Ruma Bolon, atau rumah adat Batak Toba, adalah artefak budaya agraris yang paripurna di Kaldera Toba. Â Dia menjadi ikon budaya Batak yang paling representatif.
Aku terbilang akrab dengan ruma bolon, rumah adat asli Batak Toba. Buyutku dari pihak ayah dan kakekku dari pihak ibu dulu diam di ruma bolon. Semasa kanak-kanak tahun 1960-an saya kerap keluar-masuk rumah mereka.
Menyaksikan ruma bolon, hanya ada rasa takjub padaku waktu itu. Â Tinggi, besar, kokoh, dan gagah ruma itu berdiri. Pikirku gempa sekalipun tak akan mampu menggoyahkannya.Â
Memang benarlah demikian. Ruma bolon itu dirancang tahan gempa. Leluhur Batak Toba, berdasar pengalaman, tahu Kaldera Toba adalah jalur gempa (ring of fire). Karena itu ruma bolon didirikan dengan tiang-tiang kayu yang menjejak batu ojahan, dudukan. Jika gempa terjadi maka ruma itu hanya akan mangurdot, manortor (menari) di tempat.
Lalu gorga, ornamen ukiran ruma itu, terutama pada fasade, sisi muka. Ada ornamen ukiran  kepala kerbau, kepala singa, bengkarung, dan payudara dan lain-lain. Dalam balutan tiga warna filosofis Batak, yaitu putih (suci), merah (berani), dan hitam (wibawa), ornamen itu memancarkan aura magis.
Butuh waktu puluhan tahun bagiku, untuk bertanya dan membaca, sebelum kemudian kuperoleh sedikit pemahaman tentang kandungan nilai dan filosofi arsitektur ruma bolon itu.
Satu hal yang kemudian kutemukan, setidaknya secara hipotesis, ruma bolon itu ternyata artefak budaya agraris di Kaldera Toba. Struktur dan ornamennya terinspirasi dan mencerminkan budaya tani masyarakat Batak Toba.
Kerbau dan Kosmologi Batak
Kerbau adalah bagian integral budaya tani orang Batak Toba. Dalam konteks ekologi budaya sawah lembah, kerbau adalah tenaga kerja utama untuk membajak dan menggaru lahan. Kerbau merupakan syarat keharusan (essential condition) untuk kegiatan usahatani sawah di Kaldera Toba.
Tapi tidak hanya untuk tenaga kerja pertanian, kerbau juga hewan adat untuk masyarakat Batak Toba. Khususnya untuk horja bolon, pesta adat besar, semisal pesta perkawinan, kematian orang tua, dan pesta panen. Selain untuk lauk makan bersama, bagian-bagian tertentu dari tubuh kerbau difungsikan sebagai jambar, hak atas bagian tertentu tubuh ternak sebagai pengakuan atas status sosial.
Struktur tubuh kerbau yang kokoh itu pula yang menginspirasi struktur bangunan ruma bolon. Jika diperhatikan, maka sebuah ruma bolon akan tampak sebagai sosok seekor kerbau raksasa yang berdiri tegak.  Tiang-tiang ruma  serupa kaki kerbau, badan ruma serupa perut, dan atap yang melengkung ke bawah serupa punggung kerbau.Â
Citra kerbau pada ruma bolon itu semakin kental dengan adanya gorga ulupaung, ukiran kepala kerbau di puncak atap depan. Pada ruma bolon tua, ulupaung itu dilengkapi dengan tanduk kerbau asli. Sehingga ruma bolon terkesan sebagai seekor kerbau raksasa yang sedang berdiri tegak. Â
Tiga unsur utama ruma bolon (kerbau), yaitu tiang/kolong (kaki), badan rumah (perut), dan atap (punggung) adalah representasi kosmologi Batak.Â
Pertama, tiang/kolong ruma adalah representasi banua toru, dunia bawah tempat dewa/dewi pengendali tanah/air dan hewan. Kolong rumah difungsikan sebagai kandang ternak dan tempat penyimpanan peti mati.
Kedua, badan ruma adalah representasi banua tonga, dunia tengah tempat manusia menjalani hidupnya. Seluruh gorga pada badan ruma bolon ini, di dinding depan dan samping, menggambarkan nilai-nilai perihidup orang Batak.
Ketiga, atap ruma adalah representasi banua ginjang, dunia atas atau nirwana tempat Dewata Agung Mulajadi Nabolon dan dewa-dewi bersemayam. Pada bagian atap lazim disimpan harta pusaka keluarga.
Ornamen gorga, ukiran terdapat terutama pada fasade ruma bolon, mulai dari tengah (badan rumah) sampai pucuk atap. Â Selain juga terdapat pada dinding kiri dan kanan. Gorga itu secara spesifik menjadi penanda budaya agraris pada masyarakat Batak Toba.Â
Boraspati ni Tano dan Adop-adop
Ornamen gorga Boraspati ni Tano, figur bengkarung tanah dan adop-adop, payudara terdapat pada dorpi jolo, dinding depan, tepat di atas tangga naik ke rumah (lihat foto di atas).
Boraspati ni Tano, atau ilik dalam Bahasa Batak, secara mitologis adalah wujud asli dewa Raja Odap-odap, kakek buyut Siraja Batak, entitas Batak pertama. Dikisahkan Siraja Odap-odap menikah dengan dewi Boru Deakparujar, pencipta banua toru, bumi manusia Batak. Karena itu, dalam agama asli Batak, figur bengkarung diyakini sebagai salah satu wujud kuasa roh.
Dalam tonggo--tonggo (doa) tetua adat di awal musim tanam, agar usahatani memberihasil melimpah, Â kuasa roh yang dipanggil selain dewata agung Mulajadi Nabolon adalah Boraspati ni Tano dan Boru Saniangnaga.
Dua kuasa roh tersebut terakhir diyakini sebagai penentu keberhasilan pertanian. Boraspati ni Tano, yang berumah di dalam tanah, adalah penentu kesuburan tanah. Sedangkan Boru Saniangnaga, dewi air berwujud ular, diyakini sebagai penjamin kerja kesuburan itu dengan menyediakan air untuk irigasi.
Bagi petani Batak, kuasa roh Boraspati ni Tano dan Boru Saniangnaga dengan demikian menjadi tumpuan harapan
keberhasilan usahatani. Harapan agar gabe na niula sinur pinahan, hasil bumi melimpah dan ternak beranak-pinak. [1]
Orang Batak percaya, kehadiran bengkarung di lahan usahatani adalah pertanda tanah itu subur, terberkati, sehingga ada harapan memberi hasil melimpah. Karena itu ada larangan keras membunuh bengkarung.
Figur Boraspati ni Tano itu lalu diterakan sebagai ornamen atau gorga ruma bolon sebagai simbol bahwa rumah tersebut terberkati. Dalam konteks budaya agraris Batak Toba, simbol itu menyatakan harapan agar sawah dan ladang membuahkan hasil berlimpah, dan ternak beranak-pinak.
Pada gorga ruma bolon, terdapat dua figur Boraspati ni Tano yang diterakan pada bagian kiri dan kanan dorpi jolo, dinding depan. Keduanya menghadap gorga Adop-adop, payudara.
Adop-adop itu adalah simbol kesuburan yang dihasilkan oleh atau Boraspati ni Tano. Lazimnya ada empat adop-adop di sebelah kiri dan empat di kanan. Tapi ada juga yang hanya dua di kiri dan dua di kanan.
Dibaca secara keseluruhan, kesatuan gorga Boraspati ni Tano dan Adop-adop itu menyatakan bahwa penghuni rumah itu terberkati. Usahatani dan ternaknya memberi hasil berlimpah, sehingga memperoleh hidup sejahtera.Â
Tuan rumah pada ruma bolon itu diharapkan menjadi "parbahul-bahul nabolon, partataring na sora mintop, paramak so balunon" -- pemilik lumbung besar, pemilik tungku tak kunjung padam, pemilik tikar yang tak pernah digulung. Makanan melimpah dan siap menjamu tamu kapan saja.
Jenggar dan Ulupaung
Gorga jenggar dan ulupaung terdapat pada bagian tengah bagian atas fasade, atau pada kerucut atap. Keduanya adalah deformasi profil kepala kerbau, dulu lazim pakai tanduk asli.Â
Deformasi itu menyebabkan tampilan gorga itu terkesan magis sekaligus seram. Jenggar bahkan terkadang mencitrakan kepala manusia, sehingga disebut jorngom, manusia seram. Atau mencitrakan muka gajah, sehingga disebut gaja dompak.
Pada penempatannya, gorga ulupaung  terletak paling atas, pada bagian puncak kerucut atap.  Pemosisian semacam itu terkait fungsi ulupaung sebagai penjaga sawah dan ladang dari serangan begu, roh-roh jahat yang busa merusak pertanaman sehingga gagal panen. Sekaligus juga dia mengawasi begu jahat agar tak memasuki huta, kampung.
Gorga jenggar ditempatkan di bawah ulupaung, atau tepat di atas dorpi jolo, dinding depan. Ini fungsinya pertahanan berlapis. Jenggar menjaga rumah, penghuni, dan sesinya dari marabahaya begu, roh-roh jahat yang mencoba mampir ke halaman rumah. Tak hanya menjaga penghuni, tapi juga ternak yang dikandangkan di kolong rumah.
Kolong ruma bolon itu memang lazim difungsikan sebagai kandang ternak piaraan. Baik itu namanggagat, kerbau maupun pinahan lobu, babi. Juga ternak unggas khususnya ayam.
Gorga ulupaung dan jenggar dengan demikian dimaksudkan untuk  menjaga pertanaman (sawah dan ladang) dan peternakan (kerbau, babi, ayam) dari serangan roh-roh jahat. Penyakit tanaman dan ternak di masa lalu diyakini sebagai ulah roh-roh jahat.
Apakah benar gorga ulupaung  dan jenggar  menjaga pertanian dan peternakan orang Batak dari serangan roh jahat, sukar dibuktikan. Dan tak perlu juga dibuktikan. Tapi jelas bahwa dua gorga itu bermakna doa kepada Mulajadi Nabolon agar penghuni rumah serta sawah, ladang, dan ternaknya selamat dari gangguan roh-roh jahat.
Hasahatan
Sebagai hasahatan, kesimpulan, dapat dikatakan artefak ruma bolon itu adalah ikon kebudayaan agraris Batak Toba. Artinya ruma bolon mewakili budaya Batak di Kaldera Toba. Tak hanya terkait kosmologi Batak tapi terutama ekologi budaya taninya.
Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa ruma bolon adalah identitas budaya agraris orang Batak Toba. Struktur dan ornamen ruma bolon itu merujuk pada ekologi budaya Batak sebagai entitas sosial agraris.
Jika ingin memahami budaya Batak Toba, maka pelajarilah struktur dan ornamen gorga ruma bolon, rumah adat Batak. (eFTe)
Catatan Kaki:
[1] Felix Tani, "Cicak Bukan Simbol Orang Batak," kompasiana.com, 17 Oktober 2018Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H