu menghasilkan ekologi manusia Kaldera Toba sebagai resultannya. Rona ekologi manusia itu ditentukan oleh perubahan-perubahan internal pilar dan interaksi antar pilar.Â
Sebaliknya juga begitu. Perubahan dinamis pada rona ekologi manusia membawa implikasi perubahan pada tiga pilarnya.
Ekologi manusia Kaldera Toba dengan demikian merujuk pada resultan interaksi triangular manusia dengan geografi fisik dan organisme sekitar, sebagai bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan hidupnya.Â
Untuk lebih jelasnya, bisa diambil satu relung ekologi manusia sebagai contoh yaitu persawahan di lembah Tipang, Baktiraja Humbang Hasundutan. (Lihat foto di bawah ini).
Hamparan sawah di Tipang itu adalah pengolahan areal lembah (pilar: geografi) yang landai untuk budidaya tanaman padi (pilar: organisme dan budaya/teknologi). Karena konturnya landai, maka petani mencetak sawah dengan pola bertingkat di sana (pilar: geografi dan budaya/teknologi).
Untuk keperluan pengairan, warga Tipang membangun saluran irigasi menyusur dinding tebing (pilar: geografi dan budaya) dari daerah hulu Sungai Sipultakhoda. Warga Tipang membentuk lembaga gotong-royong sihali aek, penggali air (pilar: budaya) untuk mengelola, memelihara, dan memastikan saluran irigasi itu tetap berfungsi baik.
Kegiatan budidaya padi sawah itu dilakukan warga Tipang secara marsialapari, tolong-menolong (pilar: budaya). Mulai dari kegiatan penanaman, penyiangan, sampai pemanenan. Khusus kegiatan panen, warga memulainya dengan upacara mangamoti, makan bersama hasil panen pertama dengan lauk daging babi (pilar: budaya).
Pada kasus persawahan di Tipang itu, jika hendak dikembangkan dengan berbasis riset saintifik, maka paradigma ekologi manusia mempersyaratkan riset holistik. Mulai dari riset geografi fisik (tanah, tata-air, iklim), organisme (varietas padi, hama, gulma), dan budaya (struktur sosial, pola penguasaan tanah, moda produksi, organisasi produksi, teknologi, kearifan lokal, pola konsumsi, pasca-panen, dan pasar).