Ketika sekelompok geolog BRIN mengidentifikasi keberadaan "Piramida Toba" di Bakkara, tepian barat Kaldera Toba, saya bertanya-tanya kemana sih perginya para arkeolog.
Dari sudut pandang disiplin ilmu, langkah kelompok geolog itu bisa dikategorikan menerabas demarkasi saintifik, masuk ke wilayah arkelogi.Â
Sekadar temuan awal, identifikasi para geolog itu sebenarnya baik-baik saja. Namun, etikanya, temuan itu mestinya diserahkan kepada para arkeolog.Â
Arkeologlah yang secara saintifik memiliki otoritas dan kompetensi untuk penelitian lebih lanjut tentang "Piramida Toba" itu -- entah dia benar ada atau tidak. Tentu, nantinya, pasti melibatkan geolog juga dalam sebuah tim riset antardisiplin.
Untungnya, sudah ada bantahan awal dari arkeolog senior Harry Truman Simanjuntak. Harry menolak kemungkinan adanya bangunan piramida dalam budaya Batak. Dia bicara sebagai ahli arkeologi prasejarah. [1]
Sudah ada pula tim kecil arkeolog BRIN yang sempat melakukan ekskavasi "diam-diam" di sana. Â Mereka hanya menemukan 7 kerangka manusia di kolong rumah tua berusia sekitar 200-an tahun. Juga lumpang batu, gerabah, dan mata uang koin masa Belanda. Tak ada indikasi piramida. [2]
Jadi lupakan saja kehebohan soal "Piramida Toba". Â Mungkin itu hanya isu sensasional ala "Indiana Jones". Seperti halnya kehebohan "Piramida Gunung Padang".Â
Banyak pertanyaan arkeologis seputar Kaldera Toba yang jauh lebih penting dicari jawabannya. Â Untuk itulah Kaldera Toba mengundang para arkeolog Indonesia untuk berkiprah di sana. Â
***